Rabu, 28 September 2011

BAB II
PEMBAHASAN

A. HASAN AL-BASHRI

1. Riwayat Hidup
               Hasan Al-Bashri yang nama lengkapnya Abu Said Al-hasan bin Yasar, adalah seorang zahid yang sangat masyhur dikalangan tabi’in. Ia dilahirkan di Madinah pada tahun 21 H. (632 M) dan wafat pada hari kamis bulan rajab tanggal 10 tahun 110 H (728 H). Ia dilahirkan dua malam sebelum Khalifah Umar bin Khaththab wafat.
               Dialah yang mula-mula menyediakan waktunya untuk memperbincangkan ilmu-ilmu kebathinan, kemurnian akhlak, dan usaha mensucikan jiwa di Masjid Bashrah. Ajaran-ajarannya tentang kerohaniawan senantiasa didasarkan pada sunnah Nabi. Karir kependidikan hasan Al-Bashri dumulai dari Hijaz. Ia berguru hampir kepada seluruh ulama disana. Bersama ayahnya, ia kemudian pindah ke Bashrah, tempat yang membuatnya masyhur dengan nama Hasan Al-Bashri. Puncak keilmuannya ia peroleh disana.
               Hasan Al-Bashri terkenal dengan keilmuannya yang sangat dalam. Tak heran kalau ia menjadi imam di bashrah khususnya dan daerah-daerah lainnya. Di samping dikenal  sebagai zahid, ia pun dikenal sebagai seorang tang wara’ dan berani dalam memperjuangkan kebenaran. Diantara karya tulisnya, ada yang berisi kecaman terhadapa aliran kalam Qadariyah dan tafsir-tafsir Al-Qur’an.

2. Ajaran-ajaran Tasawufnya
               Abu Na’im Al-Ashbahani menyimpulkan pandangan tasawuf Hasan Al-Bashri sebagai berikut, “Takut (khauf) dan pengharapan (raja’) tidak akan dirundung kemuraman dan keluhan; tidak pernah tidur senang karena mengingat Allah”. Pandangan tasawufnya yang lain adalah anjuran kepada setiap orang untuk senantiasa bersedih hati dan takut kalau tidak mampu melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Lebih jauh Hamkah mengemukakan sebagian ajaran tasawuf Hasan Al-Bashri seperti ini:
  1. Perasaan takut yang menyebabkan hatimu tentram lebih baik dari pada rasa tentram yang menimbulkan perasaan takut .
  2. Dunia adalah negeri tempat beramal. Barang siapa bertemu dunia dengan perasaan benci dan zuhud, ia akan berbahagia dan memperoleh faedah darinya. Namun, barang siapa bertemu dunia dengan perasaan rindu dan hatinya tertambat dengan dunia, ia akan sengsara dan akan berhadapan dengan penderitaan yang tidak dapat ditanggungnya.
  3. Tafakkur membawa kita kepada kebaikan dan selalu berusaha untuk mengerjakannya.
  4. Dunia ini adalah seorang janda tua yang telah bungkuak dan beberapa kali ditinggalkan matyi suaminya.
  5. Orang yang beriman akan senantiasa berduka cita pada pagi dan sore hari karena berada diantara dua perasaan takut: takut mengenang dosa yang telah lampau dan takut memikirkan ajal yang masih tinggal serta bahaya yang akan mengancam.
  6. Hendaklah setiap orang sadar akan kematian yang senantiasa mengancamnya, dan juga takut akan kiamat yang hendak menagih janjinya.
  7. Banyak duka cita di dunia memperteguh seemangat amal sholeh.

               Berkaitan dengan ajaran tasawuf Hasan Al-Bashri, Muhammad Mustafa, guru besar Filsafat Islam, menyataka kemungkinan bahwa tasawuf Hasan Al-Bashri didasari oleh rasa takut siksa Tuhan di dalam neraka. Namun, lanjutnya, setelah kami teliti ternyata bukan perasaan takut terhadap siksaanlah yang mendasari tasawufnya, tetapi kebesaran jiwanya akan berkuran dan kelalaian dirinya mendasari tasawufnya itu. Sikapnya itusenada dengan sabda Nabi yang berbunyui, “Orang beriman yang selalu mengingat dosa-dosa yang pernah dilakukannya adalah laksana orang duduk dibawah sebuah gunung besar yang senatiasa takut gunung itu akan menimpa dirinya”.

B. AL-MUHASIBI
               Al-Harits bi Asad Al-Muhasibi, menempuh jalan tasawuf karena hendak keluar dari keraguan yang dihadapinya. Tatkala mengamati madzhab-mazdhab yang dianut umat Islam, Al-Muhasibi menemukan kelompok didalamnya. Di antara mereka ada sekelompok orang yang tahu benar tentang keakhiratan, namun jumlah mereka sangat sedikit. Sebagian besar dari mereka adalah orang-orang yang mencari ilmu karena kesombongan dan motivasi keduniawian.
               Al-Muhasibi memandang bahwa jalan keselamatan hanya dapat ditempuh melalui ketakwaan kepada Allah, melaksanakan kewajiban-kewajiban, wara’, dan meneladani Rasulullah. Menurut Al-Muhasibi, tatkala sudah melaksanakan hal-hal diatas, maka seseorang akan diberi petunjuk oleh Allah berupa penyatuan antara fiqih dan tasawuf. Ia akan meneladani Rasulullah dan lebih mementingkan akhirat daripada dunia.

1. Pandangan Al-Muhasibi Tentang Ma’rifat
               Al-Muhasibi mengatakan ma’rifat harus ditempuh melalui jalan tasawuf yang berdasarkan pada kitab dan sunnah. Selaras dengan hadis Rasulullah yang berbunyi, “Pikirkanlah makhluk-makhluk Allah dan jangan coba-coba memikirkan tentang dzat Allah sebab kalian akan tersesat karenanya”. Al-Muhasibi menjelaskan tahapan-tahapan ma’rifat sebagai berikut :
  1. Taat : awal kecintaan kepada Allah adalah taat, yaitu wujud konkret ketaatan hamba kepada Allah. Kecintaan kepada Allah hanya dapat dibuktikan dengan jalan ketaatan, bukan sekedar pengungkapan keciitaan semata sebagaimana dilakukan oleh sebaguian orang. Mengekpresikan kecintaan kepada Allah hanya dengan ungkapan-ungkapan, tanpa pengamalan merupakan kepalsuan semata.
  2. Aktivitas anggota tubuh yang telah disinari oleh cahaya yang memenuhi hati merupakan tahap ma’rifat selanjutnya.
  3. Pada tahap ketiga ini Allah menyingkapkan khazanah-khazanah keilmuan dan kegaiban kepada setiap orang yang telah menempuh kedua tahap diatas. Ia akan menyaksikan berbagai rahasia yang selama ini disimpan Allah.
  4. Tahap keempat adalah apa yang dikatakan oleh sementara sufi dengan fana’ yang menyebabkan baqa’.

2. Pandangan Al-Muhasibi tentang Khauf dan Raja’
               Dalam pandangan Al-Muhasibi, khauf (rasa takut) dan raja’ (pengharapan) menempati posisi penting dalam perjalanan seseorang membersihkan jiwa. Ia memasukkan kedua sifat itu dengan etika-etika, keagamaan lainnya, yakni, ketika disifati dengan khauf dan raja’, seseorang secara bersamaan disifati pula oleh sifat-sifat lainnya. Pangkal wara’, menurutnya adalah ketakwaan; pangkal ketakwaan adalah introspeksi diri (musabat Al-nafs); pangkal introspekasi diri adalah khauf dan raja’; pangkal khauf dan raja’ adalah pengetahuan tentang janji dan ancaman Allah; pangkal pengetahuan tentang keduanya adalah perenungan.
               Khauf dan raja’. Menurut Al-Muhasibi, dapat dilakukan dengan sempurna bila berpegang pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam hal ini, ia mengaitkan kedua sifat itu dengan ibadah dan janji serta ancaman Allah. Al-Muhasibi lebih lanjut mengatakan bahwa Al-Qur’an jelasa berbicara tentang pembalasan (pahala) dan siksaan. Al-Qur’an  jelas pula berbicara tentang surga dan neraka. Ia kemudian mengutip ayat-ayat berikut :






Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam taman-taman (surga) dan di mata air-mata air, sambil mengambil apa apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik; mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam; dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” (Q.S. Adz-Dzariyyat, :5).
               Raja’dalam pandangan Al-Muhasibi, seharusnya melahirkan amal shaleh. Seseorang yang telah melakukan amal shaleh, berhak mengharap pahala dari Allah. Dan inilah yang dilakukan oleh mukmin sejati dan para sahabat nabi sebagaimana digambarkan oleh ayat:




Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.s. Al-Baqarah, : 218)


C. AL-QUSYAIRI

1. Riwayat Hidup Al-Qusyairi
               Nama lengkap Al-Qusyairi adalah ‘Abdul Karim bin hawazin lahir pada tahun 376 H di Istiwa, kawasan Nishafur yang merupakan salah satu pusat ilmu pengetahuan pada masanya. Disinilah ia bertemu dengan gurunya, Abu ‘Ali Ad-Daqqaq, seorang sufi terkenal. Al-Qusyairi selalu menghadiri mejelis gurunya dan dari gurunyalah Al-Qusyairi menempuh jalan tasawuf. Sang guru menyarankan untuk mengawasinya dengan mempelajari syari’at. Karena itu, Al-Qusyairi lalu mempelajari fiqih pada seorang faqih, Abu Bakr Muhammad bin Abu Bakr Ath-Thusi (wafat tahun 405 H), da mempelajari ilmu kalam serta ushul fiqh pada Abu Bakr bin Farouq  (wafat tahun 406 H). selain ityu ia pun menjadi murid Abu Ishaq Al-Isfarayani (wafat tahun 418 H) dan menelaah karya-karya Al-Baqillani

2. Ajaran-ajaran Tasawuf Al-Qusyairi
               Seandainya karya Al-Qusyairi, Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah, dikaji secara mendalam, akan tampak jelas bagaimana Al-Qusyairi cenderung mengembalilkan tasawuf keatas landasan doktrin ahlus sunnah, sebagaimana pernyataannya :
“Ketahuilah! Para tokoh aliran ini (maksudnya para sufi) membina prinsip-prinsip trasawuf atas landasan tauhid yang benar, sehingga doktrin mereka terpelihara dari penyimpangan. Selain itu, mereka lebih dekat dengan tauhid kaum salaf maupun ahlus-sunnah, yang tak tertandingi dan tak mengenal  macet. Mereka pun tahu hak yang lama, dan bisa mewujudkan sifat ssuatu yang diadakan dari ketiadaannya. Karena itu tokoh aliran ini, Al-Junaid mengatkan bahwa tauhid adalah pemisah hal yang lama dengan hal yang baru. Landasan doktrin-doktrin mereka pun didasarkan pada dalil-dalil dan bukti yang kuat serta gamblang. Abu Muhammad Al-Jariri mengatakan bahwa barang siapa tidak mendasarkan ilmu tauhid pada salah satu pengokohnya, niscaya kakinya tergelincir kedalam jurang kehancuran”.
               Selain itu, Al-Qusyairi pun mengecam keras para sufi pada masanya yang gemar mempergunakan pakaian orang-orang miskin, sedangkan tindakan mereka bertentangan dengan pakaian mereka. Ia menekankan bahwa kesehatan bathin, dengan berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-sunnah, lebih penting dibandingkan dengan pakaian lahiriyah.
               Karena itu pula, Al-Qusyairi menyatakan bahwa ia menulis risalahnya karena dorongan perasaan sedihnya ketika ia melihat hal-hal yang menimpa jalan tasawuf. Ia tidak bermaksud menjelek-jelekkan salah seorang dari kelompok tersebut dengan mendasarkan diri pada penyimpangan sebagian penyerunya. Risalahnya itu menurutnya, hanya sekedar “pengobat keluhan” atas apa yang menimpa tasawuf pada masanya. Dari uraian ini tampak  jelasbahwa pengembalian arah tasawuf, menurut Al-Qusyairi, dapat dilakukan dengan merujuknya pada doktrin ahlus sunnah wal jamaah, yaitu dengan mengikuti para sufi sunni abad ketiga dan keempat hijriyah sebagaimana diriwayatkannya dalam Ar-Risalah.

