Senin, 18 April 2011

Tujuan Pendidikan

BAB I PEMBAHASAN

A. Tujuan Pendidikan
Pendidikan adalah bagian dari suatu proses yang diharapkan untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan-tujuan ini diperintahkan oleh tujuan-tujuan akhir yang pada esensinya ditentukan oleh masyarakat, dan dirumuskan secara singkat dan padat, seperti kematangan dan integritas atau kesempurnaan pribadi dan terbentuknya kepribadian muslim. Integritas atau kesempurnaan pribadi ini (yang meiputi integritas jasmaniah, intelektual, emosional dan etis dari individu ke dalam diri manusia paripurna), merupakan cit-cita pedagogis atau dunia pendidikan yang kita temukan sepanjang sejarah, di semua Negara, baik oleh para filosof atau moralis.
Setiap Negara mempunyai tujuan pendidikan sebagai cita-cita pedagois dirumuskan secara singkat, padat dan sarat dengan nilai-nilai yang bersifat fundamental seperti: nilai-nilai sosial, nilai ilmiah, nilai moral, dan nilai agama. Karena nilai-nilai tersebut berkembang secara dinamis.
B. Fungsi Tujuan Pendidikan
Pengertian tujuan pendidikan sebenarnya terlingkup dalam pengertian pendidikan sebagai usaha secara sadar. Ada usaha yang terhenti karena mengalami kegagalan sebelum mencapai tujuan, namun usaha itu belum dapat disebut berakhir. Maksud dari fungsi tujuan sendiri adalah
1. mengakhiri tujuan itu
2. menarahkan tujuan itu
3. suatu tujuan dapat pula merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain, baik merupakan tujuan baru maupun tujuan-tujuan lanjutan dari tujuan pertama
4. memberi nilai (sifat) pada usaha-usaha itu.
Menurut John S. Brubacher bahwa tujuan pendidikan mencakup tiga fungsipenting yang bersifat normative, yaitu:
1. tujuan pendidikan memberikan arah pada proses yang bersifat educatif
2. tujuan pendidikan tidak selalu memberi arah pada pendidikan, tetapi harus mendorong atau memberikan motivasi yang baik
3. tujuan pendidikan mempunyai fungsi untuk memberikan pedooman tau menyediakan kriteria-kriteria dalam menilai proses pendidikan.
C. Tujuan Pendidikan Menurut Islam
1. Tujuan Umum
Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara yang lainnya. Tujuan ini meliputi seluruh aspek kemanusiaan, seperti sikap, tingkah laku, penampilan, kebiaaan dan pandangan.
Tujuan umum pendidikan Islam harus sejajar dengan pandangan Islam pada manusia, yaitu makhluk Allah yang mulia yang dengan akalnya, perasaannya, ilmunya, dan kebudayaannya, pantas menjad khalifah Allah di bumi. Tentu saja bobot dan ukurannya disesuaikan dengan situasi dan kondisinya, yaitu makhluk yang mulia dalam ukuran anak-anak, ukuran orang dewasa, ukuran pimpinan kelompok kecil, ukuran pimpinan masyarakat, Negara dan seterusnya. Tujuan umum ini meliputi pengertian, pemahaman, penghayatan, dan keterampilan berbuat.
Tujuan umum pendidikan Islam harus dikaitkan pula dengan tujuan pendidikan nasional Negara tempat pendidikan Islam itu dilaksanakan serta harus dikaitkan pula dengan tujuan institusional lembaga yang menyelenggarakan pendidikan itu.
2. Tujuan Akhir
Pendidikan Islam berlangsung selama hidup maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir. Tujuan umum yang membentuk insane kamil dengan pola takwa dapat mengalami perubahan naik turun, bertambah dan berkurang dalam perjalanan hidun seseorang. Karena itulah pendidikan Islam belaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan, memelihara, dan memperthankan tujuan pendidikan yang telah dicapai. Tujuan akhir pendidikan Islam itu dapat di pahami dari firman Allah SWT:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”. (QS Al-Imran:102)
3. Tujuan Sementara
Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam kurikulum pendidikan formal. Pada tujuan sementara bentuk insane kamin dengan pola takwa sudah kelihatan meskipun dalam ukuran beberapa cirri pokok sudah kelihatan pada pribadi anak didik. Tujuan pendidikan Islam seolah-olah merupakan suatu lingkaran, semakin tinggi tingkat pendidikannya, lingkaran tersebut semakin besar. Di sinilah perbedaan yang mendasar antara bentuk tujuan pendidikan Islam dibandingkan dengan tujuan pendidikan yang lainnya. Karena itulah, maka setiap lembaga pendidikan Islam harus dapat merumuskan tujuan sesuai dengan tingkatan dan jenis pendidikannya.
4. Tujuan Operasional
Tujuan operasional adalah tujuan praktis yang dicapai melalui sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Satu unit kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu disebut tujuan operasional. Dalam pendidikan formal, tujuan operasional ini disebut tujuan instruksional yang selanjutnya di kembangkan menjadi Tujuan Instruksional Umum dan Tujuan Instruksional Khusus (TIU dan TIK).
Dalam tujuan operasional ini lebih banyak dituntut dari anak didik suatu kemampuan dan keterampilan tertentu. Sifat operasionalnya lebih ditonjolkan dari sifat penghayatan dan kepribadian. Misalnya pada masa permulaan, anak didik mampu terampil berbuat, baik dalam perbuatan lidah (ucapan) ataupun perbuatan anggotta badan lainnya. Kemampuan dan keterampilan yang dituntut pada anak didik merupakan sebagian kemampuan dan keterampilan insan kamil dalam ukuran anak, yang menuju insane kamil yang semakin sempurna (meningkat).
Daru uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam mempunyai tujuan yang luas dan dalam, seluas dan sedalam kebutuhan hidup manusia sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial yang mengabdi kepada Khaliknya dengan dijiwai oleh nilai-nilai ajaran agama. Tujuan ini merupakan cerminan dan realisasi dari sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah , baik secara perorangan, masyarakat, maupun sebagai umat manusia secara keseluruhan. Sesuai dengan ehendak penciptanya untuk merealisasikan cita-cita yang terkandung dalam firman Allah:
Artinya: “Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. (QS Al-An’am: 162)
D. Tujuan Pendidikan Islam
Sebagai mana uraian diata tadi tujuan adalah sasaran yang akan dicapai oleh seeorang atau sekelompok orang yang melakukan sesuatu kegiatan. Menurut Drs. Ahmad D. Marimb, fungsi tujuan itu ada empat macam, yaitu:
1. Mengakhiri usaha
2. Mengarahkan usaha
3. tujuan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lanjutan dari tujuan pertama
4. memberi nilai (sifat) pada usaha-usaha itu
Drs. Ahmad D. Marimba mengemukakan dua macam tujuan, yatu tujuan sementara dan tujuan akhir.
1. Tujuan Sementara
Tujuan sementara adalah sasaran sementara yang harus dicapai oleh umat Islam yang melaksanakan pendidikan Islam. Tujuan sementara disini yaitu tercapainya berbagai kemampuan seperti kecakapan jasmaniah, pengetahuan membaca, menulis, pengetahuan ilmu-ilmu kemasyarakatan, kesusilaan, keagamaan, kedewasaan jasmani rohani dan sebagainya. Kedewasaan rohaniah tercapai apabila orang telah mencapai kedewasaan jasmaniah.
2. Tujuan Akhir
Adapun tujuan akhir pendidikan Islam yaitu terwujudnya keribdian muslim, yaitu kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya merealisasikan atau mencerminkan ajaran Islam. Menurut Drs. Ahmad D. Marimba, aspek-aspek kepribadian itu dapat dikelompokkan ke dalam tiga hal, yaitu:
a) Aspek-aspek kejasmanian
b) Aspek-aspek kejiwaan
c) Aspek-aspek kerohanian yang luhur
Singkatnya, yang dimaksud dengan kepribadian muslim ialah kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya, baik tingkah laku luarnya, kegiatan-kegiatan jiwanya, maupun filsafat dan kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada Tuhan dan penyerahan diri kepada-Nya.
Menurut Imam Ghazali, tujuan pendidikan yaitu pembentukan insane paripurna, baik di dunia maupun di akhirat. Menurut Imam Ghazali pula manusia dapat mencapai kesempurnaan apabila mau berusaha mencari ilmu dan selanjutnya mengamalkan fadillah melalui ilmu pengetahuan yang dipelajarinya.
Abdul Fatah Jalal dalam bukunya yang berjudul Min Usulit Tarbiyati Fill Islam yang dialih bahasakan oleh Drs. Herry Noer Ali mengelompokkan tujuan pendidikan Islam ke dalam tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum yaitu menjadikan manusia sebagai abdi atau hamba Allah. Tujuan umum ini adalah membina peserta didik agar menjadi hamba yang suka beribadah kepada Allah yang mencakup segala aspek kehidupan.
Sedangkan tujuan khusus sebenarnya merupakan perincian dari tujuan umum sebagaimana telah dijelaskan di atas. Diantara tujuan khusus ini yang pertama-tama ialah mampu melaksanakan rukun Islam. Sebagai mana Hadis Nabi:
“Islam itu dibangun di atas lima perkara: syahadat(pengakuan) bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba-Nya, menegakkan shalat, memberikan zakat, puasa pada bulan Ramadhan, dan menunaikan haji ke baitullah. (HR. Bukhari).
Prof. H. M. Arifin M.Ed membedakan tujuan teoritik dan tujuan dalam proses. Mengenai tujuan teoritik ini terdiri dari berbagai tingkat antara lain:
1. Tujuan Intermedier, yaitu tujuan yang merupakan batas sasaran kemampuan yang harus dicapai dalam proses pendidikan pada tingkat tertentu
2. Tujuan Insidental, yaitu merupakan peristiwa tertentu yang tidak direncanakan, tetapi dapat dijadikan sasaran dari proses pendidikan pada tujuan intermedier.
3. Tujuan akhir pendidikan Islam pada hakiaktnya adalah terealisasi dari cita-cita ajaran Islam, yang membawa misi bagi kesejahteraan umat manusia sebagai hamba Allah lahir dan bathin, di dunia dan akhirat.

