Senin, 27 Januari 2020

Makalah Fiqih Muamalah

BAB I
PENDAHULUAN

            Islam adalah  agama yang komprehensif yang mengatur segala seluk beluk kehidupan manusia, baik itu berupa Aqidah, Ibadah, maupun Muamalah. Pada awal munculnya, bidang bahasan fiqih oleh para fuqaha dibagi dalam tiga bagian yaitu : bidang aqidah yang membicarakan masalah keimanan, bidang ibadah yang berbicara tentang hubungan manusia dengan Tuhan, adapun bidang yang ketiga yaitu muamalah yang membahas hubungan manusia dengan sesama dalam artian sosial kemsyarakatan.
            Muamalah adalah bagian dari hukum Islam yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lain, bik seseorang tersebut pribadi maupun badan hukkum seperti perseroan, firma, yayasan dan negara. Adapun hukum Islam yang berhubungan dengan muamalah adalah jual beli, sewa menyewa, perserikatan dll.
            Namun dalam waktu panjang, materi muamalah cenderung diabaikan oleh banyak orang, padahal ajaran muamalah adalah ajaran yang cukup penting dalam ajaran Islam. Akibatnya terjadilah ajaran Islam persial ( sepotong-sepotong), akibat lain adalah terbelakangnya perekonomian kaum muslimin dan banyaknya kaum muslimin  yang melaanggar prinsip-prinsip Islam dalam mencari nafkah hidupnya dan lain sebagainya.

A. Pengertian Fiqih Muamalah
            Fiqih muamalah terdiri dari dua kata yaitu fiqih dan muamalah. Secaara etimologi kata fiqih mempunyai faham atau pemahaman yang mendalam dan memerlukan potensi akal.
            Sedangkan pengertian fiqih secara terminologi memiliki banyak arti dari para ulama diantaranya Imam Haramain memberikan definisi bahwa fiqih adalah pengetahuan hukum syara’ dengan jalan ijtihad, ada juga ulama yang mendefinisikan fiqih dengan himpunan hukum syara’ tentang poerbuatan manusia yang diambil dari dalil yang terperinci. Namun para ulama lebih banyak mendefinisikan fiqih dengan pengetahuan keagamaan atau hukum syariah Islam yang mencakup seluruh ajaran agama yang berkaitan dengan perbuatan manusia muslim yang telah dewasa dan berakal sehat yang diambil dari dalil-dalil terperinci.
            Adapun muamalah secara etimologi berarti saling bertindak, saling beramal, dan saling berbubat. Dan secara terminologi muamalah ialah peraturan-peraturan Allah yang harus diikuti dan ditaati dalam kehidupan bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia. Namun belakangan ini pengertian muamalah lebih banyak difahami sebagai aturan-aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan sesama dalam memperoleh dan mengembangkan harta benda atau lebih tepatnya aturan Islam tentang kegiatan ekonomi manusia.

B. Tujuan dan Fungsi
1. Tujuan
            Pembelajaran Fiqih bertujuan untuk membekali peserta didik agar dapat: (1) mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum Islam secara terperinci dan menyeluruh, baik berupa dalil naqli dan aqli. Pengetahuan dan pemahaman tersebut diharapkan menjadi pedoman hidup dalam kehidupan dan sosial. (2) Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar. Pengalaman tersebut diharapkan menumbuhkan ketaatan menjalankan hukum Islam, disiplin dan tanggung jawab sosial yang tinggi dalam kehidupan pribadi maupun sosial.


2. Fungsi
            Pembelajaran Fiqih ini berfungsi untuk : (a) Penanaman nilai-nilai dan kesadaran beribadah peserta didik kepada Allah Swt. sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat; (b) Penanaman kebiasaan melaksanakan hukum Islam di kalangan peserta didik tarbiyatul mujahidin dan masyarakat secara arti luas ; (c) Pembentukan kedisiplinan dan rasa tanggung jawab sosial ; (d) Pengembangan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah. Swt. serta akhlaq mulia peserta didik seoptimal mungkin, melanjutkan yang telah ditanamkan lebih dahulu dalam lingkungan keluarga; (d) Pembangunan mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui ibadah dan muamalah; (e) Perbaikan kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan dan pelaksanaan ibadah dalam kehidupan sehari-hari; (f) Pembekalan peserta didik untuk mendalami Fikih/hukum Islam pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.







BAB II
PEMBAHASAN

1. MUAMALAT JUAL BELI, HUTANG PIUTANG DAN RIBA
A. Jual-beli (Al-bay'u)
            Al-bay'u menurut bahasa artinya memberikan sesuatu dengan imbalan sesuatu atau menukarkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Sedangkan menurut syara' adalah menukarkan suatu harta benda dengan alat pembelian yang sah atau dengan harta benda yang lain dan keduanya menerima untuk dibelanjakan dengan ijab dan qabul menurut cara yang diatur oleh syara'.
            Jual-beli adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan manusia dalam rangka untuk mempertahankan kehidupan mereka di tengah-tengah masyarakat.
Allah SWT berfirman :
"Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah : 275 )
            Hukum jual-beli pada dasarnya ialah halal atau boleh, artinya setiap orang Islam dalam mencari nafkahnya boleh dengan cara jual-beli. Hukum jual-beli dapat menjadi wajib apabila dalam mempertahankan hidup ini hanya satu-satunya (yaitu jual-beli) yang mungkin dapat dilaksanakan oleh seseorang.
            Rasulullah SAW bersabda :
”Dari Rifaah bin Rafi' ra, sesungguhnya Nabi SAW ditanya tentang mata pencaharian apakah yang paling baik. Beliau menjawab : "Pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan tiap-tiap jual-beli yang bersih". (HR. Al-Bazzar dan disahkn oleh Al-Hakim).

Allah SWT berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS. An-Nisaa : 29)

            Ayat ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa untuk memperoleh rizki tidak boleh dengan cara yang bathil, yaitu yang bertentangan dengan hukum Islam dan jual-beli harus didasari saling rela-merelakan, tidak boleh menipu, tidak boleh berbohong, dan tidak boleh merugikan kepentingan umum.
1. Rukun Jual-beli
a. Penjual
b. Pembeli
c. Barang yang diperjualbelikan
d. Alat untuk menukar dalam kegiatan jual beli (harga)
e. Aqad, yaitu ijab dan qabul antara penjual dan pembeli

2. Syarat Sah Jual-beli
Syarat sah penjual dan pembeli terdiri dari :
·        Baligh
            Yaitu baik penjual maupun pembeli keduanya harus dewasa. Dengan demikian anak yang belum dewasa tidak sah melakukan jual-beli. Anak yang sudah mengerti dalam rangka mendidik mereka, diperbolehkan melakukan jual-beli pada hal-hal yang ringan.
·        Berakal sehat.
Allah SWT berfirman :
"Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik." (QS. An-Nisaa : 5).

·        Tidak ada pemborosan, artinya tidak suka memubazirkan harta benda. Allah SWT berfirman :
"Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya." (QS. Al-Israa : 27)

·        Suka sama suka (saling rela), yaitu atas kehendak sendiri, tidak dipaksa orang lain. Rasulullah SAW bersabda : "Sesungguhnya jual beli itu sah apabila terjadi suka sama suka." (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Majah).

3. Syarat sah barang yang diperjual-belikan
·        Barang itu suci
            Oleh sebab itu tidak sah jual-beli barang najis seperti bangkai, babi dan sebagainya.
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Jabir bin Abdullah ra, sesungguhnya ia mendengar Rasulullah SAW bersabda pada tahun kemenangan (Fathu Makkah) di Makkah : "Sesungguhnya Allah telah mengharamkan jual-beli khamar (arak), bangkai, babi dan berhala (patung)." (HR. Muttafaqun 'alaih).