D. AL-GHAZALI
1. Biografi Singkat Al-Ghazali
               Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ta’us Ath-Thusi Asy Syafi’i Al-Ghazali atau Abu Hamid Al-ghazali. Ia dipanggil Al-Ghazali karena dilahirkan di Ghazlah, sutu kota di Khurasan, Iran. Pada tahun 450 H / 1058 M, tiga tahun setelah kaum saljuk mengambil alih kekuasaan di Baghdad. Ayah Al-Ghazali adalah seorang pemintal kain wol miskin yang taat, menyenangi ulama, dan aktif menghadiri majelis-majelis pengajian. Ketika menjelang wafatnya, ayahnya menitipkan Al-Ghazali dan adiknya yang bernama Ahmad kepada seorang sufi. Ia menitipkan sedikit harta kepada sufi itu, seraya berkata dalam wasiatnya :
“Aku menyesal sekali karena aku tidak belajar menuis, aku berharap untuk mendapatkan apa yang tidak kuperoleh itu melalui kedua putraku ini”.
               Sufi tersebut mendidik dan mengajar keduanya sampai suatu hari harta titipannya habis dan sufi itu tidak mampu lagi memberi makan keduanya. Selanjutnya sufi itu menyarankan kedua anaknya untuk belajar pada pengelola sebuah madrasah sekaligus untuk menyambung hidup mereka. Di madrasah inilah Al-Ghazali mempelajari ilmu fiqih kepada Ahmad bin Muhammad Ar-Rizkani. Kemudian Al-Ghazali memasuki sekolah tinggi Nizhamiyah di Naisabur, dan disinilah ia belajar kepada Imam Haramain hingga menguasai ilmu mantiq, ilmu kalam, fiqih-ushul fiqih, tasawuf, dan retorika perdebatan.
               Setelah Imam Haramain wafat (478 H / 1086 M), Al-Ghazali pergi ke Baghdad, yaitu kota tempat berkuasanya Nizham Al-Muluk. Kota ini merupakan tempat berkumpul sekaligus tempak diselenggarakannya perdebatan antar ulama-ulama terkenal. Sebagai seorang yang menguasai retorika perdebatan, ia terpancing untuk melibatkan diri dalam perdebatan-perdeeebatan itu dan sering mengalahkan ulama-ulama ternama, sehingga mereka pun tidak segan-segan mengakui keunggulan Al-Ghazali.
               Kegiatan perdebatan dan penyelaman berbagai aliran mnimbulkan pergolakan dalam diri Al-Ghazali karena tidak ada yang memberikan kepuasan bathinnya. Ia pun memutuskan melepaskan jabatannya dan meninggalkan Baghdad menuju Syiria, Palestina, dan kemudian ke Mekkah untuk mencari kebenaran . setelah menemukan kebenaran hakiki pada akhir hidupnya, maka tidak lama kemudian ia menghembuskan nafasnya yang terakhir di Thus pada tanggal 19 Desember 1111 Masehi atau pada hari senin 14 Jumadil Akhir tahun 505 Hijriyah dengan banyak meninggalkan karya tulisnya

2. Ajaran Tasawuf Al-Ghazali
               Di dalam tasawufnya, Al-Ghazali memilih tasawuf sunni yang berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi ditambah dengan doktrin ahlus sunnah wal jamaah. Dari faham tasawufnya itu, ia menjauhkan semua kecenderungan gnostis yang mempengaruhi para filosof Islam, sekte Ismailiyah, aliran syiah, Ikhwan As-Shafa, dan lain-lain. Ia menjauhkan tasawufnya dari faham ketuhanan Aristoteles, seperti emanasi dan penyatuan. Itulah sebabnya, dapat dikatakan bahwa  tasawuf Al-Ghazali benar-benar bercorak Islam. Corak tasawufnya adalah psiko-moral yang mengutamakan pendidikan moral. Hal ini dapat dilihat dalam kerya-karyanya, seperti Ihya’ Ulum Al-Din, Minhaj Al-‘Abidin, Mizan Al-Amal, Bidayah Al-Hidayah, Mi’raj Al-Salikin a, Ayyuhal Walad.
               Menurut Al-Ghazali, jalan menuju tasawuf dapat dicapai dengan cara mematahkan hambatan-hambatan jiwa, serta membersihkan diri dari moral yang tercela, sehingga kalbu lepas dari segalasesuatu selain Allah dan selalu mengingat Allah. Al-Ghazali menilai negatif terhadap syathahat. Ia menganggap bahwa syathahat mempunyai dua kelemahan. Pertama, kurang memperhatikan amal lahiriyah, hanya mengungkapkan kata-kata yang sulit dipahami, mengemukakan kesatuan dengan Tuhan, dan menyatakan bahwa Allah dapat disaksikan. Kedua, syathahat merupakan hasil pemikiran yang kacau dan hasil imajinasi sendiri.
               Al-Ghazali sangat menolak paham hulul dan itihad. Untuk itu, ia menyodorkan paham baru tentang ma’rifat, yakni pendekatan diri kepada Allah (taqarrub ila Allah) tanpa diikuti penyatuan dengan-Nya. Ma’rifat menurut versi Al-Ghazali diawali dalam bentuk latihan jiwa, lalu diteruskan dengan menempuh fase-fase pencapaian rohani dalam tingkatan-tingkatan (maqamat) dan keadaan (ahwal). Oleh karena itu, Al-Ghazali mempunyai jasa besar dalam dunia Islam. Dialah yang mampu memadukan antara ketiga kubu keilmuan Islam, yakni tasawuf, fiqih dan ilmu kalam, ytang sebelumnya banyak menimbulkan terjadinya ketegangan.
a. Pandangan Al-Ghazali tentang Ma’rifat
               Menurut Al-Ghazali, sebagaimana dijelaskan oleh Harun Nasution, ma’rifat adalah mengetahui rahasia Allah dan mengetahui peraturan-peraturan Tuhan tentang segala yang ada. Alat memperoleh ma’rifat bersandar pada sir, qalb, dan roh. Di dalam kitab Ihya’ Ulum Ad-Din, Al-Ghazali membedakan jalan pengetahuan untuk sampai kepada Tuhan bagi orang awam, ulama, dan orang arif (sufi). Ia membuat perumpamaan tentang keyakinan bahwa si Fulan adan di dalam rumah. Keyakinan orang awam di bangun atas dasar taklid, yaitu hanya mengikuti perkataan orang bahwa si Fulan ada di dalam rumah, tanpa menyelidikinya lagi. Bagi ulama, keyakinan adanya si Fulan di rumah di bangun atas dasar adanya tanda-tanda, seperti suaranya yang terdengar walaupun tidak kelihatan orangnya. Sementara orang arif tidak hanya melihat tanda-tandanya melalui suara di balik dinding. Lebih jauh dari itu, ia pun memasuki rumah dan menyaksikan dengan mata kepalanya bahwa si Fulan benar-benar berada di dalam rumah.
               Ma’rifat seorang sufi tidak dihalangi oleh hijab, sebagaimana ia melihat si Fulan ada dalam rumah dengan mata kepalanya sendiri. Ringkasnya, ma’rifat menurut Al-Ghazali tidak seperti ma’rifat menurut orang awam maupun ma’rifat ulama/mutakallim, tetapi ma’rifat sufi yang dibangun atas dasar dzaug rohani dan kasyf Illahi. Ma’rifat semacam ini dapat dicapai oleh para khawas auliya’ tanpa melalui perantara  atau langsung dari Allah sebagaimana ilmu kenabian yang diperoleh langsung dari Tuhan walaupun dari segi perolehan ilmu ini, berbeda antara nabi dan wali. Nabi mendapat ilmu Allah melalui perantara malaikat, sdangkan wali mendapat ilmu melalui ilham. Namun keduanya sama-sama memperoleh ilmu melalui Allah.
b. Pandangan Al-Ghazali tentang  As-sa’adah
               menurut Al-Ghazali, kelezatan dan kebahagiaan yang paling tinggi dan melihat Allah. Di dalam kitab kimiya nya  ‘As’adah, ia menjelaskan bahwa As-Sa’adah atau (kebahagian) itu sesuai dengan watak (tabiat). Sedangkan watak sesuatu itu sesuai dengan ciptaan-Nya; nikmatnya mata terletak ketika melihat gambar yang bagus dan indah; nikmatnya telinga terlatak pada mendengar suara yang merdu. Demikian juga seluruh anggota tubuh, mempunyai kenikmatan tersendiri.
               Kenikmatan qalb sebagai alat memperoleh ma’rifat terletak ketika melihat Allah. Melihat Allah merupakan kenikmatan agung yang tiada taranya karena ma’rifat itu sendiri agung dan mulia. Oleh karena itu, kenikmatannya melebihi kenikmatan lainnya. Kelezatan dan kenikmatan dunia bergantung pada nafsu dan akan hilang setelah manusia mati, sedangkan kelezatan dan kenikmatan melihat Tuhan bergantung pada qalb dan tidak akan hilang walaupun manusia sudah mati. Hal ini karena, qalb tidak ikut mati, malah kenikmatannya bertambah, karena dapat keluar dari kegelapan menuju cahaya yang terang.
              

Pandangan Islam Terhadap Pekerjaan Seorang Wanita

BAB I
PENDAHULUAN

Pada masa ini, wanita bekerja menjadi budaya yang diterima. Kebanyakan isteri bekerja. Tidak salah, tetapi jika suami sudah mempunyai pendapatan yang sudah mencukupi, sebaiknya isteri berhenti bekerja dan bertugas sepenuhnya sebagai seorang ibu rumah tangga. Seorang ibu mempunyai tugas besar yaitu mendidik anak agar bertaqwa dan berakhlaq mulia. Kesibukkan seorang ibu akan menjejaskan proses pedidikan anak-anak. Seandainya suami dan isteri sibuk mencari rezeki padahal pendapatan sudah mencukupi, maka itu tidak baik dan akan mengorbankan masa emas bersama keluarga.
Rasulullah SAW pernah bersabda
“Perempuan itu aurat. Maka apabila ia keluar, mendongaklah syaitan memandang akan dia” (Riwayat Tirmizi). Abdullah Bin Ma’sud dalam menjelaskan hadith ini, syaitan itu adalah syaitan manusia yaitu orang fasiq dalam kalangan manusia. Mata lelaki akan tergoda dengan wanita.
Begitu juga gadis-gadis yang bekerja, pengaulan dengan lelaki atas nama urusan kerja akan membawa kepada fitnah. Ini tidak termasuk dengan gejala pemakaian yang menyalahi prinsip menutup aurat walaupun seseorang itu telah memakai jilbab dan jilbabnya bagus tetapi bajunya masih ketat menampakkan lekuk badannya. Ini pun melanggari prinsip menutup aurat.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pandangan Islam Terhadap Pekerjaan Seorang Wanita

      •      •             •    •         
           •      •                          •    • 

Artinya : “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang terdahulu dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat, dan taatilah Allah dan RasulNya sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabi) sesungguhnya Allah adalah Maha lembut laga Maha Mengetahui” [Al-Ahzab : 33-34].

 •                      
Artinya : “Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” [Al-Ahzab : 59].

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : “Hindarilah bercampur dengan wanita” (maksudnya selain mahram), dikatakan kepadanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang saudara ipar?” Beliau menjawab : “Saudara ipar bagaikan kematian”.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang untuk bedua-duaan dengan wanita selain mahram secara umum seraya berkata. “Artinya: “Sesungguhnya setan adalah orang ketiganya”. Dan melarang wanita bepergian kecuali bersama mahramnya untuk menutup jalan kerusakan, menutup pintu dosa, mencegah sebab-sebab kejahatan dan mencegah dua macam tipu daya setan berdasarkan ini, maka betul apa yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Artinya : “Takutlah akan dunia dan wanita, karena fitnah pertama yang menimpa bani Israil adalah dari wanita”.
Seraya beliau bersabda. Artinya : “Saya tidak meninggalkan fitnah (godaan) yang lebih berbahaya bagi seorang laki-laki daripada fitnah perempuan”.
Ayat-ayat dan hadits-hadits diatas adalah dalil-dalil yang menjelaskan kewajiban menjauhi ikhtilath yang menyebabkan rusaknya keluarga dan hancurnya masyarakat. Dan ketika anda melihat kedudukan wanita di beberapa negara Islam, maka anda akan dapati mereka telah menjadi hina dan tercela karena keluar rumahnya yang menjadikannya mengerjakan hal-hal yang sebenarnya bukan tugasnya.
Sebenarnya lahan pekerjaan wanita di rumah atau di bidang pengajaran dan lainnya yang berhubungan dengan wanita sudah cukup bagi wanita tanpa harus memasuki pekerjaan yang menjadi tugas para laki-laki.
Kaum wanita tak diragukan lagi memiliki kedudukan khusus dalam tatanan masyarakat Islam. Kedudukan itu amat mulia tidak mengurangi hak-hak mereka juga tidak menjadikan nilai kemanusiaannya rapuh. Wanita muslimah di tengah masya-rakatnya ditempatkan dalam posisi yg amat mulia. Islam memandang wanita lewat kesadaran terhadap tabi’atnya, hakekat, risalahnya, serta pemahaman terhadap konsekwensi logis dari sepesial kodrat yang dianugerahkan Allah Ta’ala kepadanya.
Karena itu wanita dalam masyarakat Islam memiliki peranan yg sangat penting tetapi sesuai dengan bingkai yang telah digariskan oleh Islam. Dalam kata lain peranan itu tidak bertentangan dengan kodratnya sebagi wanita yang dalam susunan biologis dan nilai-nilai kejiwaannya berbeda dengan laki-laki.
Jika tanpa memandang sisi tersebut tentu tidak akan tampak perbedaan mencolok yang ada antara pria dengan wanita. Dan dengan demikian wanita serta merta kehilangan kodrat kewanitaannya. Pada tingkat selanjutnya wanita tak lagi menempati kedudukan khusus dan mulia dipandang dari sisi kodratnya. Sebaliknya nilai-nilai kewanitaannya akan dicibir dan dihinakan. Bahkan banyak yang malah dieksploitir laki-laki tak jarang pula yg dengan sukarela melakukannya sendiri- melalui pemanfaatan susunan biologisnya yg membakar nafsu.
Memuliakan wanita secara hakiki hanyalah dengan mengembangkan potensinya sesuai dengan kodrat kewanitaannya. Jika tidak maka ukuran itu akan menjadi berbalik seratus delapan puluh derajat. Jangan heran jika nanti kekuasaan berada di tangan kaum hawa atau mereka menolak untuk mengandung dan menyusui anaknya sendiri sebagai bentuk pertunjukan kejantanan kepada sang suami. Serta akan menjadi wajar pula seperti saat ini banyak kita temui jika laki-laki hanya menjadi penunggu rumah mengatur dan membersihkannya serta menyediakan makanan sambil menunggu isterinya pulang kerja.
Kenyataan di atas akan semakin membudaya jika masyarakat membiarkan wanita tanpa kendali berbuat sekehendaknya sesuai dengan panggilan hawa nafsu. Sehingga kodrat kewanitaannya tidak lagi membatasi. Ketentuan-ketentuan syara’ yang memposisikannya dalam kedudukan mulia dan terhormat juga tidak menjadi norma yang dita’ati.