Dilihat dari segi pendekatan system instruksional dapat dibedakan menjadi
1. Tujuan instruksional khusus, diarahkan kepada setiap bidang studi yang harus dikuasai dan diamalkan oleh anak didik.
2. Tujuan instruksional umum, diarahkan kepada penguasaan atau pengamalan suatu bidang studi secara umum atau garis besarnya suatu kebulatan
3. Tujuan kurikuler, yaitu ditetapkan untuk dicapai melalui garis-garis besar program pengajaran (GBPP) di tiap institusi (lembaga) pendidikan
4. Tujuan Instruksional, adalah tujuan yang harus dicapai menurut program pendidikan di tiap sekolah atau lembaga pendidikan tertentu secara bulat atau terminal.
5. Tujuan Umum atau Tujuan Nasional, adalah cita-cita hidup yang ditetapkan untuk dicapai melalui proses kependidikan dengan berbagai cara atau system, baik system formal (sekolah), maupun system informal (yang tidak terikat dengan formalitas program waktu, ruang dan materi).
Ditinjau dari segi pembidangan tugas dan fungsi manusia secara filosofis, maka tujuan pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Tujaun Individual
2. Tujuan Sosial
3. Tujuan Profesional
Ditinjau dari segi pelaksanaannya maka tujuan pendidikan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Tujuan Operasional, yaitu suatu tujuan yang dicapai menurut program yang telah ditentukan/ditetapkan dalam kurikulum.
2. Tujuan Fungsional, yaitu tujuan yang telah tercapai dalam arti kegunaannya, baik dari aspek teoritis maupun aspek praktis mskipun kurikulum secara operasional belum tercapai
Adapun tujuan dalam proses hal ini mencakup dua macam, yaitu:
1. Tujuan Keagamaan
Yaitu tujuan yang terisi penuh nilai rohaniah Islam dan berorientasi pada kebahagian dunia dan akhirat. Tujuan ini difokuskan pada pembentukan pribadi muslim yang sanggup melaksanakan syariat Islam melalui proses pendidikan spiritual menuju makrifat kepada Allah.
2. Tujuan Keduniaan
Tujuan ini lebih mengutamakan pada upaya untuk mewujudkan kehidupan sejahtera di dunia dan kemanfaatannya.
Menurut pandangan Islam pada hakikatnya kehidupan duniawi mengandung nilai ukhrawi karena dengan mengamalkan ilmu dan teknologi manusia mampu berbuat lebih banyak amal-amal kabajikan di duni dibandingkan dengan orang-orang yang tidak berilmu pengetahuan dan teknologi. Amal kebajikan itulah yang kemudian menjadi factor penentu bagi hidup manusia di akhirat.
Memutuskan tujuan pendidikan Islam secara filosofis yang ideal seharusnya menetapkan rumusan konseptional yang bersifat komprehensif dan logis dalam bentuk yang padat dan meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang dicita-citakan oleh Islam.

DAFTAR PUSTAKA

Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam. Cet.3 Pustaka Setia. Bandung: 2007.

SEKILAS TENTANG KBK DAN KTSP

BAB I PENDAHULUAN

Dalam perjalanannya dunia pendidikan Indonesia telah menerapkan enam kurikulum, yaitu kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994, kurikulum 2004 atau kurikulum berbasis kompetensi (meski belum sempat disahkan oleh pemerintah, tetapi sempat berlaku di beberapa sekolah), dan terakhir Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dikeluarkan pemerintah melalui Permen Diknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, Permen Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, dan Permen Nomor 24 Tahun 2006 tentang pelaksanaan kedua permen tersebut. Ada rumor yang berkembang dalam masyarakat bahwa ada kesan “Ganti Menteri Pendidikan Ganti Kurikulum” kesan itu bisa benar bisa tidak, tergantung dari sudut mana kita memandang. Kalau sudut pandangnya politis, maka pergantian sistm pendidikan nasional, termasuk di dalamnya perubahan kurikulum akan selalu dikaitkan dengan kekuasaan (siapa yang berkuasa).
Namun, kalau sudut pandangnya nonpolitis, pergantian kurikulum merupakan suatu hal yang biasa dan suatu keniscayaan dalam rangka merespon perkembangan masyarakat yang begitu cepat. Pendidikan harus mampu menyesuaikan dinamika yang berkembang dalam masyarakat, terutama tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Dan itu bias dijawab dengan perubahan kurikulum. Seorang guru yang nantinya akan melaksanakan kurikulum di kelas melalui proses belajar mengajar, dipandang perlu mengetahui dan memahami kurikulum yang pernah berlaku di Indonesia. Dengan demikian, para guru dapat mengambil bagian yang terbaik dari kurikulum yang berlaku di Indonesia untuk diimplementasikan dalam menjalankan proses belajar mengajar.
Dalam makalah ini, pokok permasalahan yang menjadi pembahasan hanya terbatas pada Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.








BAB II PEMBAHASAN

1. Sekilas Tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
A. Pengertian Kompetensi dan Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Finch Crunkilton dalam E, Mulyasa (2004: 38) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas-tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu. Dengan demikian terdapat hubungan (link) antara tugas-tugas yang dipelajari peserta didik di sekolah dengan kemampuan yang diperlukan oleh dunia kerja. Untuk itu, kurikulum menuntut kerja sama yang baik antara pendidikan dengan dunia kerja.
Gordon dalam E, Mulyasa (2004: 38) menjelaskan beberapa aspek atau ranah yang terknadung dalam konsep kompetensi sebagai berikut.
1. Pengetahuan (knowledge);
2. Pemahaman (Understanding);
3. Kemampuan (skill);
4. Niilai (value);
5. Sikap (attitude);
6. Minat (interest).
Berdasarkan pengertian kompetensi di atas, kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pen gembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.
Paling tida terdapat iga landasan teoritis yang mendasari kurikulum berbasis kompetensi. Pertama, adanya pergeseran dari pembelajaran kelompok kea rah pembelajaran individual. Dalam pembelajaran individualsetiap peserta didik dapat belajar sendiri, sesuai dengan cara dan kemampuan masing-masing, serta tidak bergantung kepada orang lain. Kedua, pengembangan konsep belajar tuntas (mastery learning) ataubelajar sebagai penguasaan (learning for mastery) adalah suatu falsafah pembelajaran yang mengatakan bahwa dengan system pembelajaran yang tepat, semua peserta didik dapat mempelajari semua bahan yang diberikan dengan hasil yang baik.
Ashan dalam E, Muyasa (2004: 41) mengemukakan tiga hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, yaitu penetapan kompetensi yang akan dicapai, pengembangan strategi untuk mencapai kompetensi, dan evaluasi.

B. Karakteristik KBK
Depdiknas (2002) mengemukakan bahwa kurikulum berbasis kompetensi memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara klasikal maupun individual.
2. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang emenuhi unsur educatif.
5. penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Lebih lanjut, dari berbagai sumber sedikitnya dapat diidentifikasikan enam karakteristik kurikulum berbasis kompetensi, yaitu:
1. Sistem belajar dengan modul;
2. Menggunakan keseluruhan sumber belajar;
3. Pengalaman lapangan;
4. Strategi individual personal;
5. Kemudahan belajar;
6. Belajar tuntas.

C. Prinsip-Prinsip Pengembangan KBK
1. Keimanan, nilai, dan budi pekerti luhur.
2. Penguatan integritas nasional.
3. Keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika.
4. Kesamaan memperoleh kesempatan.
5. Abad pengetahuan dan tekhnologi informasi.
6. Pengembangan keterampilan untuk hidup.
7. Belajar sepanjang hayat.
8. Bepusat pada anak dengan penilaian yang berkelanjutan dan komperhensif.
9. Pendekatan menyeluruh dan kemitraan.