·        Barang itu bermanfaat
 Oleh sebab itu barang yang tidak bermanfaat seperti lalat, nyamuk dan sebagainya tidak sah diperjualbelikan.
·        Barang itu milik sendiri atau diberi kuasa orang lain.
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Umar bin Syuaib dari ayahnya, dari kakeknya , dari Nabi SAW. Beliau bersabda : "Tidak ada thalaq (tidak sah thalaq) kecuali pada perempuan yang engkau miliki, tidak ada kemerdekaan budak kecuali kepada budak yang engkau miliki dan tidak ada jual-beli kecuali kepada barang yang engkau miliki". (HR. Abu Dawud, At-Turmudzi dengan sanad hasan)

·        Barang itu jelas dan dapat dikuasai oleh penjual dan pembeli.
Oleh karena itu tidak sah jual-beli barang yang masih ada di laut atau di sungai dan sebagainya.
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Ibnu Mas'ud re, ia berkata : Nabi SAW bersabda : "Janganlah kamu sekalian membeli ikan yang masih di dalam air, karena sesungguhnya hal itu adalah mengandung gharar (tipu muslihat)". (HR. Ahmad)

·        Barang itu dapat diketahui kedua belah pihak (penjual dan pembeli) baik kadarnya (ukuran dan timbangannya), jenisnya, sifatnya maupun harganya.
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Abu Hurairah ia berkata : Rasulullah SAW telah melarang jual-beli lempar-melempar (mengundi nasib) dan jual-beli gharar (tipu muslihat). (HR. Muslim)

            Dalam jual-beli, di samping syarat sah di atas harus ada kesepakatan harga antara penjual dan pembeli dan harus ada ijab qabul. Ijab ialah ucapan penjual bahwa barang ini saya jual kepadamu dengan harga sekian. Sedangkan qabul adalah ucapan pembeli bahwa barang itu sudah dibeli dari penjual dengan harga sekian.
4. Bentuk Jual-beli yang Terlarang
Jual-beli yang tidak sah karena kurang syarat rukun
·        Jual-beli dengan sistem ijon, yaitu jual-beli yang belum jelas barangnya, seperti buah-buhan yang masih muda, padi yang masih hijau yang memungkinkan dapat merugikan orang lain.
Dari Ibnu Umar, Nabi SAW telah melarang jual-beli buah-buhan sehingga nyata baiknya buah itu. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
·        Jual-beli binatang ternak yang masih dalam kandungan dan belum jelas apakah setelah lahir anak binatang itu hidup atau mati.
Sesungguhnya Rasulullah SAW melarang jual-beli anak binatang yang masih dalam kandungan induknya. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
·        Jual-beli sperma (air mani) binatang jantan.
Dari Jabir bin Abdullah ra, ia berkata : Rasulullah SAW telah melarang jual-beli kelebihan air. (HR. Muslim) dan Nabi menambahkan pada riwayat yang lain bahwa belia telah melarang (menerima bayaran) dari persetubuhan air (mani) jantan. (HR. Muslim dan An-Nasai)
            Adapun meminjamkan binatang jantan untuk dikawinkan dengan binatang betina orang lain tanpa maksud jual-beli hal ini sah, malah dianjurkan. Rasulullah SAW bersabda :
Dari Abu Kabsyah, Nabi SAW telah bersabda : "Siapa yang telah mencampurkan binatang jantan dengan binatang betina kemudian dengan pencampuran itu mendapatkan anak, maka ia akan mendapatkan pahala sebanyak tujuh puluh binatang." (HR. Ibnu Hibban)
·         Jual-beli barang yang belum ada di tangan
            Maksudnya ialah barang yang dijual itu masih berada di tangan penjual pertama. Dengan demikian secara hukum, penjual belum memiliki barang tersebut.

Rasulullah SAW telah bersabda : "Janganlah engaku menjual sesuatu yang baru saja engkau beli sehingga engkau menerima barang itu." (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi)
·        Jual-beli benda najis, minuman keras, babi, bangkai dan sebagainya.
5. Jual-beli sah tapi terlarang
            Jual-beli ini disebabkan karena ada satu sebab atau akibat dari perbuatan itu. Yang termasuk dalam jual-beli jenis ini adalah :
            Jual-beli yang dilakukan pada waktu shalat jum'at. Hal ini akan menyebabkan orang lupa menunaikan shalat jum'at. Allah SWT berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. Al-Jumuah : 9)
            Jual-beli dengan niat untuk ditimbun pad saat masyarakat membutuhkan. Jual-beli ini sha tetapi dilarang karena ada maksud tidak baik, yaitu akan menjualnya dengan harga yang lebih mahal. Rasulullah SAW bersabda :
"Tidaklah seseorang meimbun barang kecuali orang yang durhaka." (HR. Muslim)
            Membeli barang dengan mengahadang di pinggir jalan. Hal ini sah tetapi terlarang karena penjual tidak mengetahui harga umum di pasar sehingga memungkinkan ia menjual barangnya dengan harga lebih rendah.
Membeli atau menjual barang yang masih dalam tawaran orang lain. Rasulullah SAW bersabda :
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda : "Janganlah sebagian kamu menjual atau membeli dari sebagain kamu atas barang yang sudah dijual/dibeli oleh orang lain." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Jual-beli dengan menipu, seperti mengurangi timbangan, takaran atau ukuran.
6. Pembatalan Jual-beli Terhadap Orang yang Menyesal
            Jika jual-beli telah terjadi, kemudian pembeli menyesal karena mungkin barang yang dibeli itu keliru atau kemungkinan yang lain dan ia menginginkan pembatalan jual-beli, maka sangat dianjurkan kepada penjual untuk menerima pembatalan itu. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW :
"Siapa yang membatalkan jual-belinya terhadap orang yang menyesal, maka Allah akan menghindarkan dia dari kerugian usahanya." (HR. Al-Bazzar)


B. Muamalat Hutang – piutang (ad-dayn)
            Hutang-piutang menurut syara ialah aqad untuk memberikan sesuatu benda yang ada harganya atau berupa uang dari seseorang kepada orang lain yang memerlukan dengan perjanjian orang yang berutang akan mengembalikan dengan jumlah yang sama. (QS. Al-Baqarah : 282)
            Orang yang berhutang hukumnya mubah (boleh), sedangkan orang yang memberi pinjaman hukumnya sunnah, sebab ia termasuk orang yang menolong sesamanya. Hukum ini dapat berubah menjaid wajib jika orang yang meminjam itu benda-benar dalam keadaan terdesak, misalnya hutang beras bagi orang yang kelaparan, hutang uang untuk biaya pengobatan, dan lain sebagainya.
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Ibnu Mas'ud ra, sesungguhnya Nabi SAW telah besabda "Seorang muslim yang memberi pinjaman kepada seorang muslim dua kali, seolah-olah dia telah bersedekah kepadanya satu kali". (HR. Ibnu Majah)

            Antara orang yang menghutangi dengan orang yang berhutang dilarang memberikan sayarat agar dalam pengembalian hutang itu dilebihkan nilainya.
Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah SAW telah berhutang binatang ternak, kemudian beliau membayar dengan binatang yang lebih besar umurnya daripada binatang yang beliau pinjam itu, dan Rasulullah bersabda : "Orang yang paling baik di antara kamu adalah orang yang membayar hutangnya dengan yang lebih baik." (HR. Ahmad At-Turmudzi dan disahkannya).
C. R i b a
            "Ar-ribaa" menurut bahasa artinya az-ziyaadah yaitu tambahan atau kelebihan. Riba menurut istilah syara' ialah suatu aqad perjanjian yang terjadi dalam tukar-menukar suatu barang yang tidak diketahui sama atau tidaknya menurut syara' atau dalam tukar-menukar itu disyaratkan dengan menerima salah satu dari dua barang.
Riba hukumnya haram dan Allah melarang untuk memakan barang riba. Allah SWT berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan." (QS. Ali Imran : 130).
            Jika Allah melarang hamba untuk memakan riba, maka Allah juga menjanjikan untuk melipat-gandakan orang yang dengan ikhlas mengeluarkan zakat, infaq dan shadaqah. Allah SWT berfirman :
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Jabir ra, ia berkata, Rasulullah SAW telah melaknat ornag-orang yang memakan riba, orang yang menjadi wakilnya (orang yang memberi makan hasil riba), orang yang menuliskan, orang yang menyaksikannya dan (selanjutnya Nabi bersabda) mereka itu semua sama saja." (HR. Muslim).

1. Jenis-jeni Riba
A. Riba Fadhl,
            Yaitu tukar-menukar dua barang yang sama jenisnya dengan tidak sama ukurannya yang disyaratkan oleh yang menukarkan. Contoh, tukar-menukar emas dengan emas, beras dengan beras, dengan ada kelebihan yang disyaratkan oleh orang yang menukarkannya. Supaya tukar-menukar seperti ini tidak termasuk riba, maka harus memenuhi tiga syarat :

1. Tukar-menukar barang tersebut harus sama
2. Timbangan atau takarannya harus sama
3. Serah terima pada saat itu juga.

            Rasulullah SAW bersabda :
Dari Ubadah bin Ash-Shamit ra, Nabi SAW telah bersabda : "Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan syair, kurma dengan kurma, garam dengan garam, hendaklah sama banyaknya, tunai dan timbang terima, maka apabila berlainan jenisnya, maka boleh kamu menjual sekehendakmu, asalkan dengan tunai." (HR. Muslim dan Ahmad).