B. Ukuran Norma-Norma Masyarakat Barat
Tak diragukan lagi masyarakat barat telah menjungkirbalikkan ukuran norma dan nilai-nilai kewanitaan. Kaum wanita diposisikan sejajar dengan laki-laki dalam segala hal dari masalah yang besar hingga soal-soal yang terkecil. Seruan pembebasan wanita itu telah dipetik hasilnya sejak lama. Masyarakat barat yang mengibarkan bendera pembebasan wanita itu lalu menebarkan racun emansipasi di tengah umat Islam. Para penyeru itu lupa lebih tepat dikatakan pura-pura lupa terhadap masing-masing kodrat dua jenis makhluk tersebut. Secara biologis dan kejiwaan keduanya diciptakan Allah Ta’ala secara berbeda.
Tapi sungguh tidak mengherankan karena apa yang mereka inginkan lebih dari sekedar persamaan. Persamaan yang mereka serukan hanyalah sarana pemuasan nafsu mereka secara bebas. Mereka tidak lagi menjadikan agama sebagai rujukan masalah. Mereka ragu bahkan ingkar terhadap kepercayaan agama. Sebelum dan sesudahnya mereka telah menginginkan supaya kemungkaran merajalela di tengah masyarakat muslim.
Mereka menginginkan kehancuran Islam. Dan mereka tahu kuncinya berada di tangan wanita. Karena itu pula Nabi tidak mewasiatkan tentang fitnah yang lebih berbahaya atas kaum lelaki selain dari wanita. dan jalan menuju kerusakan suatu kaum tidak lain adl melalui kaum wanita.
C. fakta sejarah
sejarah bersaksi bahwa faktor kehancuran budaya yunani yang paling menonjol adalah karena keluarnya para wanita secara bebas di berbagai lapangan pekerjaan. jalanan dipenuhi oleh para wanita yang keluar rumah berdesak-desakan dan berkompetisi dengan kaum lelaki. dari sini kemudian timbul fitnah. kaum lelaki lantas kehilangan kendali, akhlaknya dipertaruhkan. padahal jika akhlak sebuah masyarakat lenyap maka lenyap pula eksistensi masyarakat itu. kehancuran merajalela karena akhlak tak lagi menjadi pengendali jiwa. tak ada lagi kebaikan di tengah manusia. dari sini kembalilah masyarakat tersebut kepada bentuk masyarakat hewani. masyarakat yang melampiaskan semua nafsu dan keinginan tanpa memperhatikan norma dan nilai-nilai yang ada.

D. Kondisi Masyarakat Muslim Sekarang Ini
Masyarakat muslim saat ini telah berada di bibir jurang dari kenyataan yang menyakitkan tersebut. Penyeru-penyeru pembebasan wanita tentu telah gembira melihat fenonena umum di tengah masyarakat muslim. Wanita bekerja di luar rumah pakaian yang tidak menutup aurat dan hancurnya akhlak serta nilai-nilai Islam. Dan memang itulah tujuan yang mereka canangkan. Dengan kenyataaan tersebut serta merta masyarakat muslim menjadi masyarakat yg terhina terbelakang dan senantiasa ketinggalan dalam segala bidang kehidupan.

E. Kedok Para Penyeru Emansipasi
Hal yang sungguh menyakitkan adalah para musuh Islam tersebut berupaya mengaitkan seruan mereka dengan nilai-nilai Islam. Mereka berargumentasi bahwa pada zaman Rasulullah kaum hawa juga ikut keluar berjihad menyertai beliau.
Untuk membantah apa yang mereka katakan dan inginkan lewat argunentasi di atas hendaknya kita memandang beberapa hal berikut ini (Pertama) pada zaman kegemilangan itu kepergian wanita ke medan perang bukan suatu faktor kekuatan penting. Di samping keikutsertaan mereka di dalam berperang adalah atas nama pribadi tidak atas nama kelompok. (Kedua) para wanita itu tidak ikut serta keluar ke medan jihad kecuali dengan izin Rasulullah dan atas desakan dari mereka sendiri. (Ketiga) keperanan wanita di medan perang disesuaikan dengan kodrat kewanitaannya. Mereka tidak ikut latihan berkuda sebagaimana yang dilakukan kaum lelaki juga tidak bersenjatakan pedang atau perisai. Kecuali karena situasi yang sangat mendesak dan gawat seperti yang dilakukan oleh Nusaibah binti Ka’b yang membela Rasulullah dengan pedangnya pada perang Uhud juga sahabat wanita yang lain seperti Rumaisha’ yang dengan golok merobek perut tiap kaum musyrikin yg melewatinya. (Keempat) dan ini yang terpenting para wanita yang pergi ke medan jihad tidak berangkat kecuali dengan mahram yang senantiasa menyertainya.
Dari sini jelaslah bahwa para wanita Islam sesuai fakta sejarah tidak ikut serta membentuk pasukan militer seperti yang dilakukan kaum lelaki di medan jihad. Dan secara hukum mereka tidak diwajibkan memenuhi panggilan jihad sebagaimana kaum lelaki. Dan kalau misalnya ikut serta maka keperanannya di medan jihad adalah sebatas kodrat kewanitaannya. Hal ini berdasarkan hadits Ummu ‘Athiyah
“Aku ikut berperang bersama Nabi sebanyak tujuh kali aku menggantikan mereka dalam menjaga perbekalan aku buatkaan mereka makanan aku obati mereka yang terluka dan aku menjaga mereka yang sakit.”
Membuat makanan mengobati orang terluka dan menjaga orang sakit adalah pekerjaan yang memang sesuai dengan kodrat wanita. Di masyarakat manapun memang itulah peranan yang seyogyanya di perankan oleh wanita. Dan perlu digarisbawahi keikutsertaan wanita dalam melakukan hal-hal di atas dalam suasana perang hanyalah sunnah tidak wajib.

F. Seruan Persamaan Hak Di Era Rasulullah
Pada masa Nabi kaum hawa pernah menuntut agar diberi kesempatan melakukan jihad secara kelompok dan terorganisir sebagaiman mereka juga menuntut agar diberi pahala jihad yang sama dengan kaum lelaki. Salah seorang dari sahabat wanita atas nama segenap kaum wanita pada waktu itu mengadu kepada Rasulullah “Wahai Rasulullah aku adalah delegasi segenap kaum muslimah kepadamu. Jihad telah diwajibkan oleh Allah atas kaum lelaki. Jika mereka menang mereka mendapatkan balasan pahala dan jika mereka terbunuh maka mereka tetap hidup di sisi Allah dan diberi rizki. Lalu apa bagian kami dari itu semua?” Nabi menjawab “Sampaikanlah kepada segenap kaum muslimah yang engkau temui bahwa keta’atan kepada suami dan memenuhi hak-haknya adalan sama dengan itu . Tetapi sedikit sekali dari kalian yg melakukannya.”
Jadi keta’atan kepada suami dan memenuhi hak-haknya adalah senilai dengan pahala jihad fisabililllah. Karena itu arena jihad wanita muslimah adalah di rumah melayani suaminya dengan baik dan memenuhi hak-haknya. Tidak dengan keluar secara terorganisir memanggul senjata sebagaimana yang diinginkan oleh para penyeru emansipasi.
Sebenarnya yang mereka inginkan adalah pergaulan bebas antara kaum adam dan hawa tanpa batas di tiap lapangan kehidupan bahkan hingga di medan perang. Mereka ingin meni’mati tubuh wanita yang tidak menutup auratnya. Di samping itu seakan-akan mereka menuduh kaum pria begitu lemah dan telah kehilangan kekuatan-nya. Seakan medan perang telah hilang pilar penyangganya sehingga harus diisi oleh kaum wanita yang secara struktural biologis lebih lemah dari pria. Sungguh suatu pemutarbalikan kebenaran dan membungkus kebatilan dengan baju kebenaran.
Karena itu hendaknya para penyeru emansipasi utamanya dari kalangan umat Islam memahami bahwa jihad wanita berdasarkan hadits adalah keberangkatannya melaksanakan haji dan umrah. Sedangkan shalatnya yang lima waktu, keta’atannya kepada suami, serta puasanya di bulan Ramadhan pahalanya menyamai pahala jihad. Jika tidak mau memahami juga hendaknya para wanita muslimah menyadari bahwa seruan emansipasi pria wanita itu tak lain hanyalah salah satu upaya penghancuran Islam dari dalam. Agar mereka tak lagi mematuhi ajaran-ajaran agama.


PROSES DAN FUNGSI MANAJEMEN




A. Proses Manajemen

Proses manajemen adalah daur beberapa gugusan kegiatan dasar yang berhubungan secara integral, yang dilaksanakan di dalam manajemen secara umum, yaitu proses perencanaan, proses pengorganisasian, proses pelaksanaan dan proses pengendalian, dalam rangka mencapai sesuatu tujuan secara efektif dan efisien. Sesungguhnya keempat proses itu merupakan hasil ikhtisar dari pelbagai pendapat praktisi dan ahli mengenai manajemen.
Menurut Henri Fayol : "perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, koordinasi".
Menurut Gulick dan Urwick: "Perencanaan, pengorganisasian, staffing, pengarahan, koordinasi, pelaporan dan peranggaran".
Menurut William M. Fox: "Perencanaan, pengorganisasian, pengendalian".
Menurut Ernest Dale: "Perencanaan, pengorganisasian, staffing, pengarahan, pengendalian, inovasi, representasi".
Menurut Koontz dan O'Donnell: "perencanaan, pengorganisasian, staffing, pengarahan, pengendalian".
Semua gagasan itu didasarkan pada pra-anggapan yang menghendaki pembagian proses kerja para manajer menjadi bagian-bagian yang dapat dilaksanakan. Proses-proses itu berulangkali dinyatakan sebagai "langkah-langkah dasar manajemen", batu-batu fondasi manajemen.
Proses perencanaan meliputi gagasan bahwa manajemen mengantisipasi berbagai kondisi seperti peluang dan kendala di masa depan, dan berusaha menetapkan lebih dulu apa yang harus mereka lakukan dan apa yang akan mereka capai.
Proses pengorganisasian berarti menempatkan orang dan prasarana serta sarana dan sumberdaya dalam suatu tata-hubungan yang kondusif untuk bekerja sama menuju sasaran bersama.
Proses pelaksanaan meliputi pemberian arahan, perintah kerja, dorongan dan motivasi kerja, serta pemecahan masalah.
Proses pengendalian dilakukan dengan pengamatan, mencermati laporan, dan melakukan inspeksi supaya pekerjaan di semua bagian sesuai dengan persyaratan kualitas dan ketentuan rencana hasil, dan sesuai dengan anggaran biaya.
Esensi pengendalian adalah membandingkan apa yang seharusnya terjadi dengan apa yang telah terjadi. Pemantauan kegiatan adalah membandingkan antara standar dari rencana dengan hasil yang telah dicapai. Sehingga bila hasil pekerjaan tidak sesuai dengan rencana perlu dilakukan tindakan perbaikan.
Pekerjaan manajemen dalam kenyataannya tidak sesederhana mengucapkan daftar kata "perencanaan", "pengorganisasian", "pelaksanaan" dan "pengendalian" seperti mantera. Tetapi keempat kata itu mewakili rumpun kegiatan yang kompleks menurut bidang kegiatan lembaga yang dimanajemeni sebagai kategorisasi pemikiran.
Proses manajemen itu ditanamkan karena sederhana dan gampang dipahami pada para peserta gugus-mutu, dalam rangka memanajameni pekerjaan mereka masing-masing.