2. Sekilas Tentang KTSP.
A. Pengertian KTSP
Pengertian kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. KTSP dikembangkan oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervise Dinas Pendidikan/kantor Depag Kab/Kota untuk Pendidikan Dasar dan Dinas Pendidikan/Kantor Depag untuk Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus.

B. Landasan KTSP
1. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional pasal 36 sampai dengan pasal 38;
2. Permen Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 5 sampai dengan pasal 18, dan pasal 25 sampai dengan pasal 27;
3. Permen Diknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
4. Permen Diknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (pasal 1 ayat 1 Permen Diknas Nomor 24 Tahun 2006).

D. Karakteristik KTSP
KTSP menekankan kemampuan yang harus dicapai dan dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan. Kemampuan lulusan yang harus dicapai dinyatakan dengan standar kompetensi, yaitu kemampuan minimal yang harus dicapai lulusan. Karakteristik kurikulum ini adalah : (1) hasil belajar dinyatakan dengan kamampuan atau kompetensi yang dapat didemonstrasikan atau ditampilkan; (2) semua peserta didik harus mencapai ketuntasan belajar, yaitu menguasai semua kompetensi dasar; (3) kecepatan belajar peserta didik tidak sama; (4) penilaian menggunakan acuan criteria; (5) ada program remedial, pengayaan, percepatan; (6) tenaga pengajar atau pendidik merancang pengalaman belajar peserta didik; (7) tenaga pengajar sebagai fasilitator; (8) pembelajaran mencakup aspek afektif yang terintegrasi dalam semua bidang studi.
Standar kompetensi yang diharapkan dicapai peserta didik mencakup aspek berpikir, keterampilan, dan kepribadian. Tujuan utama dari standar kompetensi adalah untuk memberi arah kepada pendidik tentang kemampuan dan keterampilan yang menjadi focus proses pembelajaran dan penilaian. Jadi, standar kompetensi adalah batas dan arah kemampuan yang harus dimiliki dan dapat dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran suatu mata pelajaran tertentu..

E. Prinsip Pemngembangan KTSP
KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada standar kompetensi dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BAdan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Kurikulum dikembangkan berdasrkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
2. Beragam dan terpadu
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan.
6. Belajar sepanjang hayat.
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

F. Acuan Operasional Penyusunan KTSP
1. Peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia.
2. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik.
3. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan.
4. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional.
5. Tuntutan dunia kerja.
6. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
7. Agama.
8. Dinamika perkembangan global.
9. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
10. koondisi social budaya masyarakat setempat.
11. Kesetaraan gender.
12. Karakteristik satuan pendidikan.

G. Komponen KTSP
1. Visi, misi, dan tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan.
2. Struktur dan muatan KTSP
a) Mata pelajaran
b) Muatan lokal
c) Kegiatan pengembangan diri
d) Pengaturan beban belajar
e) Ketuntasan belajar
f) Kenaikan kelas dan kelulusan
g) Penjurusan
h) Pendidikan kecakapan hidup
i) Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global
3. Kalender pendidikan
4. Pengembangan silabus
5. Rencana Pelaksanaan Pengajaran (RPP)

manajemen lembaga pendidikan islam

BAB I PENDAHULUAN

Lembaga Pendidikan adalah merupakan suatu wadah lembaga yang menghantarkan seseorang kedalam alur berfikir yang teratur dan sistematis. Dalam pengertiannya Pendidikan adalah “usaha sadar dan direncanakan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara”. Dalam pelaksanaannya sebuah lembaga pendidikan kerap-kali dihadapkan pada problem-problem sistem pembelajaran, mulai dari penyiapan sarana dan prasarana, materi, tujuan bahkan sampai pada penyiapan proses.
Dalam perkembangannya lembaga pendidikan sebagai sebuah lembaga yang bergerak dibidang non-profit oriented, memaksa pelaksana pendidikan menggunakan teori-teori yang sebelumnya sudah berkembang dalam dunia ekonomi. Maka tak heran ketika kita mendengar adanya teori manajemen pendidikan, yang pada dasarnya itu diambil dari teori-teori manajemen dalam dunia bisnis. Bukan berarti setelah meminjam teori manajemen ekonomi sebuah lembaga pendidikan menjadi komersial, tetapi semata-mata hanyalah digunakan sebagai landasan yang sistematis untuk mengelola sebuah lembaga pendidikan. Sehingga hasilnya pun tidak bisa seperti yang diharapkan kalau seseorang menerapkan teori manajemen dalam bidang bisnis.
Dari kondisi yang semacam itulah, maka kita sebagai seorang yang nantinya akan mengemban amanah untuk megembangkan potensi anak didik (manusia) dalam dunia pendidikan sesuai yang diharapkan dari makna pendidikan itu sendiri, setidaknya memahami bagaimana proses sebenarnya terntang perkembangan teori manajemen yang dikembangkan dalam dunia pendidikan. Oleh sebab itu apa yang kami sampaikan dalam tulisan ini adalah mengenai perkembangan teori manajemen dari masa klasik sampai masa kontemporer yang nantinya akan kita oleh dalam dunia pendidikan.

BAB II PEMBAHASAN
MANAJEMEN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

A. Lembaga Pendidikan
Secara bahasa lembaga adalah suatu organisasi dan pendidikan adalah usaha manusia dewasa dalam mengembangkan potensi anak yang sedang berkembang untuk menjadi manusia yang berguna. Segala kegiatan yang diarahkan dalam rangka mengembangkan potensi anak menuju kesempurnaannya secara terencana, terarah, terpadu, dan berkesinambungan adalah menjadi hakikat pendidikan. Untuk mencapai sasaran dan fungsi di maksud maka sistim persekolahan atau lembaga pendidikan menjadi salah satu wahana strategis dalam membina sumber daya manusia berkualitas.
Pendidikan Islam merupakan sub sistem dari sistem pendidikan nasional. Karena itu sebagian sub sistem, maka masing- masing lembaga pendidikan Islam yang ada berfungsi untuk mencapai tujuan lembaga yang ditetapkan. Keberadaan lembaga-lembaga pendidikan Islam baik pesantren, madrasah atau sekolah-sekolah agama dan perguruan tinggi agama Islam memiliki peranan yang besar bagi pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Peran yang dijalankan dalam rangka mencapi fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Sebagaimana dinyatakan bahwa : “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”

B. Pengertian Manajemen / Administrasi
Ada kaitan erat antara oraganisasi, administrasi, dan manajemen. Organisasi adalah sekumpulan orang dengan ikatan tertentu yang merupakan wadah untuk mencapai cita-cita mereka, mula-mula mereka mengintegrasikan sumber-sumber materi maupun sikap para anggota yang dikenal sebagai manajemen dan akhirnya barulah mereka melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk mencapai cita-cita tersebut. Baik manajemen maupun melaksanakan kegiatan itu disebut administrasi.
Pengertian administrasi dengan pengertian manajemen masih kelihatan tidak terpisah secara jelas. Ada yang mengatakan administrasi sebagai cara kerja pemerintahan dengan fungsi merencanakan, mengorganisasi, dan memimpin. Ada pula ahli yang menyebut administrasi sebagai pengarah yang efektif sementara manajemen dikatakannya sebagai pelaksana yang efektif.
Sementara itu Mamduh mendefinisikan Manajemen sebagai “sebuah proses merencanakan, mengorganisir, mengarahkan, dan mengendalikan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi dengan menggunakan sumberdaya organisasi”.
Definisi tersebut mencakup beberapa kata/pengertian kunci, yaitu :
1. Proses yang merupakan kegiatan yang direncanakan;
2. Kegiatan merencanakan, mengorganisir, mengarahkan, dan mengendalikan yang sering disebut sebagai fungsi manajemen;
3. Tujuan organisasi yang ingin dicapai melalui aktifitas tersebut;
4. Sumberdaya organisasi yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.
Sedangkan William H Newman (1951) mendefinikan Administrasi dapat dipahami sebagai pembimbingan, kepemimpinan dan pengawasan usaha-usaha suatu kelompok orang-orang ke arah pencapaian tujuan bersama. Sementara itu Sondang P. Siagian (1985;2) mengatakan bahwa administrasi adalah keseluruhan proses pelaksanaan daripada keputusan yang telah diambil dan pelaksanaan itu pada umumnya dilakukan oleh dua orang manusia atau lebih untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Dalam dunia pendidikan, manajemen itu dapat diartikan sebagai aktivitas memadukan sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya. Dipilih manajeman sebagai aktivitas agar seorang kepala sekolah bisa berperan sebagai administrator dalam mengemban misi atasan, sebagai manajer dalam memadukan sumber-sumber pendidikan dan sebagai supervisor dalam membina guru-guru pada proses belajar mengajar.