B. Riba Qardhi,
            Yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan dari orang yang meminjami. Contoh, A meminjam uang kepada B sebesar Rp. 5.000 dan B mengharuskan kepada A mengembalikan uang itu sebesar Rp. 5.500. Tambahan lima ratus rupiah adalah riba qardhi.

C. Riba Yad,
yaitu berpisah dari tempat aqad jual-beli sebelum serah terima. Misalnya orang yang membeli suatu barang sebelum ia menerima barang tersebut dari penjual, antara penjual dan pembeli berpisah sebelum serah terima barang itu.

D. Riba Nasiah,
yaitu tukar-menukar dua barang yang sejenis maupun tidak sejenis atau jua-beli yang bayarannya disyaratkan lebih oleh penjual dengan dilambatkan. Contoh, A membeli arloji seharga Rp. 500.000. Oleh penjual disyaratkan membayarnya tahun depan dengan harga Rp. 525.000. Ketentuan melambatkan pembayaran satu tahun dinamakan riba nasiah.

Rasulullah SAW bersabda :
Dari Samurah bin Jundub ra, sesungguhnya Nabi SAW telah melarang jual-beli bintang dengan binatang yang pembayarannya diakhirkan." (HR. Lima ahli hadits dan disahkan oleh At-Turmudzi dan Abu Dawud).