B. Fungsi Manajemen
Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Fungsi manajemen pertama kali diperkenalkan oleh seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20. Ketika itu, ia menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu merancang, mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat ini, kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi empat, yaitu:
1. Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tidak dapat berjalan.
2. Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, pada tingkatan mana keputusan harus diambil.
3. Pengarahan (directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha-usaha organisasi. Jadi actuating artinya adalah menggerakkan orang-orang agar mau bekerja dengan sendirinya atau penuh kesadaran secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang dikehendaki secara efektif. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah kepemimpinan (leadership).
4. Pengevaluasian (evaluating) adalah proses pengawasan dan pengendalian performa perusahaan untuk memastikan bahwa jalannya perusahaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Seorang manajer dituntut untuk menemukan masalah yang ada dalam operasional perusahaan, kemudian memecahkannya sebelum masalah itu menjadi semakin besar.
Berikut adalah lima fungsi manajemen yang paling penting menurut Handoko (2000:21) yang berasal dari klasifikasi paling awal dari fungsi-fungsi manajerial menurut Henri Fayol yaitu:
a. Planning
Planning atau perencanaan merupakan pemilihan atau penetapan tujuan-tujuan organisasi dan penentuan strategi kebijaksanaan proyek program prosedur metode sistem anggaran dan standar yg dibutuhkan utk mencapai tujuan.



b. Organizing
Organizing atau pengorganisasian ini meliputi:
1. Penentuan sumber daya-sumber daya dan kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi.
2. Perancangan dan pengembangan suatu organisasi atau kelompok kerja yang akan dapat membawa hal-hal tersebut ke arah tujuan.
3. Penugasan tanggung jawab tertentu
4. Pendelegasian wewenang yang diperlukan kepada individu-individu untuk melaksanakan tugasnya.
c. Staffing
Staffing atau penyusunan personalia adalah penarikan (recruitment) latihan dan pengembangan serta penempatan dan pemberian orientasi pada karyawan dalam lingkungan kerja yang menguntungkan dan produktif.
d. Leading
Leading atau fungsi pengarahan adalah bagaimana membuat atau mendapatkan para karyawan melakukan apa yang diinginkan dan harus mereka lakukan.
e. Controlling
Controlling atau pengawasan adalah penemuan dan penerapan cara dan alat untuk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah ditetapkan.
Berbeda dengan Handoko, Daft yang juga seorang praktisi manajemen, membagi manajemen menjadi empat fungsi saja, berikut penjelasannya:
1. Planning merupakan fungsi manajemen yang berkenaan dengan pendefinisian sasaran untuk kinerja organisasi di masa depan dan untuk memutuskan tugas-tugas dan sumber daya-sumber daya yang digunakan, yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran tersebut.
2. Organizing merupakan fungsi manajemen yang berkenaan dengan penugasan mengelompokkan tugas-tugas ke dalam departemen-departemen dan mengalokasikan sumber daya ke departemen.
3. Leading fungsi manajemen yang berkenaan dengan bagaimana menggunakan pengaruh untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi.
4. Controlling fungsi manajemen yang berkenaan dengan pengawasan terhadap aktivitas karyawan menjaga organisasi agar tetap berada pada jalur yg sesuai dengan sasaran dan melakukan koreksi apabila diperlukan.
C. Manajemen Menurut Islam
Sebagaimana dimaklumi, bahwa manajemen dalam organisasi merupakan suatu proses aktivitas penentuan dan pencapaian tujuan melalui pelaksanaan empat fungsi dasar ; planning, organizing, directing, dancontroling dalam penggunaan sumberdaya organisasi. Karena itu aplikasi manajemen organisasi hakikatnya adalah juga amal perbuatan SDM organisasi yang bersangkutan.
Dalam konteks ini, Islam telah menggariskan bahwa hakekat amal perbuatan manusia harus berorientasi pada pencapaian ridha Allah. Hal ini seperti dinyatakan oleh Imam Fudhail bin Iyadh, salah seorang guru Imam Syafi’iy dan perawi hadits yang tsiqah dalam menafsirkan surah al-Muluk ayat 2,
”Dia yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu siapa yang paling baik amalnya. Dialah Maha Perkasa dan Pengampun.”
Ia mensyaratkan dipenuhinya dua syarat sekaligus, yaitu niat yang ikhlas dan cara yang harus sesuai dengan syariat Islam. Bila perbuatan manusia memenuhi dua syarat itu sekaligus, maka amal itu tergolong ahsan (ahsanul amal), yaitu amal terbaik di sisi Allah Swt.
Dalam Islam manajemen dipandang sebagai perwujudan amal sholeh yang harus bertitik tolak dari niat baik. Niat baik tersebut akan memunculkan motivasi aktivitas untuk mencapai hasil yang bagus demi kesejahteraan bersama. Ada empat landasan untuk mengembangkan manajemen menurut pandangan Islam, yaitu kebenaran, kejujuran, keterbukaan, dan keahlian. Seorang manajer harus memiliki empat sifat utama itu agar manajemen yang dijalankannya mendapatkan hasil yang maksimal.
Yang paling penting dalam manajemen berdasarkan pandangan Islam adalah harus ada sifat ri'ayah atau jiwa kepemimpinan. Kepemimpinan menurut Islam merupakan faktor utama dalam konsep manajemen. Manajemen menurut pandangan Islam merupakan manajemen yang adil. Batasan adil adalah pimpinan tak''menganiaya'' bawahan dan bawahan tak merugikan perusahaan. Bentuk penganiayaan yang dimaksud adalah mengurangi atau tak memberikan hak bawahan dan memaksa bawahan untuk bekerja melebihi ketentuan. Jika seorang manajer mengharuskan bawahannya bekerja melampaui waktu kerja yang ditentukan, maka sebenarnya manajer itu telah mendzalimi bawahannya.
Manajemen yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW adalah menempatkan manusia sebagai postulatnya atau sebagai fokusnya, bukan hanya sebagai faktor produksi yang semata diperas tenaganya untuk mengejar target produksi. Nabi Muhammad SAW mengelola (manage) dan mempertahankan (mantain) kerjasama dengan stafnya dalam waktu yang lama dan bukan hanya hubungan sesaat. Salahsatu kebiasaan nabi adalah memberikan reward atas kreativitas dan prestasi yang ditunjukkan stafnya. Manajemen Islam pun tak mengenal perbedaan perlakuan (diskriminasi) berdasarkan suku, agama, atau pun ras. Nabi Muhammad SAW bahkan pernah bertransaksi bisnis dengan kaum Yahudi. Ini menunjukkan bahwa Islam menganjurkan pluralitas dalam bisnis maupun manajemen.
D. Prinsip Etika Manajemen Menurut Islam
Ada empat pilar etika manajemen bisnis menurut Islam seperti yang
dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Yaitu;

1) Tauhid
Yang berarti memandang bahwa segala aset dari transaksi bisnis yang terjadi
di dunia adalah milik Allah, manusia hanya mendapatkan amanah untuk
mengelolanya.
2) Adil
Artinya segala keputusan menyangkut transaksi dengan lawan bisnis atau
kesepakatan kerja harus dilandasi dengan ''akad saling setuju'' dengan sistem
profit and lost sharing.
3) Kehendak Bebas
Manajemen Islam mempersilakan umatnya untuk menumpahkan kreativitas
dalam melakukan transaksi bisnisnya sepanjang memenuhi asas hukum
ekonomi Islam, yaitu halal.
4) Pertanggung Jawaban
Semua keputusan seorang pimpinan harus dipertanggungjawabkan oleh yang
bersangkutan.
Keempat pilar tersebut akan membentuk konsep etika manajemen yang fair ketika melakukan kontrak-kontrak kerja dengan perusahaan lain ataupun antara pimpinan dengan bawahan. Seorang manajer harus memberikan hak-hak orang lain, baik mitra bisnisnya ataupun karyawannya. Pimpinan harus memberikan hak untuk beristirahat dan hak untuk berkumpul dengan keluarganya kepada bawahannya. Ini merupakan nilai-nilai yang diajarkan manajemen Islam. Ciri lain manajemen Islami yang membedakannya dari manajemen ala Barat adalah seorang pimpinan dalam manajemen Islami harus bersikap lemah lembut terhadap bawahan. Contoh kecil seorang manajer yang menerapkan kelembutan dalam hubungan kerja adalah selalu memberikan senyum ketika berpapasan dengan karyawan dan mengucapkan terima kasih ketika pekerjaannya sudah selesai. Bukankah memberikan senyum salah satu bentuk ibadah dalam Islam.

DAFTAR PUSTAKA

A. M. Kadarman S. J dkk,, 19997, Pengantar Ilmu manajemen, Jakarta: Gramedia Pustaka
Hasibun, Melayu S. P, 2001, Manajemen Dasar: Perngertian & masalah, Jakarta: Bumi Aksara
http://belajarbareng.unimed-Proses-Manajemen.html
http://blog.re.or.id/fungsi-fungsi-manajemen.htm
Tisnawati, Ernie dkk, 2005, Pengantar Manajemen, Jakarta: Prenada Media
Usman dan Husaini, 2008, Manajemen Teori Praktek & Riset Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.