C. Pengertian Manajemen Pendidikan Islam.
Dari segi bahasa manajemen berasal dari bahasa Inggris yang merupakan terjemahan langsung dari kata management yang berarti pengelolaan, ketata laksanaan, atau tata pimpinan. Sementara dalam kamus Inggris Indonesia karangan John M. Echols dan Hasan Shadily (1995 : 372) management berasal dari akar kata to manage yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola, dan memperlakukan. (http://farhansyaddad.wordpress.com/2009/10/30/)
Ramayulis (2008:362) menyatakan bahwa pengertian yang sama dengan hakikat manajemen adalah al-tadbir(pengaturan). Kata ini merupakan derivasi dari kata dabbara (mengatur) yang banyak terdapat dalam Al Qur’an seperti firman Allah SWT :
يُدَبِّرُ اْلأَمْرَ مِنَ السَّمَآءِ إِلَى اْلأَرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةِ مِّمَّا تَعُدُّونَ
Artinya : “Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu”. (QS. As-Sajadah : 5).
Dari isi kandungan ayat di atas dapatlah diketahui bahwa Allah swt adalah pengatur alam (manager). Keteraturan alam raya ini merupakan bukti kebesaran Allah swt dalam mengelola alam ini. Namun, karena manusia yang diciptakan Allah SWT telah dijadaikan sebagai khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini.
Sementara manajemen dari segi istilah menurut (Robbin dan Coulter, 2007: 8) adalah proses mengkordinasikan aktifitas-aktifitas kerja sehingga dapat selesai secara efesien dan efektif dengan dan melalui orang lain. (http://nashir6768.multiply.com/journal/item/3).
Sedangkan Sondang P Siagian (1980 : 5) mengartikan manajemen sebagai kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka mencapai tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain.
Bila kita perhatikan dari kedua pengertian manajemen di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa manajemen merupakan sebuah proses pemanfaatan semua sumber daya melalui bantuan orang lain dan bekerjasama dengannya, agar tujuan bersama bisa dicapai secara efektif, efesien, dan produktip. Sedangkan Pendidikan Islam merupakan proses transinternalisasi nilai-nilai Islam kepada peserta didik sebagai bekal untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat.
Dengan demikian maka yang disebut dengan manajemen pendidikan Islam sebagaimana dinyatakan Ramayulis (2008:260) adalah proses pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki (ummat Islam, lembaga pendidikan atau lainnya) baik perangkat keras maupun lunak. Pemanfaatan tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan orang lain secara efektif, efisien, dan produktif untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.

D. Fungsi-fungsi Manajemen Pendidikan Islam
Berbicara tentang fungsi manajemen pendidikan Islam tidaklah bisa terlepas dari fungsi manajemen secara umum seperti yang dikemukakan Henry Fayol seorang industriyawan Prancis, dia mengatakan bahwa fungsi-fungsi manajemn itu adalah merancang, mengorganisasikan, memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan.
Gagasan Fayol itu kemudian mulai digunakan sebagai kerangka kerja buku ajar ilmu manajemen pada pertengahan tahun 1950, dan terus berlangsung hingga sekarang. Sementara itu Robbin dan Coulter (2007:9) mengatakan bahwa fungsi dasar manajemen yang paling penting adalah merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan. Senada dengan itu Mahdi bin Ibrahim (1997:61) menyatakan bahwa fungsi manajemen atau tugas kepemimpinan dalam pelaksanaannya meliputi berbagai hal, yaitu : Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan.
Untuk mempermudah pembahasan mengenai fungsi manajemen pendidikan Islam, maka kami akan coba menguraikan fungsi manajemen pendidikan Islam sesuai dengan pendapat yang dikemukan oleh Robbin dan Coulter yang pendapatnya senada dengan Mahdi bin Ibrahim yaitu : Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan/kepemimpinan, dan pengawasan.


1. Fungsi Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah sebuah proses perdana ketika hendak melakukan pekerjaan baik dalam bentuk pemikiran maupun kerangka kerja agar tujuan yang hendak dicapai mendapatkan hasil yang optimal. Demikian pula halnya dalam pendidikan Islam perencanaan harus dijadikan langkah pertama yang benar-benar diperhatikan oleh para manajer dan para pengelola pendidikan Islam. Sebab perencanaan merupakan bagian penting dari sebuah kesuksesan, kesalahan dalam menentukan perencanaan pendidikan Islam akan berakibat sangat patal bagi keberlangsungan pendidikan Islam. Bahkan Allah memberikan arahan kepada setiap orang yang beriman untuk mendesain sebuah rencana apa yang akan dilakukan dikemudian hari, sebagaimana Firman-Nya dalam Al Qur’an Surat Al Hasyr : 18 yang berbunyi :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسُُ مَّاقَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيرُُ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Hasyr: 18)
Ketika menyusun sebuah perencanaan dalam pendidikan Islam tidaklah dilakukan hanya untuk mencapai tujuan dunia semata, tapi harus jauh lebih dari itu melampaui batas-batas target kehidupan duniawi. Arahkanlah perencanaan itu juga untuk mencapai target kebahagiaan dunia dan akhirat, sehingga kedua-duanya bisa dicapai secara seimbang.
Mahdi bin Ibrahim (l997:63) mengemukakan bahwa ada lima perkara penting untuk diperhatikan demi keberhasilan sebuah perencanaan, yaitu :
a. Ketelitian dan kejelasan dalam membentuk tujuan.
b. Ketepatan waktu dengan tujuan yang hendak dicapai.
c. Keterkaitan antara fase-fase operasional rencana dengan penanggung jawab operasional, agar mereka mengetahui fase-fase tersebut dengan tujuan yang hendak dicapai.
d. Perhatian terhadap aspek-aspek amaliah ditinjau dari sisi penerimaan masyarakat, mempertimbangkan perencanaa, kesesuaian perencanaan dengan tim yang bertanggung jawab terhadap operasionalnya atau dengan mitra kerjanya, kemungkinan-kemungkinan yang bisa dicapai, dan kesiapan perencanaan melakukan evaluasi secara terus menerus dalam merealisasikan tujuan.
e. Kemampuan organisatoris penanggung jawab operasional.
Sementara itu menurut Ramayulis (2008:271) mengatakan bahwa dalam Manajemen pendidikan Islam perencanaan itu meliputi :
a. Penentuan prioritas agar pelaksanaan pendidikan berjalan efektif, prioritas kebutuhan agar melibatkan seluruh komponen yang terlibat dalam proses pendidikan, masyarakat dan bahkan murid.
b. Penetapan tujuan sebagai garis pengarahan dan sebagai evaluasi terhadap pelaksanaan dan hasil pendidikan
c. Formulasi prosedur sebagai tahap-tahap rencana tindakan.
d. Penyerahan tanggung jawab kepada individu dan kelompok-kelompok kerja.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam Manajeman Pendidikan Islam perencanaan merupakan kunci utama untuk menentukan aktivitas berikutnya. Tanpa perencanaan yang matang aktivitas lainnya tidaklah akan berjalan dengan baik bahkan mungkin akan gagal. Oleh karena itu buatlah perencanaan sematang mungkin agar menemui kesuksesan yang memuaskan.
2. Fungsi Pengorganisasian (organizing)
Ajaran Islam senantiasa mendorong para pemeluknya untuk melakukan segala sesuatu secara terorganisir dengan rapi, sebab bisa jadi suatu kebenaran yang tidak terorganisir dengan rapi akan dengan mudah bisa diluluhlantakan oleh kebathilan yang tersusun rapi.
Menurut Terry (2003:73) pengorganisasian merupakan kegiatan dasar dari manajemen dilaksnakan untuk mengatur seluruh sumber-sumber yang dibutuhkan termasuk unsur manusia, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan sukses.
Organisasi dalam pandangan Islam bukan semata-mata wadah, melainkan lebih menekankan pada bagaimana sebuah pekerjaan dilakukan secara rapi. Organisasi lebih menekankan pada pengaturan mekanisme kerja. Dalam sebuah organisasi tentu ada pemimpin dan bawahan (Didin dan Hendri, 2003:101)
Sementara itu Ramayulis (2008:272) menyatakan bahwa pengorganisasian dalam pendidikan Islam adalah proses penentuan struktur, aktivitas, interkasi, koordinasi, desain struktur, wewenang, tugas secara transparan, dan jelas. Dalam lembaga pendidikan Isla, baik yang bersifat individual, kelompok, maupun kelembagaan.
Sebuah organisasi dalam manajemen pendidikan Islam akan dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tujuan jika konsisten dengan prinsip-prinsip yang mendesain perjalanan organisasi yaitu Kebebasan, keadilan, dan musyawarah. Jika kesemua prinsip ini dapat diaplikasikan secara konsisten dalam proses pengelolaan lembaga pendidikan islam akan sangat membantu bagi para manajer pendidikan Islam.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa pengorganisasian merupakan fase kedua setelah perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Pengorganisasian terjadi karena pekerjaan yang perlu dilaksanakan itu terlalu berat untuk ditangani oleh satu orang saja. Dengan demikian diperlukan tenaga-tenaga bantuan dan terbentuklah suatu kelompok kerja yang efektif. Banyak pikiran, tangan, dan keterampilan dihimpun menjadi satu yang harus dikoordinasi bukan saja untuk diselesaikan tugas-tugas yang bersangkutan, tetapi juga untuk menciptakan kegunaan bagi masing-masing anggota kelompok tersebut terhadap keinginan keterampilan dan pengetahuan.
3. Fungsi Pengarahan (directing).
Pengarahan adalah proses memberikan bimbingan kepada rekan kerja sehingga mereka menjadi pegawai yang berpengetahuan dan akan bekerja efektif menuju sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Di dalam fungsi pengarahan terdapat empat komponen, yaitu pengarah, yang diberi pengarahan, isi pengarahan, dan metode pengarahan. Pengarah adalah orang yang memberikan pengarahan berupa perintah, larangan, dan bimbingan. Yang diberipengarahan adalah orang yang diinginkan dapat merealisasikan pengarahan. Isi pengarahan adalah sesuatu yang disampaikan pengarah baik berupa perintah, larangan, maupun bimbingan. Sedangkan metode pengarahan adalah sistem komunikasi antara pengarah dan yang diberi pengarahan.
Dalam manajemen pendidikan Islam, agar isi pengarahan yang diberikan kepada orang yang diberi pengarahan dapat dilaksanakan dengan baik maka seorang pengarah setidaknya harus memperhatikan beberapa prinsip berikut, yaitu : Keteladanan, konsistensi, keterbukaan, kelembutan, dan kebijakan. Isi pengarahan baik yang berupa perintah, larangan, maupun bimbingan hendaknya tidak memberatkan dan diluar kemampuan sipenerima arahan, sebab jika hal itu terjadi maka jangan berharap isi pengarahan itu dapat dilaksanakan dengan baik oleh sipenerima pengarahan.
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa fungsi pengarahan dalam manajemen pendidikan Islam adalah proses bimbingan yang didasari prinsip-prinsip religius kepada rekan kerja, sehingga orang tersebut mau melaksanakan tugasnya dengan sungguh- sungguh dan bersemangat disertai keikhlasan yang sangat mendalam.
4. Fungsi Pengawasan (Controlling)
Pengawasan adalah keseluruhan upaya pengamatan pelaksanaan kegiatan operasional guna menjamin bahwa kegiatan tersebut sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Bahkan Didin dan Hendri (2003:156) menyatakan bahwa dalam pandangan Islam pengawasan dilakukan untuk meluruskan yang tidak lurus, mengoreksi yang salah dan membenarkan yang hak.
Dalam pendidikan Islam pengawasan didefinisikan sebagai proses pemantauan yang terus menerus untuk menjamin terlaksananya perencanaan secara konsekwen baik yang bersifat materil maupun spirituil.
Menurut Ramayulis (2008:274) pengawasan dalam pendidikan Islam mempunyai karakteristik sebagai berikut: pengawasan bersifat material dan spiritual, monitoring bukan hanya manajer, tetapi juga Allah Swt, menggunakan metode yang manusiawi yang menjunjung martabat manusia. Dengan karakterisrik tersebut dapat dipahami bahwa pelaksana berbagai perencaan yang telah disepakati akan bertanggung jawab kepada manajernya dan Allah sebagai pengawas yang Maha Mengetahui. Di sisi lain pengawasan dalam konsep Islam lebih mengutamakan menggunakan pendekatan manusiawi, pendekatan yang dijiwai oleh nilai-nilai keislaman.
DAFTAR PUSTAKA