2. MUAMALAT  SYIRKAH,MUDHARABAH , MUSAQAH, DAN MUZARA’AH
1. Musyarakah (Syirkah)
            Syirkah atau syarikah atau musyarakah merujuk pada kemitraan dua orang atau lebih. Rasulullah s.a.w. melakukan kemitraan (syirkah) dalam berbisnis. Dari As-Saib bin Syuraik, dia berkata : ”Aku mendatangi Rasulullah s.a.w.,lalu para sahabat menyanjungku. Rasulullah s.a.w. kemudian bersabda :”Aku lebih tahu daripada kalian tentang dirinya (Saib)”. Aku berkata : ”Engkau benar, demi bapak dan ibuku engkau adalah mitra usahaku dan engkau adalah sebaik-baik mitra, engkau tidak membujuk dan tidak membantah (Abu Daud). Demikian pula dari Abu Hurairah r.a., ia berkata : ”Rasulullah s.a.w. bersabda : Allah azza wa jalla berfirman : Aku adalah ketiga dari dua orang yang berserikat, selama salah seorang dari keduanya tidak mengkhianati sahabatnya. Apabila ia telah mengkhianatinya, maka Aku keluar dari keduanya (Abu Daud dan Al Hakim).
A. syirkah syari’ah (bentuk kongsi yang disyaratkan)
Dalam kitabnya, as-Sailul Jarrar III: 246 dan 248, Imam Asy-Syaukani rahimahullah menulis sebagai berikut, “(Syirkah syar’iyah) terwujud (terealisasi) atas dasar sama-sama ridha di antara dua orang atau lebih, yang masing-masing dari mereka mengeluarkan modal dalam ukuran yang tertentu. Kemudian modal bersama itu dikelola untuk mendapatkan keuntungan, dengan syarat masing-masing di antara mereka mendapat keuntungan sesuai dengan besarnya saham yang diserahkan kepada syirkah tersebut. Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 687 - 689.
2. Mudharabah
            Mudharabah yang mempunyai arti perjalanan atau perjalanan untuk tujuan dagang. Secara istilah, mudharabah merupakan kontrak antara dua pihak, pihak pertama disebut rab al maal (shahibul maal) atau investor mempercayakan kepada pihak kedua, yang disebut mudharib, dengan tujuan menjalankan dagang. Mudharib menyediakan tenaga dan waktunya serta mengelola kongsi mereka sesuai dengan syarat-syarat kontrak. Keuntungan dibagi antara rab al maal dengan mudharib berdasarkan yang telah disepakati. Jika mengalami kerugian, ditanggung shahibul maal, selama kerugian itu bukan kelalaian mudharib. Orang Medinah menyebut kemitraan ini dengan muqaradhah, yang berasal dari bahasa Arab qarad yang berarti pemberian hak atas modal oleh pemilik kepada pemakai modal. Muqaradhah juga disebut qiradh.
            Surat dalam Al Qur’an yang memiliki kaitan erat dengan mudharabah antara lain surat Al Baqarah ayat 272 . Surat An Nisaa’ ayat 101. Demikian pula surat Al Muzzammil ayat 20. Dari Shalih bin Suhaib r.a., bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda : Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual (Ibnu Majah).
a. Pengetian Mudharabah
            Menurut bahasa, kata mudharabah berasal dari adh-dharbu fil ardhi, yaitu melakukan perjalanan untuk berniaga.
Allah swt berfirman: “Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah.” (QS Al-Muzzammil : 20).
            Mudharabah disebut juga qiradh, berasal dari kata qardh yang berarti qath (sepotong), karena pemilik modal mengambil sebagian dari hartanya untuk diperdagangkan dan ia berhak mendapatkan sebagian dari keuntungannya.
            Menurut istilah fiqh, kata mudharabah adalah akad perjanjian antara kedua belah pihak, yang salah satu dari keduanya memberi modal kepada yang lain supaya dikembangkan, sedangkan keuntungannya dibagi antara keduanya sesuai dengan ketentuan yang disepakati (Fiqhus Sunnah III: 212).
b. Pensyari’atan Mudharabah
            Dalam kitabnya al-Ijma’ hal. 124, Ibnul Mundzir menulis, “Para ulama’ sepakat atas bolehnya melakukan qiradh, pemberian modal untuk berdagang dengan memperoleh bagian laba dalam bentuk Dinar dan Dirham. Mereka juga sepakat bahwa si pengelola modal boleh memberi syarat perolehan sepertiga atau separuh dari laba, atau jumlah yang telah disepakati mereka berdua, setelah sebelumnya segala sesuatunya sudah menjadi clear, jelas.”
c. Orang Yang Mebngembangkan Modal Harus Amanah
            Mudharabah hukumnya jaiz, boleh baik secara mutlak maupun muqayyad (terikat/bersyarat), dan pihak pengembang modal tidak mesti menanggung kerugian kecuali karena sikapnya yang melampaui batas dan menyimpang. Ibnul Mundzir menegaskan, “Para ulama’ sepakat bahwa jika pemilik modal melarang pengembang modal melakukan jual beli secara kredit, lalu ia melakukan jual beli secara kredit, maka ia harus menanggung resikonya.” (al-Ijma’ hal. 125).
            Dari Hakim bin Hizam, sahabat Rasulullah saw, bahwa Beliau pernah mempersyaratkan atas orang yang Beliau beri modal untuk dikembangkan dengan bagi hasil (dengan berkata), “Janganlah engkau menempatkan hartaku ini pada binatang yang bernyawa, jangan engkau bawa ia ke tengah lautan, dan jangan (pula) engkau letakkan ia di lembah yang rawan banjir; jika engkau melanggar salah satu dari larangan tersebut, maka engkau harus mengganti hartaku.” (Shahih Isnad: Irwa-ul Ghalil V: 293, Daruquthni II: 63 no: 242, Baihaqi VI: 111).
3.Musaqah
            Musaqah merupakan kerjasama antara orang yang memiliki tanah yang ditanami pohon menghasilkan buah-buahan dengan orang yang mampu memelihara (menyirami) pohon tersebut dengan imbalan orang yang memelihara tersebut mendapat imbalan sesuai dengan kesepakatan dari hasil panen. Musaqah berasal dari akar kata saqyu. Surat dalam Al Qur’an yang berhubungan dengan akar kata saqyu adalah Surat Ar Ra’d ayat 4 : Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon kurma yang bercabang dan yang tidak bercabang disirami dengan air yang sama.
4. Muzara’ah
            Muzara’ah adalah kerjasama antara orang yang mempunyai tanah yang subur untuk ditanami dengan orang yang mempunyai ternak dan mampu untuk menggarapnya, imbalannya berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak atau prosentase dari hasil panen yang telah ditentukan. Kata muzara’ah tidak terdapat dalam Al Qur’an. Muzara’ah berasal dari kata zara’a yang berarti menyemai, menanam, menaburkan benih.
            Suku kata zara’a (za-ra-’ain) di dalam Al Qur’an baik sebagai kata kerja maupun kata benda disebutkan 7 kali, yang mempunyai arti tanam-tanaman. Surat yang berkait erat dengan akar kata tersebut dalah surat Al An’aam ayat 141.
            Bentuk lain dari muzara’ah adalah mukhabarah. Mukhabarah adalah menyewakan kebun atau ladang dengan pembayaran 1/3 atau 1/4 hasil panennya atau seperberapanya. Dari Thawus, bahwa ia pernah menyuruh orang lain untuk menggarap ladangnya dengan sistem mukhabarah. Kata Amru : Saya katakan kepada Thawus, ”Hai ayah Abdurrahman! Sebaiknya kau hindari sistem mukhabarah ini! Karena orang-orang mengatakan bahwa Nabi s.a.w. melarang mukhabarah.” Kata Thawus : ”Hai Amru! Saya telah diberitahu orang yang lebih tahu tentang itu (yakni, Ibnu Abbas r.a.) bahwa Nabi s.a.w. tidak melarang mukhabarah. Beliau hanya bersabda :”Seseorang mempersilakan saudara muslimnya untuk menggarap tanahnya, tanpa sewa adalah lebih baik daripada dia memungut sewa tertentu.” (Bukhari dan Muslim).
a.Pensyari’atan muzara’ah
            Dari Nafi’ dari Abdullah bin Umar ra, bahwa ia pernah mengabarkan kepada Nafi’ ra pernah memperkejakan penduduk Khaibar dengan syarat bagi dua hasil kurmanya atau tanaman lainnya. (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari VI: 13 no: 2329, Muslim XCIII: 1186 no: 1551, ‘Aunul Ma’bud IX: 272 no: 3391, Ibnu Majah II: 824 no: 2467, Tirmidzi II: 421 no: 1401).
Imam Bukhari menulis, Qais bin Muslim meriwayatkan dari Abu Ja’far, ia berkata, “Seluruh Ahli Bait yang hijrah ke Madinah adalah petani dengan cara bagi hasil sepertiga dan seperempat. Di antaranya lagi yang telah melaksanakan muzara’ah adalah Ali, Sa’ad bin Malik, Abdullah bin Mas’ud, Umar bin Abdul Aziz, al-Qasim, Urwah, Keluarga Abu Bakar, Keluarga Umar, Keluarga Ali dan Ibnu Sirin.” (Fathul Bari V: 10).
b.Penanggung Modal Muzara’ah
            Tidak mengapa modal mengelola tanah ditanggung oleh si pemilik tanah, atau oleh petani yang mengelolanya, atau ditanggung kedua belah pihak.
c.Yang Tidak Boleh Dilakukan Dalam Muzara’ah
            Dalam muzara’ah, tidak boleh mensyaratkan sebidang tanah tertentu ini untuk si pemilik tanah dan sebidang tanah lainnya untuk sang petani. Sebagaimana sang pemilik tanah tidak boleh mengatakan, “Bagianku sekian wasaq.”
d.Hukum Muzara’ah
            Muzara’ah adalah seorang yang memberikan lahan kepada orang lain untuk ditanami dengan upah bagian tertentu dari hasil tanah tersebut.
Ibnu Abbas berkata, “sesungguhnya Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Salam tidak melarangnya, hanya saja beliau bersabda, “Jika salah seorang dari kalian memberi kepada saudaranya, itu lebih baik baginya daripada ia menetapkan pajak dalam jumlah tertentu kepadanya.” (Al Bukhari)
Hukum-hukum muzara’ah :
• Masanya harus ditentukan.
• Bagian yang disepakati harus diketahui.
• Bibit tanaman harus berasal dari pemilik tanah, jika dari penggarap namanya mukhabarah dan ini dilarang, sesuai hadits dari Jabir berkata, “Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Salam melarang mukhabarah.” (HR Ahmad dengan sanad shahih).
• Jika pemilik mengambil bibit dari hasil panen dan penggarap mendapat sisanya sesuai kesepakatan berdua, maka akadnya batal.
• Menyewakan tanah dengan harga kontan lebih baik daripada muzara’ah. Rafi bin Khadij berkata, “Adapun emas dengan emas, atau perak dengan perak, maka Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Salam tidak melarangnya.”
• Orang yang mempunyai tanah lebih disunnahkan memberikan kepada saudara seagama tanpa kompensasi. Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Salam bersabda, “Barangsiapa mempunyai tanah lebih, hendaklah ia menanamnya atau memberikan kepada saudaranya.” (HR Bukhari). “Jika salah seorang dari kalian memberikan kepada saudaranya, itu lebih baik baginya daripada ia menetapkan pajak dalam jumlh tertentu kepadanya.” (HR Bukhari).
• Jumhur ulama melarang sewa tanah dengan makanan, karena itu adalah jual beli makanan dengan makanan dengan pembayaran tunda. Hadits yang dibawakan Imam Ahmad ditafsirkan kepada muzara’ah, bukan sewa tanah.
3. JI’ALAH, ARIYAH ( pinjam-meminjam), RAHN (gadai) dan HIWALAH
A. Ji’alah (Sayembara)
            Ji’alah menurut Bahasa: “Barang yang dijanjikan untuk seseorang atas janji sesuatu yang akan dia kerjakan”. Menurut Istilah syara’: Tindakan penetapan orang yang sah pentasarrufannya tentang suatu ganti yang telah diketahui jelas atas pekerjaan yang ditentukan . Ji’alah ialah meminta agar mengembalikan barang yang hilang dengan bayaran yang ditentukan. Misalnya seseorang kehilangan kuda, dia berkata, ”Barangsiapa yang mendapatkan kudaku dan dia kembalikan kepadaku, aku bayar sekian”.
A. Rukun ji’alah
1. Lafadz. Kalimat itu hendaklah mengandung arti izin kepada yang akan bekerja, juga tidak ditentukan waktunya.
2. Orang yang menjajikan upahnya. Orang yang menjanjikan upahnya tersebut boleh orang yang kehilangan itu sendiri atau orang lain.
3. Pekerjaan(mencari barang yang hilang).
4. Upah. Disyaratkan memberi upah dengan barang yang tertentu.
 B. Mu'amalat : Pinjam-meminjam ('ariyah)
            Al-'ariyah menurut bahasa artinya sama dengan pinjaman, sedangkan menurut istilah syara' ialah aqad berupa pemberian manfaat suatu benda halal dari seseorang kepada orang lain tanpa ada imbalan dengan tidak mengurangi atau merusak benda itu dan dikembalikannya setelah diambil manfaatnya.
Allah SWT berfirman :
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS. Al-Maidah : 2)

Rasulullah SAW bersabda :
"Dan Allah mennolong hamba-Nya selam hamba itu mau menolong sudaranya."

Dari Abu Umamah ra, dari Nabi SAW, beliau bersabda : "Pinjaman itu harus dikembalikan dan orang yang meminjam dialah yang berhutang, dan hutang itu wajib dibayar". (HR. At-Turmudzi).
            Hukum asal pinjam-meminjam adalah sunnah sebagaimana tolong-menolong yang lain. Hukum tersebut dapat berubah menjadi wajib apabila orang yang meminjam itu sangat memerlukannya. Hukum pinjam-meminjam juga bisa menjadi haram bila untuk mengerjakan kemaksiatan.
1. Rukun Pinjam-meminjam
Orang yang meminjamkan syaratnya :
Berhak berbuat kebaikan tanpa ada yang menghalangi. Orang yang dipaksa atau anak kecil tidak sah meminjamkan.

Barang yang dipinjamkan itu milik sendiri atau menjadi tanggung jawab orang yang meminjamkan.
Orang yang meminjam syaratnya :
Berhak menerima kebaikan. Oleh sebab itu orang gila atau anak kecil tidak sah meminjam karena keduanya tidak berhak menerima kebaikan.

Hanya mengambil manfaat dari barang yang dipinjam.
Barang yang dipinjam syaratnya :
Ada manfaatnya.
Barang itu kekal (tidak habis setelah diambil manfaatnya). Oleh sebab itu makanan yang setelah diambil manfaatnya menjadi habis atau berkurang zatnya tidak sah dipinjamkan.