WADIAH

A. SEKILAS TENTANG BANK SYARI`AH
Sebelum pemakalah mengungkapkan lebih jauh tentang apa isi bahan pemakalah kali ini yaitu tentang WADI`AH, ada baiknya pemakalah mengupas sedikit tentang sejarah berdirinya perbankan syari`ah sebagai tempatnya Wadi`ah sarana ummat islam dalam pengimpestasian dananya sekaligus tempat penyimpanan dengan alasan keamanan.
Perbankan Syari`ah dilandasi dengan kehadiran dua gerakan renaisance Islam modern yaitu NEOREVIVALIS dan MODERNIS. Tujuan utama dari pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya yang berlandaskan Al Qur`an dan As Sunnah.
Bank Syari’ah pertama kali muncul pada tahun 1963 sebagai pilot project dalam bentuk bank tabungan pedesaan di kota kecil Mit Ghamr, Mesir. Percobaan berikutnya terjadi di Pakistan pada tahun 1965 dalam bentuk koperasi.
Upaya awal penerapan sistem profit dan los sharing (dalam perbankan syari1ah) adalah yang pertama di Pakistan pada awal bulan Juli tahun 1979. Tahun 1979-1980 Pakistan mensosialisasikan skema pinjam tanpa bunga kepada Petani dan Nelayan. Tahun 1981 mulai beroperasi 7000 cabang Bank Komersial Nasional dengan menggunakan sistem syari`ah, dan pada awal tahun 1985 seluruh Perbankan konvensional Pakistan di konversi dengan peraturan baru yaitu Sistem Perbankan Syari`ah.
Di Asia Tenggara sistem perbankan Syari`ah dipelopori oleh Malaysia dengan BIMB (Bank Islam Malaysia Berhad), berdiri tahun 1983 dan akhir tahun 1999 BIMB memiliki +-70 cabang di Malaysia. Sebelumnya telah dirintis perbankan syari`ah pada dekade 1960 dan beroperasi sebagai RURAL SOCIAL BANK dengan nama MIT GHAMR BANK oleh Prof. Dr. Ahmad Najjar, walaupun kecil namun telah mampu memicu para menlu Negara-negara Islam khususnya anggota OKI untuk melakukan hal yang sama dan telah terjadi beberapa pertemuan, diawali di Pakistan Desember 1970. Di Benghaji Libya Maret 1973 kembali diagendakan pada sidang menlu Oki yang khusus menangani ekonomi dan keuangan, didukung lagi oleh negara-negara Islam penghasil minyak yang mengadakan pertemuan di Jeddah Juli 1973.
Bulan Mei 1974 Negara-negara Islam dan negara OKI kembali mengadakan pertemuan tentang Bank Pembangunan Islam atau Islamic Depelopment dan telah-sampai pada penetapan AD/ARTnya, akhirnya di Jeddah 1975 oleh sidang Mentri Keuangan OKI menyetujui pendirian Bank Pembangunan Islamic (Islamic Developmen Bank (IDB) dengan anggota, semua anggota OKI dengan modal awal Rp 2 Miliar Dinar Islam.
Perkembangan Bank Syari`ah di negara Arab dan di Malaysia sangat berpengaruh ke Indonesia. Awal periode1980-an, mulailah dilakukan diskusi oleh tokoh-tokoh seperti : Karnaen, A. Perwataadmadja, M. Dawam Rahardjo, A.M. Saefuddin, M. Amien Azis dan dilakukan uji coba dalam bentuk bank dengan mendirikan BAITUT TAMWIL SALMAN di Bandung dan bentuk koperasi didirikan koperasi RIDHO GUSTI di Jakarta.
Tahun 1990 diadakan pembahasan lebih khusus tentang bank syari`ah oleh MUI di Cisarua Bogor Jawa Barat dan dilanjutkan pada Munas Mui ke IV di Hotel Sahid Jaya Jakarta tanggal 22 – 25 Agustus 1990 dengan hasil membentuk tim untuk mendirikan Bank Islam Indonesia. Tanggal 1 November 1991 ditanda tanganilah akte pendirian PT Bank Muamalat Indonesia dengan saham 84 miliar rupiah. 1 Mei 1991 Bank Muamalat Indonesia beroperasi setelah Presiden menambah saham Bank Muamalat Indonesia menjadi Rp 106 126 382 000,00 diwaktu acara silaturrahmi tanggal 3 November 1991 di Bogor. Semenjak beroperasinya hingga September 1999 BMI telah memiliki 45 Autlet yang tersebar di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Balikpapan dan Makasar. Bank Syari`ah Mandiri (BSM) adalah bank milik pemerintah yang pertama kali menerapkan landasan operasionalnya dengan landasan syari`ah. Itu dilakukan setelah bergulirnya masa reformasi dan telah dikeluarkannya UU. No. 10 Thn 1998 tentang landasan hukum dan jenis usaha. Ada beberapa jenis prodak bank syari`h pada waktu itu yang disosialisasikan namun yang paling menonjol adalah Wadi`ah dan Mudharobah. Jadi yang akan dibahas pemakalah pada makalah ini adalah WADI`AH (Depository)
B. PENGERTIAN WADIAH
Sebelum penulis melanjutkan pembahasan tentang pengertian wadi’ah, perlu disampaikan bahwa kegiatan penghimpunan dana bank syari’ah mempunyai beberapa produk, yakni: Wadi’ah dalam bentuk giro maupun tabungan, Qardh atau pinjaman kebajikan, dan Mudharabah atau bagi hasil dalam bentuk Deposito. Akan tetapi karena terbatasnya waktu, pada kesempatan ini penulis hanya mengulas tentang wadi’ah.
Pengertian Wadi`ah menurut bahasa adalah berasal dan akar kata Wada`a yang berarti meninggalkan atau titip. Sesuatu yang dititip baik harta, uang maupun pesan atau amanah. Jadi wadi`ah titipan atau simpanan. Para ulama pikih berbeda pendapat dalam penyampaian defenisi ini karena ada beberapa hukum yang berkenaan dengan wadi`ah itu seperti, Apabila sipenerima wadi`ah ini meminta imbalan maka ia disebut TAWKIL atau hanya sekedar menitip.
Pengertian wadi`ah menurut Syafii Antonio (1999) adalah titipan murni dari satu pihak kepihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja sipenitip mengkehendaki.
Menurut Bank Indonesia (1999) adalah akad penitipan barang/uang antara pihak yang mempunyai barang/uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan serta keutuhan barang/uang.
C. DASAR HUKUM
Wadi`ah diterapkan mempunyai landasan hukum yang kuat yaitu dalam :
Al-Qur`nul Karim Suroh An-Nisa` : 58 :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, …..”
Kemudian dalam Suroh Al Baqarah : 283 :
“…………. akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; …”.
Dalam Al-Hadits lebih lanjut yaitu :
Dari Abu Hurairah, diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tunaikanlah amanah (titipan) kepada yang berhak menerimanya dan janganlah membalasnya khianat kepada orang yang menghianatimu.” (H.R. ABU DAUD dan TIRMIDZI).
Kemudian, dari Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: “Tiada kesempurnaan iman bagi setiap orang yang tidak beramanah, tiada shalat bagi yang tiada bersuci.” (H.R THABRANI)
Dan diriwayatkan dari Rasulullah SAW bahwa beliau mempunyai (tanggung jawab) titipan. Ketika beliau akan berangkat hijrah, beliau menyerahkannya kepada Ummu `Aiman dan ia (Ummu `Aiman) menyuruh Ali bin Abi Thalib untuk menyerahkannya kepada yang berhak.”
Dalam dasar hukum yang lain menerangkan yaitu IJMA` ialah para tokoh ulama Islam sepanjang zaman telah melakukan Ijma` (konsensus) terhadap legitimasi Al Wadi`ah karena kebutuhan manusia terhadap hal ini, seperti dikutip oleh:
• Dr. Azzuhaily dalam al-Fiqih al-Islami wa adillatuhu dalam kitab Al-Mughni Wa Syarh Kabir Li Ibni Qudhamah dan Mubsuth Li Imam Sarakhsy.
• Dr. Hasan Abdullah Amin dalam al Wada`i al Masharifah an Maqdiyah wa Istitsmariha fi al Islam hal. 23 – 31
• SYAFII ANTONIO dalam Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Jakarta GIP 2001) hal 35.
Kemudian berdasarkan fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) No: 01/DSN-MUI/IV/2000, menetapkan bahwa Giro yang dibenarkan secara syari’ah, yaitu giro yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah.
Demikian juga tabungan dengan produk Wadi’ah, dapat dibenarkan berdasarkan Fatwa DSN No: 02//DSN-MUI/IV/2000, menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan, yaitu tabungan yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah
D. BATASAN DAN JENIS WADI`AH
Transaksi wadi`ah termasuk akad Wakalah (diwakilkan) yaitu penitip aset (barang/jasa) mewakilkan kepada penerima titipan untuk menjaganya ia tidak diperbolehkan untuk memanfaatkan barang/uang tersebut untuk keperluan pribadi baik konsumtif maupun produktif, karena itu adalah pelanggaran sebab barang/uang itu masih milik mudi` (penitip). Dilihat dari segi prakteknya ada beberapa bentuk wadi`ah yaitu :
1. WADI`AH YAD AL AMANAH
Adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima tidak diperkenankan penggunakan barang/uang tersebut dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kelalaian yang bukan disebabkan atas kelalaian penerima titipan dan faktor-faktor diluar batas kemampuannya.
Hadis Rasulullah :
“ Jaminan pertanggung jawaban tidak diminta dari peminjam yang tidak menyalah gunakan (pinjaman) dan penerima titipan yang tidak lalai terhadap titipan tersebut.” Ada lagi dalil yang menegaskan bahwa Wadi`ah adalah Akad Amanah (tidak ada jaminan) adalah :
• Amr Bin Syua`ib meriwayatkan dari bapaknya, dari kakeknya, bahwa Nabi SAW bersabda: “Penerima titipan itu tidak menjamin”.
• Karena Allah menamakannya amanat, dan jaminan bertentangan dengan amanat.
• Penerima titipan telah menjaga titipan tersebut tanpa ada imbalan (tabarru)
2. WADI`AH TAD ADH-DHAMANAH
Adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan dengan atau tanpa ijin pemilik barang/uang, dapat memanfaatkannya dan bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan tersebut.
Sesuai dengan hadis Rasulullah SAW:
“Diriwayatkan dari Abu Rafie bahwa Rasulullah SAW pernah meminta seseorang untuk meminjamkannya seekor unta. Maka diberinya unta qurban (berumur sekitar dua tahun), setelah selang beberapa waktu, Rasulullah SAW memrintahkan Abu Rafie untuk mengembalikan unta tersebut kepada pemiliknya, tetapi Abu Rafie kembali kepada Rasulullah SAW seraya berkata,” Ya Rasulullah, unta yang sepadan tidak kami temukan, yang ada hanya unta yang besar dan berumur empat tahun. Rasulullah SAW berkata “Berikanlah itu karena sesungguhnya sebaik-baik kamu adalah yang terbaik ketika membayar.” (H.R MUSLIM)
Wadi`ah dalam presfektif pelaksanaan perbankan islam hampir bersamaan dengan al-qardh yaitu pemberian harta atas dasar sosial untuk dimanfaatkan dan harus dibayar dengan sejenisnya. Juga hampir sama dengan al-iddikhar yakni menyisihkan sebahagian dari pemasukan untuk disimpan dengan tujuan investasi. Keduanya sama-sama akad tabarru yang jadi perbedaan terdapat pada orang yang terlibat didalmnya dimana dalam wadi`ah pemberi jasa adalah mudi`, sedangkan dalam al-qardh pemberi jasa adalah muqridh (pemberi pinjaman).
E. JENIS BARANG YANG DI WADI`AHKAN
Dalam kehidupan kita masa sekarang ini bahkan mungkin sejak adanya bank kompensional kita mungkin hanya mengenal tabungan/wadi`ah itu hanya berbentuk uang, tapi sebenarnya tidak, masih banyak lagi barang yang bisa kita wadi`ahkan seperti :
1. Harta benda, yaitu biasanya harta yang bergerak, dalam bank konvensional tempat penyimpanannya dikenal dengan Safety Box sutu tempat/kotak dimana nasabah bisa menyimpan barang apa saja kedalam kotak tersebut.
2. Uang, jelas sebagaimana yang telah kita lakukan pada umumnya.
3. Dokumen (Saham, Obligasi, Bilyet giro, Surat perjanjian Mudhorobah dll)
4. Barang berharga lainnya (surat tanah, surat wasiat dll yang dianggap berharga mempunyai nilai uang)
F. RUKUN WADI`AH
Rukun wadi`ah adalah hal-hal yang terkait atau yang harus ada didalamnya yang menyebabkan terjadinya Akad Wadi`ah yaitu :
1. Barang/Uang yang di Wadi`ahkan dalam keadaan jelas dan baik.
2. Ada Muwaddi` yang bertindak sebagai pemilik barang/uang sekaligus yang menitipkannya/menyerahkan.
3. Ada Mustawda` yang bertindak sebagai penerima simpanan atau yang memberikan pelayanan jasa custodian.
4. Kemudian diakhiri dengan Ijab Qabul (Sighat), dalam perbankan biasanya ditandai dengan penanda tanganan surat/buku tanda bukti penyimpanan.
Dalam perbankan Syari`ah tanpa salah satu darinya maka proses Wadi`ah itu tidak berjalan/terjadi/sah.
G. BATASAN-BATASAN DALAM MENJAGA WADI`AH (TITIPAN)
Standar batasan-batasan dalam menjaga barang titipan biasanya disesuaikan dengan jenis akadnya dan sebelum akad diikrarkan batasan-batasan ini harus diperjelas seperti al-wadi`ah bighar al- `ajr (wadi`ah tanpa jasa) yaitu wadi` tidak bertanggung jawab terhadap kerusakan barang yang yang bukan karena kelalaiannya dan ia harus menjaga barang tersebut sebagaimana barangnya sendiri. Al-wadi`ah bi `ajr (wadi`ah dengan jasa) ialah wadi` hanya menjaga barang titipan sesuai dengan yang diperjanjikan tanpa harus melakukanseperti halnya tradisi masyarakat.
Kecerobohan/kelalaian (tagshir) dari pihak penerima titipan itu biasa terjadi dan sering terjadi. Adapun kelalaian itu banyak ragamnya namun yang biasa terjadi ialah menjaga titipan tidak sesuai dengan yang diamanatkan oleh mudi`. Ini biasa terjadi pada wadi`ah bi `ajr, namun bila wadi` lalai dari yang diamanatkan maka wadi` harusbertangggung jawab terhadap segala kerusakan barang titipan tadi. Kesalahan yang lain membawa barang titipan bepergian (safar) tanpa ada sebelumnya pembolehan dari mudi`, maka wadi` harus bertanggung jawab atas kehilangan barang tersebut, dalam hal ini wadi`sedang tidak bepergian. Apabila wadi` menerima wadi`ah sedang ia dalam bepergian maka wadi` sudah bertanggung jawab terhadap barang tersebut selama ia dalam perjalanan sampai ia pulang. Seterusnya kesalahan yang lain adalah menitipkan wadi`ah kepada orang lain yang bukan karena udzur, tidak melindungi barang titipan dari hal-hal yang merusak atau hilang maka penerima titipan harus mengganti dengan yang sejenis atau sama nilainya (qima)
Ta`adli hampir sama dengan taqshir bedanya ialah taqshir adalah kelalaian penerima titipan karena ia tidak mematuhi akad wadi`ah sedangkan ta`addli adalah setiap perilaku yang bertentangan dengan penjagaan barang, diantara bentuk taqshir ialah menghilangkan barang dengan sengaja, memanfaatkan barang titipan (mengkonsumsi, menyewakan, meminjamkan dan menginvestasikan)
H. APLIKASI DALAM PERBANKAN
Keynes mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang karena : Transaksi, Cadangan dan Investasi, sehingga perbankan menyesuaikannya dengan giro, deposito dan tabungan. Sementara itu pada bank syariah dalam penghimpunan dananya selain bersumber dari modal dasar juga melalui produk tunggal yaitu wadi`ah (tabungan) namun dalam prakteknya setiap bank berbeda, ada yang seperti giro ada yang seperti deposito. Dilihat dari sunber modal yang terbesar selain modal dasar tadi maka wadi`ah dapat dibagi kedalam, Wadi`ah Jariyah/Tahta Thalab dan Wadi`ah Iddikhariyah/Al-Taufir keduanya termasuk kedalam TITIPAN yang sifatnya biasa.
Menurut Antonio kedua simpanan ini mempunyai karakteristik yakni harta/uang yang dititipkan boleh dimanfaatkan, pihak bank boleh memberikan imbalan berdasarkan kewenangan menajemennya tanpa ada perjanjian sebelumnya dan simpanan ini dalam perbankan dapat disamakan dengan giro dan tabungan
Wadi`ah Istitsmariyah (TITIPAN INVESTASI), seperti halnya wadi`ah yang terbagi atas dua jenis, maka titipan investasi inipun terbagi atas dua bahagian juga yaitu : General Investment (investasi umum) dan Special Investment (investasi khusus).
Kedua jenis investasi ini mempunyai perbedaan yang terletak pada Shahib Al-Malnya dalam praktek penginvestasiannya.
Sesuai dengan pembagian wadi’ah di atas, maka wadi’ah yad al- amanah, pihak yang menerima titipan tidak boleh mengunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang ditipkan, tetapi harus benar-benar menjaganya sesuai kelaziman. Pihak penerima titipan dapat membebankan biaya kepada penitip sebagai biaya penitipan. Dengan demikian si penitip tidak akan mendapatkan keuntungan dari titipannya, bahkan dia dibebankan memberikan biaya penitipan, sebagai jasa bagi pihak perbankan.
Adapun wadi’ah dalam bentuk yad adh-dhamanah pihak bank dapat memanfaatkan danmenggunakan titipan tersebut, sehingga semua keuntungan yang dihasilkan dari dana titipan tersebut menjadi milik bank (demikian juga bank adalah penanggung seluruh kemungkinan kerugian). Sebagai imbalan bagi si penitip, ia akan mendapatkan jaminan keamanan terhadap titipannya. Tapi walaupun demikian pihak si penerima titipan yang telah menggunakan barang titipan tersebut, tidak dilarang untuk memberikan semacam insentif berupa bonus dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya dan jumlahnya tidak ditettapkan dalam nominal persentase secara advance.
Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) No: 01/DSN-MUI/IV/2000, yang menyatakan bahwa ketentuan umum Giro berdasarkan Wadi’ah ialah:
1. Bersifat titipan,
2. Titipan bisa diambil kapan saja (on call), dan
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (‘athiya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Demikian juga dalam bentuk tabungan, bahwa ketentuan umum tabungan berdasarkan Wadi’ah adalah
1. Bersifat simpanan,
2. Simpanan bias diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan,
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (‘athiya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.(lihat Fatwa DSN No. 02/DSN-MUI/IV/2000.)
Tetapi dewasa ini, banyak bank Islam yang telah berhasil mengombinasikan prinsip al-wadi’ah dengan prinsip al-mudharabah. Akibatnya pihak bank dapat menetapkan besarnya bonus yang diterima oleh penitip dengan menetapkan persentase.