Didin Hafidudin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syariah dalam Prkatik, Gema Insani, Jakarta, 2003.
Mamduh M. Hanafi, Manajemen, Yogyakarta, Unit Penerbitan dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 1997.
Mahdi bin Ibrahim, Amanah dalam Manajemen, Pustaka Al Kautsar, Jakarta, 1997
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2008
Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi, Jakarta, Gunung Agung, 1985.
UU sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003

http://farhansyaddad.wordpress.com/2009/10/30/manajemen-pendidikan-islam/
http://nashir6768.multiply.com/journal/item/3

Jami'at khair dan Muhammadiyah serta peranannya dalam pendidikan

JAMI’AT KHAIR DAN MUHAMMADIYAH, TOKOH-TOKOHNYA SERTA PERANANNYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
Oleh: July Syawaladi

A. Pendahuluan
Latar belakang munculnya oeganisasi-organisasi Islam di Indonesia lebih banyak dikarenakan mulai tumbuhnya sikap patriotisme dan nasionalisme. Dari organisasi Islam ini ditumbuhkan dan dikembangkan sikap dan rasa nasionalisme dikalangan rakyat melalui pendidikan.
Di Indonesia terdapat banyak perkumpulan-perkumpulan atau organisasi-organisasi Islam yang berkembang. Dalam makalah ini, perkumpulan atau organisasi Islam yang kami angkat yaitu Jami’at Khair dan Muhammadiyah serta tokoh-tokohnya dan bagaimana peranannya terhadap pendidikan Islam pada masa itu.

B. Pembahasan
1. Jami’at Khair
Organisasi ini diberi nama Jami’at Khair. Didirikan oleh Ali dan Idrus dari keluarga shahab. Organisasi ini tidak bergerak di bidang politik tetapi menitikberatkan pada semangat pembaruan melalui lembaga pendidikan modern. Meski membangun basis perjuangan melalui pendidikan, Jami’at Khair tidaklah berbentuk sekolah agama melainkan sekolah dasar biasa dengan kurikulum modern. Para siswa tidak melulu diajarkan materi agama tetapi juga materi umum seperti berhitung, sejarah atau ilmu bumi. (http://www.republika.co-jamiat-kheir-perlawanan-melalui-pendidikan).
Jami’at Khair yang didirikan pada tahun 1901 di Jakarta, dengan proses yang berliku-liku baru mendapat pengesahan tanggal 17 Juli 1905. Perhatian Jami’at Khair ditujukan pada pendidikan. Hal-hal yang menjadi perhatian utama organisasi ini yaitu:
a. Pendirian dan pembinaan satu sekolah pada tingkat dasar.
b. Pengiriman anak-anak ke Turki untuk melanjutkan studinya.
Bidang kurikulum sekolah dan jenjang kelas-kelas umpamanya, sudah diatur dan disusun secara terorganisasi, sementara itu bahasa Indonesia dan bahasa Melayu dipergunakan sebagai bahasa pengantar. Adapun bahasa Belanda tidak diajarkan dan sebagai gantinya bahasa Inggris yang dijadikan pelajaran wajib. Dengan demikian, terhimpunlah anak-anak dari keturunan Arab, ataupun anak-anak Islam dari Indonesia sendiri.
Tercatat ada beberapa orang guru yang didatangkan dari luar negeri seperti: Al-Hasyimi dari Tunis, Syekh Ahmad Surkati dari Sudan, Syekh Muhammad Thaib dari Maroko, dan Syekh Muhammad Abdul Hamid dari Mekkah.
Hal penting yang dapat dicatat bahwa Jami’at Khair merpakan organisasi modern pertama dalam masyarakat Islam di Indonesia, yang memiliki AD/ART, daftar anggota yang tercatat, rapat-rapat secara berkala, dan yang mendirikan lembaga pendidikan yang memakai system yang boleh dikatakan cukup modern, diantaranya memiliki kurikulum, buku pelajaran yang bergambar, kelas-kelas, pemakaian bangku, papan tulis, dan sebagainya.
Jami’at Khair telah menunjukkan perlawanan kepada pemerintah melalui artikel-artikel para anggotanya pada harian di luar negeri khususnya negara-negara Arab. Kedatangan utusan Turki menunjukkan bahwa Jami’at Khair sebagai perkumpulan yang didirikan oleh keturunan Arab memang menjalin hubungan dengan kekhalifahan Turki. Hal ini menunjukkan pula bahaya Pan Islamisme dari Jami’at Khair di mata pemerintah. Perkumpulan Jami’at Khair ini dianggap berbahaya oleh pemerintah kolonial Belanda, karena pengaruhnya dapat membangkitkan semangat Islam, semangat jihad fisabilillah di kalangan kaum muslimin Indonesia. Pemerintah Hindia Belanda kemudian melakukan penekanan-penekanan terhadap anggota Jami’at Khair. Pada tahun 1917 dilakukan penangkapan dan interogasi terhadap tokoh Jami’at Khair dan beberapa diantaranya kemudian dipenjarakan.
Pada akhirnya di tahun 1918 pemerintah memutuskan bahwa Jami’at Khair sebagai organisasi yang didirikan oleh warga Timur Asing dilarang terlibat dalam kegiatan organisasi warga Indonesia. Dan ditekankan bahwa izin berdiri Jami’at Khair dapat dicabut sewaktu-waktu. Menyadari kecurigaan pemerintahan terhadap perkumpulan dan penekanan-penekanannya, Jami’at Khair kemudian mengambil strategi untuk kembali dalam Anggaran Dasarnya, khususnya dalam masalah pendidikan. Karena Jami’at Khair sebagai perkumpulan sosial telah dicurigai pemerintah akibat kegiatan politiknya, maka pada tanggal 17 Oktober 1919 dilakukan perubahan bentuk perkumpulan menjadi yayasan pendidikan. Pada tanggal tersebut Jami’at Khair berubah menjadi Yayasan Pendidikan Jami’at Khair berdasarkan Anggaran Dasar Yayasan School Djameat Geir, tertanggal 17 Oktober 1919 yang dimuat dalam akta nomor 143 notaris Jan Willem Roeloffs Valk di Jakarta. Sejak saat itu kegiatan Jami’at Khair dilakukan melalui wadah Yayasan Pendidikan Jami’at Khair. (http://www.republika.co-jamiat-kheir-perlawanan-melalui-pendidikan).
Dengan demikian, Jami’at Khair bisa dikatakan sebagai pelopor pendidikan Islam modern di Indonesia. Dalam Jami’at Khair inlah dididik dan digembleng tokoh ulama KH Ahmad Dahlan dan HOS. Cokroaminoto.