Aqad, yaitu ijab qabul.
            Pinjam-meinjam berakhir apabila barang yang dipinjam telah diambil manfaatnya dan harus segera dikembalikan kepada yang memilikinya. Pinjam-meminjam juga berakhir apabila salah satu dari kedua pihak meninggal dunia atau gila. Barang yang dipinjam dapat diminta kembali sewaktu-waktu, karena pinjam-meinjam bukan merupakan perjanjian yang tetap.

Kewajiban Peminjam
Mengembalikan barang itu kepada pemiliknya jika telah selesai.
Rasulullah SAW bersabda :
"Pinjaman itu wajib dikembalikan dan yang meminjam sesuatu harus membayar". (HR. Abu Dawud)

Mengganti apabila barang itu hilang atau rusak.
            Dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Shafwan bin Umayyah, bahwa Nabi SAW pada waktu perang Hunain meminjam beberapa buah baju perang kepada Shafwan. Ia bertanya kepada Rasulullah : "Apakah ini pengambian paksa wahai Rasulullah?" Rasulullah SAW menjawab : "Bukan, tetapi ini adalah pinjaman yang dijamin (akan diganti apabila rusak atau hilang)". (HR. Abu Dawud)
Merawat barang pinjaman dengan baik.
Rasulullah SAW bersabda :
"Kewajiban meminjam merawat yang dipinjamnya, sehingga ia kembalikan barang itu". (HR. Ahmad)

C. Sewa-menyewa ( al-Ijaraah)
Kata "al-ijaarah" menurut bahasa artinya upah atau sewa, sedangkan menurut istilah syara' ialah memberkan sesuatu benda kepada orang lain untuk diambil manfaatnya dengan ketentuan orang yang menerima benda itu memberikan imbalan sebagai bayaran penggunaan manfaat barang yang dipergunakan.
Allah SWT berfirman :
"Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut." (QS. Al-Baqarah : 233)

Rasulullah SAW menyatakan sebagai berikut :
"Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah berbekam kepada seseorang dan beliau memberikan upah kepada tukang bekam tersebut". (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Hukum sewa-menyewa adalah mubah (boleh) dan dapat berubah menjadi haram apabila sewa-menyewa untuk barang maksiat.
Rukun Sewa-menyewa
1. Orang yang menyewa. 2. Orang yang menyewakan. 3. Benda yang disewakan. 4. Upah (bayaran) sewa-menyewa. 5. Aqad.

Syarat Sewa-menyewa
Orang yang menyewa dan yang menyewakan disyaratkan :
1. Baligh (dewasa)  2. Berakal (orang gila tidak sah melakukan sewa-menyewa)  3. Dengan kehendak sendiri (tidak dipaksa)
Benda yang disewakan di syaratkan :
1. Benda itu dapat diambil manfaatnya  2. Benda itu diketahui jenisnya, kadarnya, sifatnya, dan jangka waktu disewanya 3. Sewa (upah) harus diketahui secara jelas kadarnya.
            Sewa-menyewa (ijaarah) berakhir atau batal jika benda yang disewa itu rusak/hilang sehingga tidak dapat diambil manfaatnya. Jika rusak disebabkan kecerobohan atau kelalaian penyewa, maka penyewa dapat dituntut ganti rugi atas kerusakan itu. Sebaliknya jika penyewa sudah memelihara barang sewaan dengan sebaik-baiknya tetapi benda itu rusak, maka penyewa tidak wajib mengganti. Sewa-menyewa juga berakhir jika telah habis masa yang dijanjikan.

D. Rahn (gadai)
            Pengertian gadai menurut istilah syara' ialah penyerahan suatu benda yang berharga dari seseorang kepada orang lain sebagai penguat atau tanggungan dalam hutang. comgan borg (jaminan) adalah benda yang dijadikan penguat dalam hutang-piutang itu. Borg dalam bahsa fiqih disebut "ar-rahn".
            Benda sebagai borg ini akan diambil oleh yang berutang jika hutangnya telah dibayar. Jika waktu pembayaran telah ditentukan telah tiba dan hutangnya belum dibayar, maka borg itu dapat dijadikan sebagai pengganti pembayarn utang, atau borg itu dijual untuk pembayaran hutang dan jika ada kelebihannya akan dikembalikan kepada orang yang berhutang.
Allah SWT berfirman :
"Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)." (QS. Al-Baqarah : 283).

            Hukum gadai ialah sama seperti hutang-piutang yaitu sunnah bagi yang memberikan hutang (menerima borg) dan mubah bagi yang berhutang (menyerahkan borg/jaminan).
Rukun gadai :
  • Orang yang menggadaikan atau yang menyerahkan jaminan.
  • Orang yang memberi hutang atau yang menerima jaminan. Kedua orang ini disyaratkan orang yang berhak membelanjakan hartanya.
  • Barang yang menjadi jaminan disyaratkan tidak rusak sebelum sampai kepada pembayaran hutang.
  • Hutang atau sesuatu yang menjadikan adanya gadai.
  • Aqad (ijab dan qabul).
  • Pemanfaatan Barang dan Jaminan (borg)
Perbedaan Pemanfaatan Gadai dan Barang Jaminan.
            Kebiasaan yang berlaku di Indonesia, pemanfaatan barang jaminan tetap pada pemilik barang jaminan itu. Misalnya orang yang berhutang kepada orang lain dengan manjadikan sawahnya sebagai jaminan dalam hutang-piutang, maka pemanfataan sawah itu tetap pada pemiliknya.
            Di dalam gadai, pemanfaatan barang jaminan pada orang yang menerima gadai (orang yang menghutangi). Sebagai contoh, orang yang menggadaikan sawahnya kepada orang lain, maka pemanfaatan sawah itu adalah pada orang yang menerima gadai sampai hutang orang yang menggadaikan sawah itu dibayarkan. Praktek gadai semacam ini sebenarnya kurang sesuai dengan syariat Islam, karena hal ini tidak terdapat nilai tolong-menolong antar sesama, bahkan mungkin sebaliknya terjadi pemerasan.
D. Hiwalah (perpindahan hutang)
            "Al-hiawalah" ialah suatu perpindahan hutang dari seseorang kepada orang kedua karena orang kedua ini mempunyai hutang kepada orang pertama. Contoh, Ali mempunyai hutang kepada Abbas sebesar Rp. 3.000 dan Salim mempunyai hurang kepada Ali sebesar Rp. 3.000. Kemudian Ali memindahkan hutangnya kepada Salim dengan persetujuan Abbas. Dengan demikian Ali sudah tidak mempunyai hutang lagi kepada Abbas karena sudah dilimpahkan kepada Salim.
Rasulullah SAW bersabda :
"Memperpanjang pembayaran hutang bagi orang yang mampu termasuk aniaya, maka apabila salah seorang di antara kamu memindahkan hutangnya kepada yang lain hendaklah diterima perpindahan itu asalkan orang yang menerima perpindahan itu sanggup membayarnya." (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi).

            Hukum hiwalah adalah mubah/boleh sepanjang tidak merugikan salah satu pihak dan tidak ada unsur penipuan. Dasar kebolehannya adalah hadits di atas.
            Rukun hiwalah :
  • Orang yang berhutang dan berpiutang (yang menghutangi) 
  • Orang yang berpiutang
  • Orang yang berhutang
  • Ada hutang dari orang yang berpiutang kepada yang orang yang berpiutang yang lain  
  • Ada hutang dari orang yang berhutang kepada orang yang berhutang.
  • Aqad, yaitu ijab dan qabul









DAFTAR PUSTAKA

  1. Fiqih Islam Lengkap, Drs. H. Moh. Rifa’i
  2.  

Kamis, 03 Maret 2016

JASA TERJEMAH INDONESIA-ARAB PEKANBARU RIAU


Kabar Gembira

Telah hadir Jasa terjemah dari bahasa Indonesia ke bahasa Arab seperti abstrak skripsi dll.

Di kelola oleh lulusan-lulusan Timur Tengah.