I. PENUTUP
Dari hasil uraian pemakalah ini pembaca diharapakan dapat mengerti dan memahami apa itu bank syari`ah, bagaimana proses pelaksanaannya, produk apa saja yang ditawarkannya dan yang paling terpenting bahwasanya kehadiran perbankan syariah adalah untuk membersihkan penyimpanan maupun penginvestasian dana masyarakat sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah, sehingga kita dapatkan apa yang telah Allah janjikan kelak diyaumil akhir dan terlepas dari azab siksa kubur dan api neraka naujubillahi minzalik.
Memang kita sadari dalam prakteknya sehari-hari ditengah-tengah masyarakat kita yang selama ini terbiasa dengan yang namanya royalti sehingga dalam penyimpanan dan penginvestasian selalu memandang besar kecilnya suku bunga suatu Bank tanpa memperhatikan kemaslahatannya terhadap diri dan keluarganya. Namun bagi kita yang mempunyai jiwa mujahid dan mujahidah tidak perlu berkecil hati terus berusaha dan berusaha membertikan penerangan dan pengertian bagi saudara-saudara kita yang belum mengerti dan paham setidak-tidaknya kita telah memulainya dari diri kita masing-masing. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi’I, Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001.
Firdaus, NH, Muhammad, dkk., Fatwa-Fatwa Ekonomi Syari’ah Kontemporer, Jakrta: Renaisan, 2005.

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM ZAMAN PENJAJAHAN

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah salah satu hal yang sangat urgen dalam kehidupan manusia, sebab dengan pendidikan manusia bisa mengelola alam semesta, yakni bumi yang Allah citakan ini. Sebab Allah menciptakan manusia adalah sebagai khalifah dimuka bumi, dengan tujuan untuk menyembah kepada Allah SWT, selain itu juga Allah menciptakan manusia untuk menjaga, merawat, memelihara alam semesta ini serta mengenal tuhannya dan bagaimana menyembah Allah pencipta alam semesta. Sesuai dengan firman Allah dalam AL-Qur’an surat AL-An’am ayat 165 yang berbunyi:
               •       
Artinya :
“Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(Q.S:6:165).(Al-Qur’an dan terjemah, Depag RI)
Indonesia adalah salah satu Negara diantara Negara-negara yang ada di dunia ini .Indonesia adalah bangsa yang mempunyai sumber daya alam yang kaya, sehingga membuat Negara –negara lain,seperti Belanda ,Jepang dan bangsa Eropa lainnya dating keindonesia untuk menikmati kekayaan sumberdaya alam yang ada di Indonesia .Kedatangan bangsa Belanda dan bangsa Eropa lainnya ke Indonesia pada mulanya adalah berdagang dan mencari rempah- rempah .Sebab di Asia Barat orang-orang Kristen Eropa dilarang berdagang setelah Konstantinopel dikuasai oleh kerajaan Islam turki Usmani yang dipinpin oleh Muhammad al –Fatih.Sehingga putuslah hubungan perdagangan antara Eropa dengan Asia Barat. (Abuddin Nata :2003: 8)
Pada tahun 1595 perseroan Amsterdam mengirim armada kapal dagangnya sebanyak empat buah untuk yang pertama kali keIdonesia dibawah pinpinan Cornelis de Houtman.Pada tahun 1598 dibawah pinpinan van Nede,van Heemskerck dan van Warwijck untuk kali yang kedua dengan tujuan yang sama yakni berdagang dan mengambil rempah –rempah.Melihat keberhasilan Amsterdam memperoleh rempah-rempah dari Indonesia menimbulkan keinginan perseroan yang lain untuk berdagang dan berlayar keIndonesia .Melihat banyaknya perseroan yang bermunculan dan berkeinginan berlayar dan berdagang keindonesia ,melahirkan sebuah kesepakatan tentang hak khusus untuk berdagang bagi perseroan gabungan yang disahkan oleh Staten –General Republik tahun 1602 yang isinya adalah kebebasan dan kekuasaan berdagang dan berlayar dikawasan antara Tanjung Harapan dan kepulauan Salomon ,termasuk kepulauan Nusantara .perseroan tersebut dikenal dengan sebutan Oost Indische Compagnie (VOC).(Badri Yatim:2002:234-235)
Setelah VOC terbentuk mereka mulai berdagang namun pada tahun-tahun berikutnya,VOC mulai menjalan kan kekuasa sepeti layaknya Negara,dan membentuk sebuah kekuatan serta mengangkat seorang gubernur ,melakukan monopoli perdagangan dan berusaha memperluas wilayah .Melihat keadaan tersebut rakyat Indonesia melakukan perlawanan terhadap VOC,tapi pada akhirnya rakyat Indonesia tidak berdaya ,sehingga belanda semakin kuat mencengkramkan kukunya di bumi Nusantara ini . (Abuddin Nata :2003: 9 )
Pemerintah belanda mulai menjajah Indonesia pada tahun 1619, ketika Jan Pieter Zoan Coen menduduki Jakarta.Kemudian Belanda satu demi satu memperluas jagkauan jajahannya dengan menjatuhkan penguasa-penguasa daerah-daerah.setelah Belanda berhasil menjatuhkan para penguasa –penguasa daerah yang ada di Indonesia ,maka tibullah keininginan pemerintah kolonia Belanda untuk mendirikan sekolah ,dengan tujuannya adalah agar bisa menguasai Indonesia lebih cepat.(Hanun Asrohah:1999:150)
Pendidikan yang dibuat bukan menguntungkan bagi rakyat nusantara malah sebaliknya. Kebijakan–kebijakan tentang pendidikan pun dikeluarkan termasuk hak untuk bersekolah .Selain itu system pendidikan yang mereka buat pun berbeda dengan pendidikan yang ada, sehingga pendidikan tradisional yang dikembangkan Islam menjadi terisisih dan tidak di akui oleh Belanda .Peristiwa tersebut mendapat kecaman dari para ulama yang ada di Indonesia yang akhirnya terjadi permusuhan (Hanun Asrohah:1999:153).

B. Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Untuk mengetahui bagai mana pendidikan Islam Indonesia pada zaman penjajahan
2. Untuk mengetahui apa yang melatar belakangi bangsa Belanda menjajah ke Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN (ISI)
A. Pendidikan Islam Pada Zaman Penjajahan
a) Pendidikan Islam Pada Zaman Belanda
Pada mulanya kedatangan orang–orang asing bangsa Belanda ke Indonesia adalah untuk menjalin hubungan perdagangan dengan bangsa Indonesia, sambil berdagang Belanda berupaya menancapkan pengaruhnya terhadap bangsa Indonesia.Lambat laun bangsa Belanda berhasil memperkuat dirinya di Nusantara, dan mendirikan sekolah dengan tujuan agar dapat mengusai Indonesia dengan mudah .(Hanun Asrohah:1999:150)
Sebelum kedatangan bangsa Eropa termasuk Belanda pendidikan Islam sudah ada dan mulai berkembang keseluruh pelosok tanah air ,walaupaun pelaksanaannya masih bersifat sederhana(tradisional), jika dibandingkan dengan perkembangan setelah kedatangan bangsa Belanda .Pendidikan Islam pada saat itu berbentuk halaqah, dan tatap muka orang per orang di mushalla, masjid, maupun pesantren.
Ketika belanda datang, pendidikan Islam mulai mengalami hambatan rintangan dan tantangan untuk berkembang lebih maju seiring perkembangan dan kemajuan zaman ,terutama menghadapi kristenisasi yang dilakukan kaum penjajah mulai dari bangsa Portugis maupun bangsa Belanda (Abuddin Nata :2003: 14 )
Selain dari itu umat Islam dan pendidikannya serta segala yang berkaitan dengan masyarkat dan keagamaan mulai di tekan .Kemudian Belanda mulai menerapkan langkah-langkah untuk membatasi gerak pengamalan agama Islam .Upacara-upacara keagamaan yang dilakukan secara terbuka mulai dilarang. Pembatasan dan pengawasan ketat oleh pemerintah Belanda terhadap umat Islam, mengakibatkan pengajaran nilai-nilai Islam dan peningkatan keberlakuan nilai-nilai Islam menjadi tersendat-sendat.(Hanun Asrohah:1999:151).
Pada tahun 1819 M Gubernur Van den Capellen mendidrikan sekolah dasar bagi penduduk pribumi dengan tujuan agar dapat membantu pemerintahan Belanda. Sebab pendidikan Islam yang ada saat itu yakni pendidikan pondok pesantren, masjid, mushalla, dan lain sebaginya dianggap tidak bisa membantu pemerintah Belanda, dan tidak ada kaitannya sama sekali baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk mendorong kemajuan pembangunan. Namun Islam bagi bangsa Belanda adalah sebagai penghambat, penghalang bagi kemajuan dan kepentingan Belanda (Abuddin Nata :2003: 15 ).
Kolonial Belanda memperlakukan umat Islam sejajar dengan kaum pribumi. Sekolah untuk mereka terbatas hanya sekolah desa dan Vervlog. Padahal Islam merupakan agama mayoritas penduduk pribumi. Sedangkan penduduk beragama lain selain Islam khususnya Kristen (Protestan-Katolik) diperlakukan sama dengan bangsa Eropa. Di samping itu, kolonial Belanda selalu menempatkan Islam sebagai musuh baik untuk kolonialisme maupun untuk usaha menyebarkan agama Nasrani.
Pada tahun 1900 Masehi pendidikan Islam mengalami kemunduran disebabkan pengawasan dari bangsa Belanda terhadap perkembangan pendidikan Islam hingga pada akhirnya pendidikan Islam dari hari kehari sangat memprihatinkan karena mendapatkan tekanan dan perlakuan yang tidak menggembirakan. Namun demikian, umat Islam secara terus menerus berjuang dan melakukan perlawanan hingga pada akhirnya pendidikan Islam mengalami kebangkitan. Yang ditandai dengan munculnya berbagai organisasi Islam, seperti Muhammadiyah, Serikat Islam, Al-Irsyad, Nahdatul Wathan.

b) Pendidikan Islam Pada Zaman Jepang
Jepang menjajah Indonesia setelah mengalahkan Belanda dalam Perang Dunia ke II pada tahun 1942 dengan semboyan Asia Timur Raya atau Asia untuk Asia.Pada masa awalnya pemerintah Jepang seakan membela kepentingan Islam sebagai siasat untuk memenangkan perang. Untuk menarik dukungan dari rakyat Indonesia, pemerintah Jepang membolehkan didirikannya sekolah-sekolah agama dan pesantren –pesantren yang terbatas dari pengawasan Jepang, dan mengeluarkan kebijaksanaan .Dengan maksud dan tujuannya adalah agar kekuatan umat Islam dan nasionalisbisa diarahkan untuk kepentingan memenangkang perang yang dipinpin Jepang (Musryfah Sunanto:2005:124).
Pada masa pemerintahan Jepang, sekolah – sekolah dasar dijadikan satu macam yaitu sekolah enam tahun, dengan tujuan agar Jepang untuk memudahkan pengawasan, baik dalam isi maupun penyelenggaraannya .Selain itu, Jepang juga mengadakan latihan pada guru – guru untuk mengindoktrinasi mereka dalam Hakko Iciu (kemakmuran bersama)
Sekolah – sekolah yang didirikan pada jaman Belanda kembali dibuka,serta sekolah –sekolah swasta seperti sekolah Agama Islam,Taman siswa, Muhammadiyah ,tapi tetap dalam pengawasan Jepang. Selain dari itu perguruan tinggi juga sebagian ditutup ,dan sebagiannya dibuka seperti Perguruan Tinggi Kedokteran di Jakarta,Teknik Bandung, Pamong Praja, Kedokteran Hewan .Bila dibandingkan sekolah dizaman Jepang pendidikan mengalami kemunduran dibandingkan zaman Belanda (Hanun Asrohah:1999:174-175

B. Sikap Belanda dan Jepang Terhadap Pendidikan Islam
Pendidikan disuatu Negara sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor budaya, ilmu pengetahuan, corak masyarakat, industri maupun informasi, factor politik dan pengaruh globalisasi .Pada zaman Belanda pendidikan dipengaruhi oleh faktor politik yang ditentukan oleh kebijakan penguasa, yaitu Belanda baik semasa VOC maupun pemerintah Hindia Belanda .Sedangkan pada zaman Jepang pendidikan juga dipengaruhi faktor poliik yang juga ditentukan oleh kebijakan penguasa yakni Jepang .
Adapun sikap Belanda terhadap pendidikan ada empat hal yaitu:
1. untuk membantu kemajuan dan kemampuan yang berkualitas bagi orang- orang Belanda
2. Pendidikan diselenggarakan dengan maksud untuk menghasilakan pekerja yang murah untuk membantu kepentingan Belanda.
3. Pendidikan disselenggarakan dengan tujuan menanamkan misi Kristen dan menngkristenkan orang-orang pribumi.
4. Pendidikan diselenggarakan dengan maksud untuk memelihara dan mempertahankan perbedaaan sosial.
Sedangkan sikap Jepang terhadap pendidikan adalah memberikan kebebasan terhadap umat Islam Indonesia untuk mendirikan sekolah–sekolah Islam seperti Pondok Pesantren,namun tetap dalam pengawasan Jepang, sedangkan tujuannya adalah agar dapat membantu tujuan Jepang yakni memenagkan dalam peperangan .