2. Muhammadiyah
A. Kelahiran Muhammadiyah dan Tokoh Pendirinya
Muhammadiyah adalah organisasi Islam, social, dan kebangsaan. Organisasi atau perkumpulan ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal 8 Djulhijah 1330 H oleh KH Ahmad Dahlan.
1) Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan yang nama kecilnya Muhammad Darwis dilahirkan di kampung Kauman di pusat kota Yogyakarta pada tahun 1868 M/1285 H. ayahnya KH Abu Bakar bin KH Muhammad Sulaiman masih keturunan dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang dari walisongo. KH Abu Bakar adalah seorang ulama yang cukup terkenal di Yogyakarta dan menjabat sebagai Khatib di masjid besar Kesultanan di Kauman Yogyakarta. Sedangkan ibunya adalah putrid dari H. Ibrahim bin KH. Hasan yang juga menjabat sebagai penghulu kesultanan Yogyakarta. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa Muhammad Darwis ini dilahirkan dari kelurga Kyai yang taat dalam beragama dan aktif dalam mengembangkan ajaran Islam.
2) Pendidkannya
Semasa kecilnya, Ahmad Dahlan tidak pernah bersekolah secara resmi ke lembaga-lembaga pendiidkan yang ada saat itu karena orang-orang Islam pada saat itu melarang anak-anaknya untuk memasuki sekolah Gubernemen. Tapi walaupun beliau tidak berseklah di lembaga pendidikan, beliau mendapat pendidikan langsung dari ayahnya yang seorang ulama. Selain belajar secara langsung kepada ayahya, dia juga mendapakan pendidikan dari pengajian-pengajian yang diadakan di Yogyakarta yang meliputi nahwu, fiqih, tafsir, dan lain-lain. Dengan bantuan kakaknya (Nyai Haji Saleh), pada tahun 1890 melanjutkan pendidikannya ke Mekkah, dan belajar disana selama satu tahun.
Di Mekkah, KH Ahmad Dahlan bertemu dengan KH Baqir seorang alim dari Kauman Yogyakarta yang bermukim di Mekkah dan membantu mengajarkan ilmu agama kepada KH Ahmad Dahlan. KH Baqir juga mempertemukan KH Ahmad Dahlan dengan Rasyid Ridha dan berdiskusi untuk bertukar pikiran dalam rangka semangat pembaharuan, dan semangat pembharuan ini yang benar-benar diresapi oleh KH Ahmad Dahlan saat itu.

B. Tujuan dan Usaha
Tujuan yang dirumuskan Muhammadiyah dari waktu kewaktu sering berbeda,namun pada esensi maknanya tetap sama. Pada waktu didirikan, rumusan tujuan Muhammadiyah adalah sebagai berikut:
1. Menyebarkan ajaran Nabi Muhammad SAW, kepada penduduk Yogyakarta dan sekitarnya.
2. Memajukan agama Islam kepada anggota-anggotanya.
Setelah Muhammadiyah meluas ke luar daerah Yogyakarta, tujuan ini dirumuskan lagi menjadi:
1. Memajukan dan menggembirakan pengajaran Agama Islam di Hindia Belanda.
2. Memajukan dan menggembirakan hidup sepanjang tidak bertentangan dengan agama Islam kepada masyarakat luas.
Selanjutnya pada zaman Jepang rumusan tujuan Muhammadiyah adalah:
1. Hendak menyiarkan agama Islam serta melatih hidup selaras dengan tuntutannya.
2. Hendak melakukan pekerjaan kebaikan umum.
3. Hendak memajukan pengetahuan dan perdamaian serta budi pekerti yang baik kepada anggota-anggotanya.
Adapun pada zaman kemerdekaan, rumusan tujuan inipun kembali mengalami perubahan, yaitu untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Untuk mewujudkan maksud dan tujuan tersebut, diadakan usaha-usaha:
1. Mengadakan dakwah.
2. Memajukan Pendidikan dan pengajaran.
3. Menghidupsuburkan masyarakat tolong-menolong.
4. Mendirikan dan memelihara tempat ibadah dan wakaf.
5. Mendidik dan mengasuh anak-anak dan pemuda-pemuda supaya kelak menjadi orang Islam yang berarti.
6. Berusaha kearah perbaikan penghidupan dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam.
7. Berusaha dengan segala kebijaksanaan, supaya kehendak dan peraturan Islam berlaku dalam masyarakat.

C. Usaha Muhammadiyah di Bidang Pendidikan
1. Dasar dan Fungsi Lembaga Pendidikan
Yang menjadi dasar pendidikan Muhammadiyah adalah:
a. Tajdid; kesediaan jiwa berdasarkan pemikiran baru untuk mengubah cara berpikir dan cara berbuat yang sudah terbiasa demi mencapai tujuan pendidikan.
b. Kemasyarakatan; antara individu dan masyarakat supaya diciptakan suasana saling membutuhkan. Yang dituju adalah keselamatan masyarakat sebagai suatu keseluruhan.
c. Aktivitas; anak didik harus mengamalkan semua yang diketahuinya dan menjadikan pula aktivitas sendiri sebagai salah satu cara memperoleh pengetahuan yang baru.
d. Kreativitas; anak harus mempunyai kecakapan atau keterampilan dalam menentukan sikap yang sesuai dan menetapkan alat-alat yang tepat dalam menghadapai situasi-situasi baru.
e. Optimisme; anak harus yakin bahwa dengan keridhaan Tuhan, pendidikan akan membawanya kepada hasil yang dicita-citakan, asal dilaksanakan dengan penuh dedikasi dan tanggung jawab, serta menjauhkan diri dari segala sesuatu yang menyimpang dari segala yang digariskan oleh agama Islam.
Adapun lembaga pendidikannya berfungsi sebagai berikut:
a. Alat dakwah ke dalam dan ke luar anggota-anggota Muhammadiyah. Dengan kata lain, untuk seluruh anggota masyarakat.
b. Tempat pembibitan kader; yang dilaksanakan secara sistematis dan selektif, sesuai dengan kebutuhan Muhammadiyah khususnya, dan masyarakat Islam pada umumnya.
c. Gerak amal anggota; penyelenggaraan pendidikan diatur secara berkewajiban terhadap penyelenggaraan dan peningkatan pendidikan itu, dan akan menyekolahkan anak-anak mereka ke sekolah-sekolah Muhammadiyah.

D. Penyelenggaraan Pendidikan
Muhammadiyah mendirikan berbagai jenis dan tingkat pendidikan, serta tidak memisah-misahkan antara pelajaran agama dan pelajaran umum. Dengan demikian, diharapkan bangsa Indonesia dapat dididik menjadi bangsa yang utuh berkepribadian, yaitu pribadi yang berilmu pengetahuan umum luas dan agama yang mendalam.
Pada zaman pemerintah kolnial Belanda, sekolah-sekolah yang dilaksanakan Muhammadiyah adalah:
1. Sekolah Umum, Taman Kanak-kanak (Bustanul Atfal), Vervolg School 2 tahun, Schakel School 4 tahun, HIS 7 tahun, MULO 3 tahun, AMS 3 tahun, dan HIK 3 tahun. Pada sekolah-sekolah tersebut diajarkan pendidikan agama Islam sebanyak 4 jam pelajaran seminggu.
2. Sekolah Agama; Madrasah Ibtidaiyah 3 tahun, Tsanawiyah 3 tahun, Mualimin/Muallimat 5 tahun, Kulliatul Muballigin (SPG Islam) 5 tahun.
Pendidikan yang diselenggarakan Muhammadiyah mempunyai andil yang sangat besar bagi bangsa dan Negara, dan tentu saja menghasilkan keuntungan-keuntungan diantaranya:
1. Menambah kesadaran nasional bangsa Indonesia melalui ajaran Islam.
2. Melalui sekolah-sekolah Muhammadiyah, ide-ide reformasi Islam secara luas disebarkan.
3. Mempromosikan kegunaan ilmu pengetahuan modern.
Selanjutnya pada zaman kemerdekaan, sekolah Muhammadiyah mengalami perkembangan yang pesat. Pada dasarnya, ada empat jenis lembaga pendidikan yang dikembangkan, yaitu:
1. Sekolah-sekolah umum yang bernaung di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu: SD, SMTP, SMTA, SPG, SMEA, SMKK dan sebagainya. Pada sekolah-sekolah ini diberikan pelajaran agama sebanyak 6 jam seminggu.
2. Madrasah-madrasah yang bernaung di bawah Departemen Agama, yaitu: (MA). Madrasah-madrasah ini ada setelah adanya SKB 3 menteri tahun 1976 dan SKB 2 Menteri tahun 1984, mutu pengetahuan umumnya sederajat dengan pengetahuan dari sekolah umum yang sederajat.
3. Jenis sekolah atau Madrasah khusus Muhammadiyah, yaitu: Muallimin, Muallimat, Sekolah Tabliq dan Pesantren Muhammadiyah.
4. Perguruan Tinggi Muhammadiyah; untuk Perguruan Tinggi Muhammadiyah umum di bawah pembinaan Kopertais (Depdikbud), dan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Agama di Bawah pembinaan Kopertais (Departemen Agama).