Biaya Jasa Rp. 100.000 / halaman

CP. Juli Syawaladi,S.PdI
NO HP.082170436505

E-mail : julysyawaladi@gmail.com

Selasa, 23 Februari 2016

Nafas Panjang Dalam Jalan Dakwah

Assalamu’alaikum wr. wb. Saya yakin Antum semua di bulan Ramadhan kemarin telah mengkhatamkan Alquran. Tinggal masalahnya, berapa kali khatam? Ikhwah fillah. Interaksi kita dengan Alquran baru akan terwujud ketika kita merasa dibimbing Alquran dalam setiap interaksi kita, termasuk pengalaman¬pengalaman hidup kita. Pola interaksi kita dengan Alquran itulah yang harus kita tingkatkan, agar Alquran benar¬benar memberikan bimbingan dan petunjuk kepada kita. Ikhwah fillah. Salah satu kandungan Alquran adalah sejarah yang berisi fakta¬fakta kemudian ditafsirkan. Tujuan utamanya bukan menguasai fakta¬fakta itu, tetapi bagaimana kita mengambil pelajaran dari fakta¬fakta sejarah tersebut. Kisah Alquran yang erat kaitannya dengan kehidupan bernegara, di antaranya adalah kisah Nabi Yusuf, Nabi Sulaiman, dan Nabi Musa vs Penguasa kala itu. Nabi Musa mengajarkan kepada kita tentang bagaimana memposisikan diri sebagai oposisi. Nabi Yusuf mengajarkan kepada kita konsep dan aplikasi tentang “musyarakah” sehingga kisahnya yang berawal di penjara dapat berujung di istana. Berbeda lagi kisah tentang Nabi Sulaiman, yang bercerita tentang bagaimana jika agama telah mampu menguasai negara. Ketiga cerita tersebut meskipun berbeda, tetapi mempunyai persamaan: (1) Konflik Baik ketika beroposisi, bermusyarokah, maupun menguasai negara, konflik itu selalu ada. Bahkan (cikal bakal) konflik antara Nabi Musa dan Fir’aun telah ada jauh sebelum Nabi Musa lahir, yaitu keinginan Fir’aun melenyapkan setiap bayi laki¬laki karena dikhawatirkan akan menyingkirkan kekuasaannya. Konflik adalah salah satu bentuk cobaan Allah kepada manusia. Manusia yang paling keras cobaannya adalah para nabi dan orangorang yang paling “mirip” dengan para nabi itu (orang¬orang shalih). Konflik itu biasa, bahkan konflik antara Yusuf dan Benyamin (satu 2/23/2016 anis matta | Secarik Motivasi Diri https://mujitrisno.wordpress.com/tag/anis¬matta/ 6/15 ibu¬satu bapak) dengan saudara¬saudaranya yang juga anak¬anak keturunan Nabi (keluarga Yusuf, 4 generasi ke atas adalah Nabi semua) hingga berujung pada skenario pembunuhan. Apalagi hanya dalam sebuah organisasi atau negara. Kata Sayid Qutb: kita tidak bisa memilih untuk tidak berkonflik, yang bisa kita pilih adalah di kubu mana kita berada. Khusus cerita Yusuf kita dapati konflik terjadi karena kecemburuan akan kadar keikhlasan saudara¬saudaranya. Maka, prinsip dakwah kita yang pertama dan utama adalah salamatush¬shadr (lapang dada, wujud ukhuwah paling minimal ¬ed). (2) Konspirasi Hal yg patut dicatat: ayat¬ayat yang berkaitan dengan konspirasi kepada para nabi itu dikaitkan dengan keimanan kepada Allah dan kepada taqdir, supaya kita punya keyakinan bahwa Allah¬lah yang mengendalikan semuanya. Dia¬lah sebaik¬baik pembuat tipu daya. Kita lihat bagaimana kisah Nabi Musa yang diselamatkan Allah dengan mengantarkan beliau ke istana Fir’aun melalui Sungai Nil kemudian ditemukan oleh isteri Fir’aun. Siapakah yang mengendalikan pikiran isteri Fir’aun sehingga Musa diselamatkan dan diijinkan menikmati hidup di istana? Bukankah sebelumnya Fir’aun ingin agar setiap bayi laki¬laki dibunuh? Mengapa dia justeru setuju untuk membesarkan Musa di istananya? Allah telah mengubah persepsi Fir’aun dan isterinya sehingga menyelisihi niatnya sendiri. Ingat pertempuran Fir’aun dan Musa, ketika Musa terjepit Ia justru lari ke laut. Logika perang modern dimana¬mana kalau terjepit larinya ke gunung atau hutan bukan ke laut. Maka tatkala Fir’aun mengetahui hal itu, ia dan pasukannya besorak karena sangat mudah menghancurkan Musa dan pengikutnya. Tapi Allah punya rencana, diperintahkan Musa memukulkan tongkat ke laut dan terbelah¬lah lautan. Fir’aun pun tak sempat berpikir panjang, mengejar ke tengah lautan yang terbuka, dan ia pun binasa ditelan lautan. Demikian pula, siapakah yang mengendalikan pikiran saudara Yusuf sehingga mereka hanya menceburkan Yusuf ke dalam sumur, dan bukan membunuhnya? Ingat, sebab utama konflik antara Nabi Yusuf dan saudara¬saudaranya adalah KECEMBURUAN, yang berakhir pada konspirasi untuk membunuh Yusuf as. Jika kita punya kesadaran tentang kekuasaan Allah, tidak boleh ada ancaman yang membuat kita berhenti bergerak dan berjuang. Maka, jangan pernah memandang besar dan kuat terhadap musuh¬musuh kita. Allah¬lah yang memberikan kita kekuatan dan persepsi itu. (3) Jarak Yang dimaksud di sini adalah jarak antara mimpi dan realisasi atas mimpi itu. Kita harus punya optimisme bahwa mimpi kita pasti terwujud. Harus punya nafas perjuangan yang panjang agar mimpi kita terwujud. Berapa lama jarak antara mimpi Nabi Yusuf dan realisasi kekuasaan beliau? Salah satu riwayat menjelaskan, jarak itu adalah 40 tahun. Kesabaran Yusuf itulah yang menjadikannya dimenangkan oleh Allah SWT. Kesabaran adalah faktor yang sangat penting dalam suatu perjuangan. Kisah nabi Yusuf antara dibuang saudara¬saudaranya dengan realitas mimpi ayahnya nabi Yakub, bahwa saudara¬saudara akan menyembah/sujud ke nabi Yusuf, adalah sekitar 40 tahun (8x pemilu), riwayat lain 80 tahun (16x pemilu). Jatuh bangun dalam pilkada, pileg, adalah biasa dalam pendakian menuju kemenangan. Yang pasti, kita harus terus naik, meskipun dlm perjalanan naik itu kadangkala butuh istirahat. Kalaupun kita menang pilkada bahkan memenangkan negara ini masih akan panjang perjuangan (tantangan dan konfliknya). Usai memenangi negara kita harus berjuang dan berkonflik memenangkan tahap berikutnya hingga sampai ustadziyatul ’alam. Jadi miliki nafas yang panjang, jangan pernah patah arang apalagi hanya karena survey. Siapa yang akan menang, adalah mereka yang berumur lebih panjang: stamina tetap, teknik semakin baik. Pemimpin Bosnia kala tahun 1994 diwawancarai oleh Fox News ditanya tentang masa depan Bosnia, beliau mengatakan, “Yang memenangi peperangan ini bukanlah yang membunuh lebih banyak jiwa, tetapi siapa yang bisa hidup lebih lama.” Fakta sejarah menunjukkan bahwa pada akhirnya Serbia pergi dan Bosnia berdiri merdeka. Yakinlah kapanpun itu kita akan tetap menang pada akhirnya. Mana lebih lama umur negara atau agama? Imperium Romawi¬Yunani sekarang mana? Tapi agama yang dulu pernah mereka kalahkan sampai hari ini masih tetap ada. Maka karena kita berjuang untuk agama ia akan selalu menang! Politisi menciptakan voters, tapi agama menciptakan Followers. Kuat mana voters dan followers?
(4) Mindset Baik Nabi Yusuf, Musa, maupun Sulaiman, ketiganya punya mindset sebagai PEMENANG, bukan pengabdi. Coba perhatikan, Doa Nabi Sulaiman yang sangat dahsyat: Robbii hablii mulkan laa yanbaghii li ahadin min ba’dii. Sulaiman minta negara dan ia minta negara itu tidak diberikan kepada selainnya. Kita doanya apa? kita doa minta istri, anak¬anak sholeh, dan semua itu diberikan oleh Allah. Tapi pernahkah kita berdoa minta negara? *Sulaiman bukan hanya minta negara, tapi negara/kekuasaan yang tak diberikan Allah kepada setelahnya* Kalau kita tak pernah meminta (berdoa) minta negara akankah Allah berikan kita negara ini? Oleh karena itu mari kita tambah doa¬doa kita dengan doa Sulaiman. *Kalau kita minta negara maka Allah akan sertakan segala isinya, tapi kalau kita hanya minta suami, istri, anak sholeh belum tentu negara akan diberikan pada kita. Sulaiman karena doanya itu menurut riwayat istrinya 99, bahkan Daud istrinya 1000* Berdoalah kepada Allah agar kita diberikan kekuasaan yang dengannya kita memperbaiki umat dan bangsa ini. Bahkan lebih daripada itu, kita akan tunjukkan peran kita di muka bumi ini. Apakah Antum siap untuk mengubah mindset sebagai pemenang? Apakah Antum siap memenangkan dakwah ini? Yakinkah Antum dengan kemenangan yang akan Allah berikan? (Taujih Ust. Anis Matta – Inspirasi Dari Kisah Nabi Musa, Yusuf dan Sulaiman pada Halal bi halal Kader PKS Se¬Tangsel. Ciputat, 2 September 2012.)