C. Sikap Bangsa Indonsia Terhadap Kebijakan Belanda dan Jepang Dalam Hal Pendidikan
Kesadaran bahwa pemerinttah kolonia dan Jepang meerupakan “Pemerintah Kafir” yang menjajah agama dan bangsa mereka, semakin dalam tertanam dibenak para santri ,mengambil sebuah sikap anti Belanda. Berbeda dengan kaum terpelajar Islam diluar pesantren mengambil sikap yang proporsional, tidak anti pati ,tetappi tidak juga terlalu dengat dengaan penjajah termasuk Belanda karena mereka berpandangan umat Islam harus banyak belajar kepada bangsa penjajah agar bisa menjadi orang pintar dan berwawasan luas agar tidak bisa dibodohi dan dijajah terus menerus
Dengan demikian terdapat dua sikap bangssa Indonesia dalam merespon kebijakan terhadap pendidikan ,yaitu sikap Kooperatif dan Non Kooperatif.Sipat Kooperatif adalah sikap yang dilakukan para pelajar muslimm ((kaum modernis ) seperti Muhammadiyah yang menjadikan peenjajah sebagai mitra untuk memmbangun daan meningkatkan kualitas pendidikan Islam, bukan ssebagai musuh yang ditakuti.Sedangkaan sikap Non Kooperatif, adalah sikap yang menjadikkan penjajah seebagi musuh yag dibenci dan dijauhi .Sikap ini ini banyak dilakukan oleh para santri dan ulama dan pinpinan pesantren.


BAB III
. KESIMPULAN
• Bangsa belanda datang ke Indonesia pada awalnya adalah untuk berdagang rempah rempah,hingga akhirnya menjajah bangsan Indonsia, sedangkan Jepang datang ke Indonsia adalah awalnya untuk membantu umat Islam yang tertindas akibat jajah Belanda, namun akhirnya menjadi penjajah.
• Pendidikan yang dirikan oleh Belanda dan Jepang bertujuan untuk membantu kepentingan mereka.
• Pendidikan Islam dimata Belanda adalah sebgai penghambat pada kemajuan dan kepentingan Belanda sendiri dan tiidak memberikan kebebasan kepada umat Islam untuk belajar dan megamalkan Aamanya , sedangkan pada zaman Jepang pendidikan Islam di berikan kebebasan untuk mendidrikan sekolah tetapi tetap dalam pengawasan Jepang.
• Sikap bangsa Indonesia terhadap kebijakan bangsa penjajah terhadap pendidikan di Indonesia terdapat dua pendapat yakni Kooperatif (kaum pesantren)dan Non Kooperatif (kaum modernis) .


DAFTAR PUSTAKA


Asrohah, Hanun, M.Ag, Sejarah Pendidikan Islam Logos Wacana Ilmu, 1999
Nata, Abuddin Ma,Kapita Selekta Pendidikan Islam ,Angkasa Bandung 2003
Sunanto, Msyrifah,Dr Sejarah Peradaban Islaam Indonsia,Raja Grafindo Persada, 2007.
Yatim,, Badri.MA. Seejarah Peradaban Islam, Rajawalli Pers, 2002
Yusrianto Edi,Drs.Lintas Sejarah Pendidikan Islam Di Iindonesia Kurniaa Kalam Semesta,1998

SEJARAH PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM




A. Pengertian Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam
Secara eimologi pemikiran berasal dari kata dasar “Pikir” yang berarti proses, cara, perbuatan memikir, yaitu menggunakan akal budi untuk memutuskan suatu persoalan dengan mempertimbangkan segala sesuatu secara bijak.
Secara terminology, menurut Mohammad Labib An-Najihi, pemikiran pendidikan Islam adalah aktivitas pemikiran yang teratur dengan menggunakan metode filsafat.
Melihat depenisi tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa Pemikiran Pendidikan Islam adalah serangkaian proses kerja akal dan kalbu yang dilakukan secara sungguh-sungguh dalam melihat berbagai persoalan yang ada dalam pendidikan Islam dan berupaya untuk membangun sebuah pradigma pendidikan yang mampu menjadi wahana bagi pembinaan dan pengembangan secara paripurna.
B. Tujuan dan Kegunaan Mempelajari Pemikiran Pendidikan Islam
Dengan dasar pemikiran diatas, maka tujuan dan kegunaan mempelajari pemikiran pendidikan Islam secara umum bertujuan untuk mengungkap dan merumuskan paradigma pendidikan Islam dan peranannya dalam pengembangan sistemnya di Indonesia
Secara khusus, menurut Samsul Nizal, pemikiran pendidikan Islam memiliki tujuan yang sangat kompleks, antara lain :
1. Membangun kebiasaan berpikir ilmiah, dinamis, kritis terhadap persoalan –persoalan seputar pendidikan Islam .
2. Memberikan dasar berfikir inklusif terhadap ajaran Islam dan akomodatif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh intelektual diluar Islam
3. Menumbuhkan semangat berijtihad, sebagaimana yang ditunjukkan Rasulullah dan para kaum intelektual muslim pada abad pertama sampai abad pertengahan , terutama dalam merekonstruksi system pendidikan Islam yang lebih baik.
4. Untuk memberikan kontribusi pemikiran bagi pengembangan system pendidikan pendidikan nasianal
C. Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam
Dalam catatan sejarah, eksistensi pendidikan Islam telah ada sejak Islam pertama kali diturunkan .Ketika Rasulullah mendapat perintah dari Allah untuk menyebarkan ajaran Islam, maka apa yang dilakukan, jelas masuk dalam kata gori pendidikan. Kepribadiannya merupakan wujudan ideal Islam tentang seorang guru dan pendidik.
Dalam Al-Qur’an, ayat yang pertama kali diturunkan Allah berhubungan langsung dengan pendidikan .Surah Al-Alaq jelas mengandung nilai filosofi yang menjadi dasarkegiatan pendidikan.Hal tersebut menunjukkan penekanan dan pandangan Al-Qur,an terhadap pentingnya ilmu pengetahuan .
Ketika di Mekah, proses pendidikan Islam dilakukan Nabi Muhammad dan para sahabat di Darul Arqam, sebagai pusat pendidikan dan dakwah.DiMadinah proses pendidikan dilakukan di Masjid, yang mana di dalam Masjid tersebut terdapat suffah yang berfungsi sebagai tempat pendidikan dan tempat tinggal bagi pendatang yang dating ke Madinah.
Kebijakan lain yang dilakukan oleh Nabi dalam memajukan pendidikan Islam dalah melalui pemamfaatan para tawanan perang badar .Sejumlah tawanan yang dapat menulis dan membaca akan dilepaskan Rasul bila ia mengajari sepuluh anak-anak muslim menulis dan membaca.Pada era tersebut lembaga pendidikan yang adalah bernama kuttab.yang berfungsi sebagai tempat pengajaran pokok-pokok agama dan tulis baca.
Setelah Rasul Wafat perkembangan ilmu pengetahuan pun terus berkembang,yang mana terus di kembangkan oleh para kahlifah dan sahabat lainnya.Namun para sahabat pada masa itu mengalami kesulitan, tapi berkat ajaran yang ditinggalkan oleh Rasul, para sahabat dapat melewati kesulitan tersebut, sehingga pada saat itu kehidupan dimasa rasul seakan-akan terulang kembali.Pemikiran pendidikan Islam masih tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadist Rasul sebagai sumber utama rujukan pendidikannya.Tidak ada pemikiran baru pada masa tersebut, kecuali hanya sedikit bercampur dengan filsafat yunani.Akan tetapi sangat terbatas dan pengaruhnya sangat sedikit, sebagian besar berkisar pada logika bukan filsafat dalam pengertian yang luas seperti masa-masa sesudah khulafaurrasidin.
Pada masa Umayyah pemikiran pendidikan Islam memasuki babak baru, dimana kstabilan politik telah dirasakan oleh negri –negri Islam .Oleh karena itu, tidak heran jika perhatian orang-oarang Islam sudah mengarah pada masalah kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan peradaban- peradaban baru .Dalam waktu yang sama mereka memberikan perhatian besar pada ilmu bahasa, sastra, dan agama untuk memelihanya dari pikiran – pikiran luar.
Pemikiran pendidikan Islam pada masa ini juga tersebar pada beberapa tulisan ahli Nahwu, sastra, hadist, dan tafsir.Pada masa ini para ahli tersebut mulai mencatat ilmu-ilmu bahasa, sastra dan agama untuk menjaga agar tidak diseludupkan pikiran-pikiran lain dan perubahan yang akan merusaknya .
Sedangkan perkembangan pemikiran pendidikan Islam pada masa Abbasiyyah merupakan masa keterbukaan terhadap kebudayaan dan peradap peradapan asing seluas-luasnya. Sehingga bermunculan lah para pemikir-pemikir baru, seperti munculnya empat imam mazhab terkenal dibidang ilmu fiqih yakni Imam Abu Hanifah(80-150 H), Imam Malik (95-179 H), Imam Asy-Syafi’i(150-204 H) dan Imam Hanbali (164-241 H).Selain dari itu muncul pula pengumpul hadits yang sangat mashur yakni Imam AL-Bukhari (194-256 H).
Perkembangan tersebut dalam sejarah Islam dikenal nmasa “keemasan”, karena pada saat itu ilmu-ilmu akal sudah mulai masuk dan bermunculan, pembinaan sekolah –sekolah, dan timbulnya pemikiran pendidikan yang istimewa.Selain dari itu penerjemahan terhadap buku-buku filsafat yunani kedalam bahasa arab sangat gencar dilakukan, begitupun dengan buku-buku budaya lain, seperti Persia,India, sehingga dalam waktu 150 tahun hamper semua ilmu pengetahuan yang ada sudah dibukukan kedalam bahasa Arab.
Pada masa ini juga muncul berbagai pemikiran pendidikan Islam, yang mana ulama –ulama Islam yang menulis tentang buku pendidikan dan pengajaran secara meluas dan mendalam .Pengaran pertama dalam hal ini adalah:


• Ibnu Sahnun yakni pada abad 3 H
• Al-Qabisi pada abad ke 4 H
• Ibnu Mskawaih dan Al-Ghazali yakni pada abad ke 6 H
• Ibnu Khaldun abad ke 8 H
• Dll
Namun pemikiran pendidikan sudah berkembang seperti yang ada dibawah ini yakni sebelum masehi artinya sebelum Islam berkembang :

• Kurun waktu 450-400 SM :Masa Plato
• Kurun waktu 400-350 SM :Masa Aristoteles, Euclid, Archimedes dst.
• Kurun waktu 600-700 M :Hsiian Tsang Tsang, I Ching dari daratan Cina.
• Kurun waktu 750-1100 M :(350 tahun), periode ilmuan-ilmuan Muslim;
Jabir, Khawarizmi, Razi, Masudi, Wafa, Biruni, Avecenna (Ibn Sina), Ibn al-Hatham, Omar Khayam dst.
• Kurun waktu 1100-1350 M :Ibn Rusyd, Nasifuddin, al-Tuusi, dan Ibn Nafis.
• Kurun waktu 1100-1350 M :Mulai pindah ke Barat da Eropa.

Dalam satu sumber sejarah perkembangan pemikiran pendidikan Islam bergulir dalam kurun 50 tahun .
D. Prinsip-Prinsip Pemikiran Pendidikan Islam
Prinsip-prinsip yang dapat digunakan dalam pemikiran pendidikan Islam meliputi:
• Prinsip Ontologys
Prinsip Ontologis merupakan salah satu dintara lapangan penyelidikan pemikiran kefilsafatan.Prinsip ini membicarakan tentang pokok pikiran tentang apa yang ada dan apa yang tidak ada.
• Prinsip Epistemologys
Prinsip Epistemologi yaitu suatu studi pengetahuan tentang bagaimana proses manusia mengetahui adalnya benda-benda,serta menitik beratkan pada timbulnya berbagai pengertian atau konsep waktu, ruang kualitas, kesadaran, dan keabsahan pengetahuan.
• Prinsip Aksiologis
Prinsip aksiologis yaitu studi tentang nilai, baik nilai etika,maupun nilai nestetika.Pembicaraan berkisar tentang nilai kebenaran hakiki yang menjadi tujuan hidup manusia.

E. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan :
• Pemikiran pendidikan Islam adalah serangkaian proses kerja akal dan kalbu secara bersungguh-sungguh dalam melihat berbagai persoalan yang ada dalam pendidikan Islam.
• Tujuan mempelajari pemikiran pendidikan Islam adalah untuk mengungkap dan merumuskan pradigma pendidikan Islam dan perannya dalam mengembangkan pendidikan Islam.
• Sejarah pemikiran pendidikan dimulai pada masa Nabi Muhammad dan merupakan masa pembinaan
• Pendidikan pada masa Khulafa urrasidin adalah masa pemantapan,sedangkan pada masa umayyah adalah kelanjutan dari pemikiran pendidikan masa Nabi dan Khulafa arrasidin.
• Pada masa Abbasisya pemikiran pendidikan Islam mencapai puncak kejayaan.