E. Strategi Pengembangan Pendidikan
System pendidikan yang dikembangkan adalah sistesis antara system pendidikan Islam tradisional yang berbasis di Pesantren dan system pendidikan modern. Tujuan akhir (the ultimate goal) yang hendak dicapai ialah menghasilkan lulusan yang memiliki pengetahuan umum yang memadai atau istilah yang tren sekarang “ulama intelek”.
Sikap Muhammadiyah yang mengambil jalan tngah dalam system pendidikannya, membawa pengaruh atau efek cukup luas pada perkembangan kehidupan keagamaan di Indonesia.

F. Pesantren Muhammadiyah
Pertama kali KH. Ahmad Dahlan mencoba mendirikan pesantren yang dinamakan dengan “Pondok Muhammadiyah” pada tahun1912. Karel A. Steenbrink dalam bukunya Pesantren, Madrasah dan Sekolah, mencatat bahwa pada tahun 1968, pimpinan Muhammadiyah di Yogyakarta mencoba membuat pola pendidikan baru yang dinamakan “Pendidikan Ulama Tarjih”. Usaha itu dimulai dengan membentuk suatu kelompok dengan anggota paling banyak 25 orang. Kelompok ini selama tiga tahun secara tetap belajar pada seorang guru (Kyai) seperti di Pesantren. Waktu belajar dilaksanakan disekitar waktu shalat. Pelajaran diberikan tiap hari, kecuali hari jum’at. Tidak mengenal hari libur dan tidak mengenal ijazah yang diakui pemerintah. Selama jam belajar, para santri tidak belajar di atas bangku melainkan bersila di atas lantai. Pada tahun kedua, diberikan pelajaran tambahan bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan ilmu pendidikan (Karel: 1986, dalam Enung dan Fenti, 2006: 87).
Organisasi Muhammadiyah tersebar ke seluruh pelosok tanah air, secara vertical dan diorganisasikan dari tingkat pusat, wilayah, daerah, cabang, dan ranting. Untuk menangani kegiatan yang beragam tersebut dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang bertugas membentuk Pimpinan Perserikatan menurut bidangnya masing-masing.
Kesatuan-kesatuan kerja ini berbentuk majelis-majelis, antara lain: Majelis Tarjih, Majelis Tabligh, Majelis Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, Majelis Pembinaan Kesejahteraan Umat (PKU), Majelis Pustaka, dan Majelis Bimbingan Pemuda.
Ada juga organisasi-organisasi otonom di bawah naungan Muhammadiyah seperti Aisyiyah (bagian wanitanya), Nasyiatul Aisyiyah (bagian putrid-putrinya), Pemuda Muhammadiyah, dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Di bidang kepanduan juga terdapat Hizbul Wathan

DAFTAR PUSTAKA

Enung K. Rukiati, Fenti Hikmawati, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung, Pustaka Setia: 2006
http://www.republika.co-jamiat-kheir-perlawanan-melalui-pendidikan.

kecerdasan interpersonal dan musical

MUSICAL INTELLIGENCE DAN INTERPERSONAL INTELLIGENCE SERTA PENERAPAN METODENYA

A. Pendahuluan
Setiap peserta didik yang mengikuti kegiatan belajar memiliki tingkat dan jenis karakteristik yang beragam, selain itu mereka juga memiliki kecerdasan yang berbeda-beda. Seorang guru yang professional, harus mampu mengakomodasi berbagai perbedaan tersebut sehingga proses belajar mengajar yang dilakukannya dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Ada delapan kecerdasan majemuk yang dikemukakan oleh Howard Gardner. Diantara yang kedelapan itu ialah kecerdasan musical dan kecerdasan interpersonal. Adapun makalah ini hanya akan mengangkat permasalahan tentang Apa itu kecerdasan musical dan kecerdasan interpersonal, serta bagaimana ciri-ciri orang yang memilikinya. Perlu bagi kita sebagai calon guru untuk mengetahuinya sehingga dalam proses belajar mengajar kita dapat memilih serta menerapkan metode yang tepat.

B. Pembahasan
1. Musical Intelligence, Ciri-ciri dan Penerapan Metodenya

Intelligensi musik adalah kemampuan berpikir melalui musik, kemampuan mendengarkan pola suara, mengingat, menggabungkan dan memanipulasi. Musik adalah kemampuan dan kemampuan ini dimiliki oleh manusia sehingga dapat diartikan sebagai intelegensi musik. (http://psikometrika.com/tag/intelegensi-interpersonal/).
Kecerdasan musik merupakan bagian dari kecerdasan jamak yang berkaitan dengan kepekaan mendengarkan suara musik dan suara lainnya. Kemunculan kecerdasan ini dapat dilihat dari kemampuan dalam menghasilkan dan mengapresiasi ritme dan musik yang dapat diwujudkan dalam kemampuan mempersepsikan.
Kecerdasan ini merupakan salah satu kecerdasan teori multiple intelegensi yang dikembangkan oleh Howard Gardner, guru besar dari Harvard University. Menurutnya, kecerdasan bermusik mencakup kepekaan dan penguasaan terhadap nada, irama, pola-pola ritme, tempo, instrument, dan ekspresi musik, hingga seseorang dapat menyanyikan lagu, bermain musik dan menikmati musik.
Gardner mengatakan pada dasarnya setiap anak memiliki kecerdasan musikal secara alamiah. Kecerdasan musik alamiah anak menjadi bertambah atau
berkurang tergantung kepada lingkungan. Menurut Psikolog Dra. Clara Kriswanto, MA. CPBC, mengemukakan bahwa kecerdasan musik dapat distimulasi sejak dalam kandungan hingga usia tiga tahun. Karena pada masa rentang usia ini otak anak sedang tumbuh pesat.
Kecerdasan musik diindikasikan memiliki banyak pengaruh terhadap perkembangan kognitif dan aspek emosional. Dr. Frances Rauscher dari University
of Wisconsiin dan Dr. Gordon Shaw dari University of California menyimpulkan
musik melibatkan rasio, pembagian, proporsi, serta daya pikir dalam ruang dan
waktu.
Sebagian orang menyebut kecerdasan musikal sebagai kecerdasan ritmik, orang yang mempunyai kecerdasan jenis ini sangat peka terhadap suara atau bunyi, lingkungan dan juga musik.
Orang dengan kecerdasan musical mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Mendengarkan dan memberikan respons dengan minat yang besar terhadap berbagai jenis suara
b. Menikmati dan mencari kesempatan untuk bisa mendengarkan music atau suara alam
c. Mengerti nuansa emosi yang terkandung dalam suatu music
d. Mengumpulkan music baik dalam bentuk rekaman (kaset, CD) maupun dalam bentuk tulisan/cetak
e. Mampu bernyanyi atau bermain alat music
f. Menggunakan kosakata dan notasi music
g. Senang melakukan improvisasi dan bermain dengan suara
h. Mampu melakukan analisis dan kritik terhadap suatu music.
i. Tertarik menerjuni karier sebagai panyanyi, pemain music, produser, guru musik, konduktor atau teknisi music
Metode pembelajaran yang tepat untuk kecerdasan musical/musical intelligence menurut kami adalah metode demonstrasi. Abuddin Nata mengatakan Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan meragakan atau mempertunjukkan kepada peserta didik tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik yang sebenarnya maupun tiruannya (Abuddin Nata, 2009: 183).
Dalam suatu Hadist pernah Nabi menerangkan kepada umatnya; sabda Rasulullah SAW:
“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat. (HR. Bukhari).
Bila kita perhatikan Hadist tersebut, nyatalah bahwa cara-cara shalat Nabi tersebut pernah dipraktekkan dan didemonstrasikan oleh Nabi Muhammad SAW.
Suatu demonstrasi yang baik membutuhkan persiapan yang teliti dan cermat. Secara umum dapatlah dikatakan bahwa untuk melakukan demonstrasi yang baik diperlukan:
1) Perumusan tujuan instruksional khusus yang jelas yang meliputi berbagai aspek, sehingga dapat diharapkan murid-murid itu akan dapat melaksanakan kegiatan yang di demonstrasikan itu setelah pertemuan berakhir.
2) Menetapkan garis besar langkah-langkah demonstrasi yang dilaksanakan dan sebaiknya sebelum demonstrasi, guru sudah mencobakannya lebih dahulu agar demonstrasi itu tidak gagal pada waktunya
3) Mempertimbangkan waktu yang dibutuhkan
4) Mempertimbangkan penggunaan alat Bantu pengajaran lainnya.
Dengan metode demonstrasi ini pengajaran menjadi semakin jelas, mudah diingat dan dipahami, proses belajar lebih menarik, mendorong kreativitas peserta didik, dan sebagainya. Metode demonstrasi ini didasarkan pada asumsi bahwa mengerjakan dan melihat langsung lebih baik dari hanya sekedar mendengar. Adanya perbedaan pada sifat pelajaran yang antara lain adanya pelajaran yang mengharuskan peragaan, serta adanya perbedaan tipe belajar peserta didik, yakni ada yang tipe visual, auditif, motorik, dan campuran.
Namun demikian, metode ini memiliki kekurangan, antara lain memerlukan keterampilan guru secara khusus, keterbatasan peralatan, tempat, waktu, dan biaya yang terbatas, serta adanya persiapan yang lebih matang dan terencana.