LGBT dan Sikap Kita

Ceramah DR K.H. Muslih Abdul Karim, Lc, di Masjid Brimob Kelapa Dua tentang LGBT:

Membiarkan LGBT berarti menyiapkan diri dan bumi tempat kita berpijak untuk mendapat murka Allah SWT.

Ada dua macam tarikan negatif yang mesti kita kendalikan:
Pertama: Hawa nafsu.
Kedua: Syahwat.

Selama ini dua hal itu kita anggap sama, padahal tidak. Hawa nafsu itu tarikan yang sifatnya ke arah ego. Sedangkan syahwat itu tarikan yang sifatnya fisik/material. Silakan cek al Qur’an.

Kata syekh Abdul Qadir al-Jailani:
- Puncak dari mempertuhankan hawa nafsu adalah mempertuhankan diri sendiri, yang tercermin dari ucapan Firaun yang menyatakan dirinya Rabb (tuhan pemelihara).
- Sedangkan puncak dari pemujaan terhadap syahwat adalah homoseksual. (kisah kaum nabi Luth).

Kenapa kita mesti concern tentang LGBT?

Karena kalau kita lihat di Quran hukuman bagi para pemuja hawa nafsu itu beda dengan hukuman bagi pemuja syahwat.

Pemuja hawa nafsu seperti Firaun, yang dihancurkan itu cuma Firaun dan tentaranya saja. Kota Mesir nya masih tetap ada.

Sedangkan pemuja syahwat itu dihancurkan sampai ke bumi tempat mereka berpijak. TOTAL!!! Artinya kucing dan tikus liar yang numpang makan di situ ikut terkena bencana.

Dan itu bukan hanya kejadian di kota Sodom. Kita lihat pola yang sama di Pompeii, lalu di sebuah dusun kecil, Lagetang. Semuanya polanya sama. Pemujaan terhadap syahwat -- melampaui batas sampai muncul perilaku homosex --- nunggu bencana.

Bahkan itu juga yang terjadi menjelang kiamat... Dalam hadits, digambarkan manusia hilang malunya sehingga biasa untuk ngeseks di pinggir jalan.

Jadi menurut yang saya pahami, perilaku homosex tidak boleh dibiarkan begitu saja. Harus kita cegah... Tentunya bukan dengan memusuhi pelaku. Tapi yang kita cegah adalah tersebarnya paham tersebut.

Setidaknya bertindak agar jelas posisi kita. Misalnya tidak beli kopi di Starbucks (yang mendukung LGBT), atau kalo mampu, melakukan counter campaign atau penyadaran bagi para homosex.

Sebagai penutup, saya ingin mengutip sebuah kisah tentang "keberpihakan":

Di saat Nabi Ibrahim dibakar raja Namrud, seekor semut membawa setetes air. Seekor burung kemudian bertanya, "untuk apa kamu bawa air itu?"

"Ini air untuk memadamkan api yang sedang membakar kekasih Tuhan, Ibrahim."

"Hahaha... Tak akan guna air yang kamu bawa," kata burung.

"Aku tahu, tetapi dengan ini aku menegaskan di pihak manakah aku berada".

Wallahualam.

*dari fb Purnomo Mohamad (13/2/2016)

Senin, 19 Desember 2011

“METODE DEMONSTRASI”

PENGUASAAN METODE PEMBELAJARAN
“METODE DEMONSTRASI”
A. Pendahuluan
Menurut Dakiah Daradjat(2008 : 143) tidak ada metode yang “ jelek” atau metode yang “baik”. Dengan kata lain, kita tidak dapat mengatakan dengan penuh kepastian bahwa metode inilah yang “paling efektif” dan meyode itulah yang “paling buruk” karna hal itu amat bergantung kepada banyak faktor.
Yang paling terpenting diperhitungkan oleh seorang guru dalam menetapkan metode ialah mengetahui batas-batas kebaikan dan kelemahan metode yang akan dipergunakannya, sehingga memungkinkan ia merumuskan kesimpulan mengenai hasil penilaian/ pencapaian tujuan dari putusannyaitu. Hal itu dapatdiketahui dari cirri-ciri atau sifat-sifat metode, yang membedakan antara metode yang satu dengan metode yang lainnya.
Pada zaman frimitif kita ketahui bahwa pendidikan atau pengajaran atau latihan-latihan adalah identik dengan kehidupan manusia itu. Pengajaran atau latihan-latihan pada orang-orang terbelakang atau dengan katalain pada orang fremitif ditunjukan pada penguatan semangat roh dan jasmani. Pengajaran dan latihan diberikan oleh orang tua-tuakepada anak muda agar dapat bertahan atas kekerasan alam sekitar tempat mereka hidup. Latihan jasmani dimaksudkan agar kuat menahan pengaruh alam dan iklim serta mampu mencari nafkah hidup seperti berburu dan menangkap ikan.

B. Pembahasan

1. Pengertian Metode Demonstrasi

Menurut Dakiah Daradjat(2008 : 296) metode demonstrasi adalah metode mengajar yang menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana melakukan sesuatu kepada anak didik.
Memperjelas pengertian tersebut dalam prakteknya dapat dilakukan oleh guru itu sendiri atau lansung oleh anak didik.
Dengan metode demonstrasi guruatau murid memperlihatkan pada seluruh angota kelas suatu proses, misalnya bagaimana cara shalat yang sesuai dengan ajaran / contoh Rasulullah SAW.
Sebaiknya dalm mendemonstrasikan pelajaran tersebut guru lebih dahulu mendemonstrasikan yang sebaik-baiknya, lalu murid ikut memperaktekkan sesuai dengan petunjuk.
Istilah demonstrasi dalam pengajaran dipskai untuk mengambarkan suatu cara mengajar yang pada umumnya mengabungkan penjelasan verbal dengan suatu kerja fisik atau pengoprasian peralatan, barang atau benda. Kerja fisik itu telah dilakukan atau peralatan itu telah dicoba lebih dahulu sebelum di demostasikan. Orang yang mendemonstrasikan (guru, murid, atau orang luar yang bias mendemonstrasikannya) mempertunjukan sambil menjelaskan tentang:

(1) Cara-cara melakukan kerja fisik atau cara-cara mengunakan peralatan.
(2) Hal-hal yang harus diamati/ diperhatikan ketika kerja fisik atau pengunaan peralatan itu diselenggarakan.
(3) Alasan-alasan mengapa hal itu dilakukan dan mengapa pula hasilnya demikaian.
(4) Kepentingannya dilakukan langkah demi langkah atau tahap demi tahap dalam demonstrasi tersebut.
Abuddin Nata mengatakan metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan menerangkan atau mempertunjukkan kepada peserta didik tentang suatu proses, situasi atau benda trtentu yang sedang dipelajari, baik yang sebenarnya maupun tiruannya ( Abuddin Nata, 2009: 183)
Dalam suatu Hadis pernah Nabi Muhammad menerangkan kepada umatnya: sabda nya yang mana artinya sebagai berikut.
“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat. (HR. Bukhari)

2. Kebaikan dan Kelemahan Metode Demonstrasi

Dari penggunaan metode demonstrasi dapat dapat ditrik beberapa keuntunggan/ kelebihan dari metode demonstrasi:

1. Kebaikan/kelebihan (keunggulan metode demonstrasi)
(1) Perhatian murid dapat dipusatkan kepada hai-hal yang dianggap penting oleh guru,sehingga murid dapat mengamati hal-hal itu seperlunya yang berarti perhatian murid menjadi terpusat kepada proses belajar semata-mata.
(2) Dapat mengurangi kesalahan-kesalahan atau kekeliruan-kekeliruan dalam “menangkap dan mencerna” bila dibandingkan dengan hanya membadca didalam buku, karna murid telah mendapatkan gambaran yang jelas dari hasil pengamatan.
(3) Beberapa masalah yang menimbulkan pertanyaan atau masalah dalam diri murid dapat terjawab pada waktu murid mengamati proses demostrasi.
(4) Menghindari “coba-coba dengan gagal” yang banyak memakan waktu belajar, disamping praktis dan fungsional, kuhsusnya bagi murid-murid yang ingin berusaha mengamati secara lengkap dantelitiatau jalannya sesuatu.
(5) Apabila anak didik sendiri ikut aktif dalam suatu percobaan yang bersipat demonstratif, maka mereka akan memperoleh pengelaman yang melekat pada jiwanya dan ini brguna dalam pengembaggan kecakapan.