Daftar pustaka

Susanto. A. Pemikiran Pendidikan Islam, Amzah, Jakarta, 2009

Sanaky Hujair AH, Paradigma Pendidikan Islam Safiria Insani Press Yogyakarta, 2003

Soebahar, Abd. Halim, Wawasan Baru Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2002

Langgulung, Hasan, Pendidikan Islam Dalam Abad Ke 21, Pustaka Al-Husna Baru, Jakarta, 2003
Nata, Abuddin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, PT. Rajagrapindo Persada, Jakarta, 2003

Daudy, Ahmad, Segi-segi Pemikiran Falsafi Dalam Islam, Bulan Bintang, Jakarta 1984














PENGOLAHAN TES HASIL BELAJAR

A. Pengolahan Lembar Jawaban Tes Objektif Analisis tes hasil belajar bentuk objektif dapat diketahui dari dua kriteria atau dua parameter, yaitu indeks kesukaran dan indeks daya diskriminasi. Menurut Fernandes (1984) analisis tes meliputi tingkat kesukaran tes, daya beda, dan efektifitas pengecoh. Analisis juga untuk menguji efektifitas distraktor pada setiap butir soal untuk menentukan apakah setiap distraktor yang dibuat sudah berfungsi dengan baik. Hasil analisis ini akan menghasilkan suatu keputusan apakah butir soal itu nantinya dapat dipakai, diperbaiki atau dibuang. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengetahui tingkat kesukaran, daya beda dan efektifitas distraktor pada soal bentuk objektif adalah dengan menggunakan analisis psikometrik klasik. Teori tes klasik mempunyai beberapa kelemahan, antara lain perhitungan tingkat kesukaran dan daya pembeda soal sangat bergantung pada sampel yang digunakan dalam analisis. Kondisi sampel sangat mempengaruhi hasil analisis, bila sampel yang digunakan memiliki rentang dan sebaran kemampuan yang tinggi maka hasil analisisnya akan berbeda dengan rentang dan sebaran kemampuan siswa yang rendah. Sebagai contoh daya pembeda soal akan tinggi bila tingkat kemampuan siswa sangat bervariasi atau mempunyai rentang kemampuan yang besar. Sebaliknya daya pembeda soal akan kecil bila tingkat kemampuan siswa mempunyai rentang kemampuan yang kecil. Oleh karena itu kondisi sampel sangat mempengaruhi perhitungan statistik yang dihasilkannya. Guna mengatasi kelemahan dari teori tes klasik, maka langkah yang dapat ditempuh adalah berhati-hati dalam mengambil sampel. Dengan kata lain sampel yang digunakan harus benar-benar mewakili (representatif) dari populasi. Bila sampel yang digunakan tidak representatif maka akibatnya hasil analisis tidak bisa digeneralisasikan pada populasi. Berikut ini akan dibahas karakteristik tes yang akan menentukan kualitas tes. 1. Tingkat Kesukaran Untuk menghitung tingkat kesukaran (p) cara yang paling mudah dan paling umum digunakan adalah jumlah peserta tes yang menjawab benar pada soal yang dianalisis dibandingkan dengan peserta tes seluruhannya. Untuk menentukan butir soal tersebut mudah, sedang atau sukar dapat digunakan kriteria sebagai berikut : (Bahrul Hayat, 1997) Tabel Tingkat Kesukaran Soal Proportion correct (p) dan Kategori Soal P > 0,70 = Mudah 0,30 < 70 =" Sedang" 30 =" Sukar" p =" 0,600" d =" niT" nit =" Banyaknya" nt =" Banyaknya" nir =" Banyaknya" nr =" Banyaknya" d =" pT" 40 =" Bagus" 39 =" Bagus" 29 =" Belum" 20 =" Jelek" 100 =" 80"> B. Pengolahan Lembar Jawaban Tes Essay 1. Cara Memeriksa tes Essay Memeriksa tes bentuk essay lebih sulit dibandingkan dengan bentuk tes objektif. Siapapun yang menilai lembar jawaban tes objektif hasilnya pasti sama. Sedangkan memeriksa tes essay hasilnya bisa berbeda kalau yang memeriksa orangnya berbeda, sekalipun kriteria jawaban yang tepat sudah ditetapkan. Itu sebabnya bentuk tes ini disebut dengan tes subjektif. Untuk menghindari faktor subjektifitas maka sebaiknya sebelum memeriksa lembar jawaban dipersiapkan dulu kriteria jawaban yang benar. Ada dua cara yang bisa dilakukan dalam memeriksa lembar jawaban tes objektif. Lembar jawaban diperiksa perorang. Maksudnya setelah selesai memeriksa punya si A dan diberi skor lalu memeriksa punya si B, lalu si C dan seterusnya. Lembar jawaban diperiksa nomor demi nomor. Misalnya satu lokal terdiri dari 30 orang, maka pemeriksaan lembar jawaban dilakukan mulai nomor satu pada seluruh lembar jawaban essay. Setelah selesai dilanjutkan dengan nomor dua untuk seluruh lembar jawaban mahasiswa demikian seterusnya. Bila dibandingkan cara pertama dengan cara kedua maka cara kedua lebih objektif. Sedangkan cara pertama lebih subjektif. Oleh karena itu sebaiknya untuk memperoleh hasil yang lebih objektif gunakan cara kedua. 2. Pemberian Skoring pada tes Essay Pemberian skoring dapat dipilih dari beberapa skala pengukuran, misalnya skala 1-4, 1-10 dan 1-100. Sebaiknya jangan memberikan skor nol. Mulailah skoring dari angka 1. Semakin tinggi skala pengukuran yang digunakan maka hasilnya semakin halus dan akurat. Pemberian skor ini berlaku sama untuk semua nomor soal. Setelah menetapkan skoring langkah selanjutnya adalah menetapkan pembobotan sesuai dengan tingkat kesukaran soal. Sebaiknya gunakan skala 1-10. misalnya soal yang mudah diberi bobot 2, sedang bobotnya 3 dan soal yang sulit bobotnya 5. Ada juga yang melakukan penilaian lembar jawaban tidak mengikuti cara di atas, dimana setiap soal langsung diberi bobot nilai tanpa mempertimbangkan skala pengukuran. Sehingga skala pengukuran tiap item tidak sama. Proses penetapan skornya adalah sebagai berikut: 1. skor setiap Item diperoleh dengan cara nilai setiap item dikali Bobot. 2. Jumlahkan total nilai (skor kerja) setiap item lalu dibagi dengan skor ideal. Untuk lebih jelasnya berikut akan diberikan contoh perhitungan. Nilai rata-rata sebelum diberi bobot adalah 35/6 = 5,833 Nilai rata-rata setelah diberi bobot adalah 104/35 = 2,971 Pemberian bobot dalam pengolahan lembar jawaban soal essay sangat penting, karena skor diberikan benar-benar atas dasar kemampuan. Kenyataan juga menunjukkan bahwa setiap item tes tingkat kesukarannya berbeda. C. Penetapan Nilai dan Kelulusan Hasil belajar Menetapkan nilai hasil belajar dapat dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan acuan patokan dan menggunakan acuan norma. Masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan. Oleh karena itu sebaiknya dipakai keduanya dengan cara bergantian. Perhitungan skor di atas masih dalam bentuk skor mentah, oleh karena itu hasil perhitungannya perlu diolah lagi guna menentukan nilai akhir. Setidak-tidak nya ada dua fungsi yaitu: menentukan posisi dan prestasi atau nilai siswa dibandingkan dengan kelompoknya. menentukan batas kelulusan berdasarkan kriteria yang ditentukan. Untuk menentukan batas kelulusan setidak-tidaknya dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu batas lulus aktual, batas lulus ideal dan batas lulus purposif. Berikut akan dijelaskan secara ringkas. Batas lulus aktual Batas lulus aktual didasarkan pada nilai rata-rata aktual yang dicapai oleh kelompok mahasiswa, yang perlu dihitung adalah nilai rata-rata dan standar deviasinya. Skor yang dinyatakan lulus adalah skor di atas X + 0,25SD. Batas lulus ideal Batas lulus ideal hampir sama dengan batas lulus aktual, karena batas lulus ideal juga menggunakan rata-rata dan simpangan baku. Bedanya batas lulus ideal rata-ratanya ditentukan setengah dari skor maksimum. Sedangkan simpangan baku sepertiga dari nilai rata-rata ideal. Batas lulus purposif Batas lulus purposif mengacu pada penilaian acuan patokan, sehingga tidak perlu menghitung nialai rata-rata dan simpangan bakunya. Nilai dibuat berdasarkan kriteria tertentu yang sudah ditetapkan. Misalnya batas kelulusan adalah skor di atas 75% dari skor maksimum. Misalnya nilai maksimum mahasiswa di kelas 80. maka batas kelulusannya adalah 75% x 80 = 60. jadi mahasiswa yang dinyatakan lulus adalah yang nilainya lebih dari 60. sedangkan mahasiswa yang nilainya kurang dari 60 dinyatakan tidak lulus. D. Konversi Hasil Scoring Menjadi Nilai Akhir Kesalahan sering terjadi pada pemberian nilai akhir, dimana hasil skoring dianggap sebuah nilai akhir. Padahal seharusnya hasil skoring tersebut harus dikonversi dulu menjadi nilai akhir dalam bentuk skala yang sudah ditetapkan sebelumnya, dalam bentuk skala 1-4, skala 1-10 dan skala 1-100. berikut akan dibahas cara mengkonversi hasil skor menjadi nilai akhir. Konversi Sederhana Cara ini sangat sederhana dan mengabaikan tingkat ketelitian dan keakuratan data, tidak mustahil akan terjadi kesalahan interpretasi. Karena cara ini mengabaikan tingkat variansi kemampuan mahasiswa. Misalnya kriteria yang digunakan dalam bentuk persentase. Nilai 10 bila mencapai angka 100% Konversi dengan Menggunakan Mean dan Standar Deviasi Cara ini lebih akurat karena sudah mempertimbangkan tingkat variansi hasil belajar, sehingga nilai akhir sangat ditentukan oleh kelompoknya. Bila standar deviasinya kecil maka interval nilainya juga kecil. Sebaliknya bila standar deviasinya besar, maka interval nilainya juga besar. Konversi cara ini biasanya dilakukan untuk penilaian standar 10 dan standar 4 atau standar huruf. Kriteria yang digunakan untuk melakukan konversi skor mentah menjadi standar 10 adalah sebagai berikut: M + 2,25 (SD) = 10 M + 1,75 (SD) = 9 M + 1,25 (SD) = 8 M + 0,75 (SD) = 7 M + 0,25 (SD) = 6 M - 0,25 (SD) = 5 M - 0,75 (SD) = 4 M - 1,25 (SD) = 3 M - 1,75 (SD) = 2 M - 0,25 (SD) = 1 Catatan : M = Mean atau nilai rata-rata SD = Standar Deviasi Kriteria yang digunakan untuk melakukan konversi skor mentah menjadi standar 4 atau standar huruf adalah sebagai berikut: E. Penetapan Nilai Akhir Semester Penetapan nilai akhir semester biasanya berdasarkan total nilai mandiri, terstruktur, mid semester dan semester. Setelah diperoleh totalnya lalu di konversi menjadi huruf. Persoalan biasanya timbul saat menetapkan interval nilai A,B, C dan D. Untuk menetapkan interval seharusnya dimulai dari batas kelulusan. Misalnya batas kelulusan adalah 60. lebih dari atau sama dengan 60 dinyatakan lulus. Kurang dari 60 tidak lulus. Maka perhitungan intervalnya adalah sebagai berikut. 1. Hitung range skor tertinggi dengan skor terendah, dalam hal ini skor tertinggi (H)100 terendah (L) 60. R = H – L = 100 – 60 = 40 2. Tetapkan banyak intervalnya, misalnya yang dinyatakan lulus minimal C. nilai yang dinyatakan lulus adalah A, B, C. Bararti banyak nya interval adalah 3. 3. Menentukan rentang interval. 4. Membuat interval nilai Jika kita menginginkan nilai plus dan minus diperhitungkan maka proses penetapan intervalnya sebagai berikut: 1. Hitung range skor tertinggi dengan skor terendah, dalam hal ini skor tertinggi (H)100 terendah (L) 60. R = H – L = 100 – 60 = 40 2. Tetapkan banyak intervalnya, misalnya yang dinyatakan lulus minimal -C. nilai yang dinyatakan lulus adalah A+, A, A-, B+, B, B-, C+, C, C-. Bararti banyak nya interval adalah . 3. Menentukan rentang interval. 4. Membuat interval nilai Dari dua contoh di atas menunjukkan bahwa semakin banyak interval yang digunakan (menggunakan plus dan minus) maka nilai yang ditetapkan semakin halus. Sebaliknya semakin sedikit interval yang digunakan (tidak menggunakan plus dan minus) maka nilai yang ditetapkan semakin kasar. F. Penutup Demikianlah uraian ringkas tentang pengolahan nilai hasil belajar. Apa yang sudah dipaparkan adalah menurut konsep dan teori evaluasi pendidikan sepanjang yang penulis ketahui. Masih ada hal-hal lain yang seharusnya dimasukkan dalam tulisan ini antara lain bagaimana mengolah nilai yang menggunakan non tes, uji kurva normal, Z skor dan T skor, mengubah data ordinal menjadi data interval dll. Namun karena keterbatasan waktu hanya ini yang bisa disajikan. Kalau ada kelemahan dan kesalahan mohon kritik dan saran yang membangun. Mudah-mudahan tulisan kecil ini bermanfaat bagi peserta workshop evaluasi pembelajaran.