2. Interpersonal Intelligence, ciri-ciri dan Penerapan Metodenya

Menurut Lwin et al (2008: 197), kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk memahami dan memperkirakan perasaan, temperamen, suasana hati, maksud dan keinginan orang lain dan menanggapinya secara layak.
Kecerdasan interpersonal adalah kapasitas untuk memahami maksud, motivasi, dan keinginan orang lain (Prasetyo dan Andriani, 2009: 74). Kecerdasan interpersonal, menurut Safaria (2005: 23), merupakan kemampuan dan keterampilan seseorang dalam menciptakan relasi sosialnya sehingga kedua belah pihak berada dalam situasi menyenangkan atau saling menguntungkan (Safaria, 2005: 23). Menurut Safaria (2005: 23) individu yang tinggi kecerdasan interpersonalnya akan mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan orang lain, berempati secara baik, mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang lain, dapat dengan cepat memahami temperamen, sifat, suasana hati, motif orang lain.
Pilihan pekerjaan yang cocok untuk seseorang yang memiliki kelebihan pada kecerdasan interpersonalnya antara lain: guru, konselor, psikolog, psikiater, pekerja sosial, profesioal pengembangan sumber daya manusia, salesman, mediator, dll.
Orang dengan kecerdasan intrpersonal yang berkembang baik memilki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Membentuk dan mempertahankan suatu hubungan social
b. Mampu berinteraksi dengan orang lain
c. Mengenali dan menggunakan berbagai cara untuk berhubungan dengan orang lain
d. Mampu mempengaruhi pendapat atau tindakan orang lain
e. Turut serta dalam upaya bersama dan mengambil berbagai peran yang sesuai, mulai dari menjadi pengikut hingga menjadi seorang pemimpin
f. Mengamati perasaan, pikiran, motivasi, perilaku, dan gaya hidup orang lain
g. Mengerti dan berkomunikasi dengan efektif baik dalam bentuk verbal maunpun nonverbal
h. Mengembangkan keahlian untuk menjadi penengah dalam suatu konflik, mampu bekerja sama dengan orang yang mempunyai latara belakang yang beragam
i. Tertarik menekuni bidang ynag berorientasi interpersonal seperti menjadi pengajar, konseling, manajemen, atau politik
j. Peka terhadap perasaan, motivasi, dan keadaa mental seseorang
Kecerdasan interpersonal memungkinkan kita untuk berkomunikasi dan memahami orang lain, mengerti kondisi pikiran atau suasana hati yang berbeda, sikap atau temperamen, motivasi dan kepribadian. Kecerdasan ini juga meliputi kemampuan untuk membentuk dan mempertahankan suatu hubungan. Mereka memiliki kemampuan untuk mempengaruhi kawannya dan biasanya sangat menonjol dalam melakukan kerja kelompok.
Kecerdasan interpersonal yang berhasil dikembangkan dengan baik akan sangat menentukan keberhasilan seseorang dalam hidupnya setelah ia menyelesaikan pendidikan formalnya.
Cara-cara mengembangkan kecerdasan interpersonal
a. Melatih kemampuan berkomunikasi efektif secara verbal dan nonverbal
b. Mempelajari dan mengerti serta peka terhadap mood, motivasi dan perasaan orang lain
c. Bekerja sama dalam suatu kelompok
d. Belajar dalam suatu kelompok (belajar dengan berkolaborasi)
e. Menjadi mediator dalam penyelesaian suatu konflik
f. Mengamati dan mengerti maksud tersembunyi dari suatu sikap, perilaku dan cara pandangan seseorang.
g. Belajar melihat sesuatu dari suatu sudut pandang orang lain.
h. Menciptakan dan mempertahankan sinergi.
i. Simpati terhadap orang lain
j. Empati terhadap orang lain
Metode yang tepat untuk pembelajaran pada kecerdasan interpersonal menurut kami adalah metode kerja kelompok. Metode kerja kelompok adalah penyajian materi dengan cara pemberian tugas-tugas untuk mempelajari sesuatu kepada kelompok-kelompok belajar yang sudah ditentukan dalam rangka mencapai tujuan (Ramayulis, 1999: 179).
Metode kerja kelompok atau bekerja dalam situasi kelompok mengandung pengertian bahwa siswa dalam satu kelas dipandang sebagai satu kesatuan (kelompok) tersendiri ataupun dibagi atas kelompok-kelompok kecil (Nana Sudjana, 2009: 82).
Dari beberapa uraian tentang metode kerja kelompok di atas, dapat kita simpulkan bahwa kerja kelompok itu adalah belajar dengan mengelompokkan siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang telah diberikan oleh guru. Metode ini sangat tepat sekali untuk digunakan bagi mereka yang memiliki kecerdasan interpersonal dimana mereka dapat belajar bersama orang lain dan kecenderungannya untuk bersosialisasi dengan orang lain akan terwujud.
Dalam pelaksanaannya dapat ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:
1) Membentuk kelompok
2) Pemberian tugas-tugas kepada kelompok
3) Masing-masing kelompok mengerjakan tugasnya
4) Guru atau guru bersama siswa melakukan penilaian

C. Penutup
Musical Intelligence/kecerdasan musical adalah kecerdasan yang lebih dominan kepada hal-hal yang berhubungan dengan seni terutama musik. Orang-orang yang memiliki kecerdasan ini biasanya sangat menyukai hal-hal yang berhubungan dengan seni. Pekerjaan yang tepat untuk orang-orang yang memiliki kecerdasan ini antara lain:
1. Pemain musik
2. Composer musik
3. Pencipta lagu
4. Vokalis, dan sebagainya
Metode yang dapat digunakan untuk pembelajaran pada orang-orang yang memiliki kecerdasan musical ini yaitu metode demonstrasi. Dengan metode demonstrasi mereka akan lebih mudah dalam memahami pelajaran yang diberikan.
Sedangkan orang dengan kecerdasan interpersonal, memiliki kemampuan sosial yang tinggi. Mudah berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain. Selain itu, orang dengan kecerdasan ini sanggup menempatkan diri dan membaca situasi orang-orang di sekitarnya. Ia bisa dengan cepat beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Kegiatan-kegiatan berkelompok akan lebih disukai.
Dengan kecerdasan interpersonal yang baik seseorang dapat:
a. Menjadi orang dewasa yang sadar secara sosial dan mudah menyesuaikan diri.
b. Menjadi berhasil dalam pekerjaan, dan
c. Mewujudkan kesejahteraan emosional dan fisik.
Untuk itulah pengembangan kecerdasan interpersonal merupakan usaha yang harus dilakukan oleh setiap individu dengan jalan antara lain:
1) Melatih dirinya berkomunikasi secara efektif,
2) Belajar bekerja sama dengan orang lain,
3) Belajar untuk memahami pikiran, perasaan, dan maksud orang lain,
4) Mengembangkan karakter yang mendukung aktivitas menjalin relasi dengan orang lain, misalnya ramah, rendah hati, berpikiran positif, dll.
Metode yang dapat digunakan untuk mereka yang memiliki kecerdasan ini yaitu metode kerja kelompok. Dalam metode kerja kelompok mereka dapat bersosialisasi dengan teman-temannya sehingga belajarnya dapat lebih efektif.

D. Daftar Bacaan
Abuddin Nata. (2009). Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana.
May Lwin, (et al) (2008) Cara Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan. Yogyakarta: PT INdeks.
Nana Sudjana. (2009). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algesindo, Cet 10.
Prasetyo, J.J. Reza dan Yeni Andriani. (2009) Multiply Your Multiple Intelligences. Yogyakarta: Andi.
Ramayulis. (1999). Metodologi Pengajaran Agama, Jakarta: Kalam Mulia
Safaria, T. (2005) Interpersonal Intelligence: Metode Pengembangan Kecerdasan Interpersonal Anak. Yogyakarta: Amara Books.
http://psikometrika.com/tag/intelegensi-interpersonal/
http://bietafilo.blogspot.com/2010/10/kecerdasan-musikal.html