2. Kekurangan-kekurangan dar metode demonstrasi
(1) Sangat memerlukan waktu yang relatip panjang sehingga memungkinkan penambahan waktu yang lain lagi terhadap proses pembelajarannya.
(2) Adanya sebagian murd- murd yang kuran bias memperagakan dengan sempurna baik dari suatu gerakan maupun dengan menggunakan alat.


3. Mempersiapkan Suatu Demonstrasi

Suatu demonstrasi yang baik membutuhkan persiapan yang teliti/ cermat. Sejauh mana persiapan itu dilakukan amat banyak bergantung kepada pengelaman yang telah annda lalui dan kepada macam atau bentuk demonstrasi apa yang anda sajikan. Secara umum dapatlah dikatakan bahwa untuk melakukan demonstrasi yang baik di perlukan:

(1) Merumusan tujuan instruksional khusus yang jelas yang meliputi berbagai aspek, sehingga dapat diharapkan murid-murid itu akan dapat melaksanakan kegiatan yang didemonstrasikan itu setelah pertemuan berakhir. Untuk itu hendaknya guru mempertimbangkan:

(a) Apakah metode itu wajar dipergunakan merupakan cara yang paling epektif untuk mencapai tujuan instruksional khusus tersebut.
(b) Apakah alat-alat terserbut mudah diperoleh dan suda dicobakan terlebih dahulau atau apa kegiatn-kegiatan fisik yang bias anda lakukan dan telah dilatihkan kembali sebelum demonstrasi dilakukan.
(c) Apakah jumlah murid tidak terlalu besar atau memerlukan tempat dan tata ruang khusus agar semua murid berpertisipasi secara aktif.

(2) Menetapkan garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan dilaksanakan. Dan sebaiknya sebelum demonstrasi dilakukan, guru sudah mencobanya lebih dahhulu agar demonstrasi itu tidak gagal pda waktunya. Beberapa pertanyaan dibawah ini dapat mengarahkan kiti sebagai guru:

(a) Apakah anda terbiasa atau memahami benar terhadap semua langkah-langkah atau tahap-tahap dari demonstrasi yang akan dilakukan?
(b) Apakah anda mempunyai pengelaman yang cukup untuk menjelaskan setiap langkah deminstrasi itu?
(c) Apakah anda tidak membutuhkan latihan lanjutan untuk menguasi latihan demmostrasi itu?
(3) Mempertimbankan waktu yang dibutuhkan. Hendaknya anda sudah mmerencanakan seluruh waktu untuk setiap langkah demonstrasi yang akan dilakukan sehingga pertanyaan dibawah inimenjawab:

(a) Apakah kedalamanya juga sudah termasuk waktu untuk memberikan kesempatan kepada murid mengajukan pertanyaan-pertanyan dan komentar selama dan sesudah demonstrsi?
(b) Berapa lama waktu yang anda pakai untuk memberikan ransangan atau motivasi agarmereka berpartisipasi dan melakukan oobservsi secara cermat dan teliti?
(c) Apakah kedalamannya juga sudah termasuk waktu untuk mengadakan demonstrasi ulang, baik sebagian maun keseluruhan.


(4) Selama demonstrasi berlansung anda dapat mempertanyakan pada diri sendiri apakah:
(a) Keterangan-keterangan itu dapat didengar dengan jelas oleh murid-murid.
(b) Kedudukan alat atu kedudukan anda sendiri sudah cukup baik sehingga murid dapat melihatnya dengan jelas.
(c) Terdapat cukup waktu dan kesempatan untuk membuat catatan seperlunya bgi murid-murid.


(5) Mempertimbangkan penggunaan alat bantu pengajaran lainnya, sesuai dengan luasan makna dan isi dari demonstrasi. Untuk itu dapat kita pertanyakan hal-hal berikut:
(a) Adakah pokok-pokok masalah, gagasan,dan istilah-istilah yang harus diterapkan pada papan tulis atau disiapkan pada kertas lembaran kerja murid.
(b) Adakah anda menyimpulkan kegiatan dari setiap langkah-langkah pokok demonstrasi itu dipapan tulis.
(c) Bagaimana dan kapan akan anda laksanakan semua hal-hal itu,sebelum, sesudah atau selama demonstrasi itu berlansung.

(6) Meneapkan rencana untuk menilai kemajuan murid. Seringkali perlu terlebih dahulu dilakukan diskusi-diskusi dan murid mencoba lagi demonstrasi atau mengadakan demonstrasi ulangmemperoleh kecekatan yang lebih baik.
Setelah melihat beberapa keuntngan dari demonstrasi, maka dalam bidang studi agama Islam sangat banyak yang biasa didemonstrasikan, terutama dalam bidang pelaksanan ibadah, seperti pelaksanaan shalat, zakat, rukun haji dan lain-lain.
Apabila dalam teori menjalankan sahlat yang betul dan baik telah dimiliki oleh anak didik, maka guru harus mencoba mendemonstrasikan di depan para murid. Atau dapat juga dilakukan, guru memilih seorang murid. Yang paling terampil, kemudian dibawa bimbingan guru disurhmendemonstrasikan cara shalst yang baik didepan teman teman-temannya yang lain.
Pada saat anak didik mendemonstrasikan shalat,guru harus mengamati langkah demi lanngkah setiap gerak-gerik murid tersebut, ssehingga jika ada segi-segi yang kurang, guru berkewajiban memperbaikinya. Guru memberi contoh lagi tentang pelaksanaan yang baik dan betul pada bagian-bagian yang masih kurang dianggap baik.
Tindakan mengamati segi-segi yang kurang baik lalu memperbaikinya, akan memberikan kesan yang mendalam pada diri anak dadik, baik bagi anak didik yang menjalankan demonstrasi ataupun bagi yang menyaksikannya.
Dengan tambahan pengamalan ini akan menjadi dasar pengembangan kecakapan dan keterampilan dari anak didik yang kita asuh. Dibidang umum, studi olaragalah yang paling tepat menggunakan metode demonstrsi, yaitu murid yang dianggap terampi mendemonstraikan loncat tinggi,loncat jauh dan juga lempar lembing dan lai sebagainya.
C. kesimpulan
Istilah demonstrasi dalam pengajaran dipskai untuk mengambarkan suatu cara mengajar yang pada umumnya mengabungkan penjelasan verbal dengan suatu kerja fisik atau pengoprasian peralatan, barang atau benda. Kerja fisik itu telah dilakukan atau peralatan itu telah dicoba lebih dahulu sebelum di demostasikan. Orang yang mendemonstrasikan (guru, murid, atau orang luar yang bias mendemonstrasikannya) mempertunjukan sambil menjelaskan tentang:
Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan menerangkan atau mempertunjukkan kepada peserta didik tentang suatu proses, situasi atau benda trtentu yang sedang dipelajari, baik yang sebenarnya maupun tiruannya.
Dalam suatu Hadis pernah Nabi Muhammad menerangkan kepada umatnya: sabda nya yang mana artinya sebagai berikut.
“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat. (HR. Bukhari)

D. Daftar Kepustakaan
Dr. Zakiah Daradjat, (2008). Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
Dr. Zakiah Daradjat, (2008). Metodologi Khusus Pengajaran Agama Islam,
Abuddin Nata, (2009). Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana