Senin, 07 Juni 2010

Faktor2 Belajar dan Gaya Belajar

BAB I
PENDAHULUAN


Prestasi belajar siswa banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari dirinya (internal) maupun dari luar dirinya (eksternal). Prestasi belajar yang dicapai siswa pada hakikatnya merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor teersebut. Oleh karena itu, pengenalan guru terhadap faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa penting sekali artinya dalam rangka membantu siswa dalam mencapai prestasi belajar yang seoptimal mungkinsesuai dengan kemampuannya masing-masing.
Dalam makalah ini selain membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa juga membicarakan tentang upaya mengoptimalisasikan kegiatan belajar-mengajar. Untuk mengupayakan pengoptimalisasian kegiatan belajar-mengajar perlu dilakukan sejak perencanaan hingga evaluasi belajar-mengajar. Untuk itu diperlukan adanya kemauan dan kemampuan guru dalam mengupayakan optimalisasi kegiatan belajar-mengajar. Tanpa didasari kemauan dan kemampuan ini upaya apapun yang dilakukannya tak akan memperoleh hasil-hasil belajar-mengajar sebagaimana yang dirumuskan dalam tujuan instruksional.
Adapun bentuk pendekatan belajar-mengajar yang akan dibahas dalam makalah ini diantaranya yaitu strategi belajar tuntas, mengenal model atau gaya belajar siswa dan strategi pembelajaran.


BAB II
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HAL BELAJAR


A. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Siswa
Dari sekian banyak faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu:

1. Faktor-faktor stimuli belajar.
2. Faktor-faktor metode belajar.
3. Faktor-faktor individual.

1. Faktor-faktor Stimuli Belajar
Yang dimaksud stimuli belajar disini yaitu segala hal di luar individu yang merangsang individu itu untuk mengadakan reaksi atau perbuatan belajar. Stimuli dalam hal ini mencakup materiil, penegasan, serta suasana lingkungan eksternal yang harus diterima atau dipelajari oleh si pelajar (Drs. Wasty Soemanto, M.Pd. Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin pendidikan. Cet 5. 2006: 113). Berikut ini dikemukakan beberapa hal yang berhubungan dengan faktor-faktor stimuli belajar.

a. Panjangnya Bahan Pelajaran
Panjangnya bahan pelajaran berhubungan dengan jumlah bahan pelajaran. Semakin panjang bahan pelajaran, semakin panjang pula waktu yang diperlukan oleh individu untuk mempelajarinya. Bahan yang terlau panjang atau terlalu banyak dapat menyebabkan kesulitan individu dalam belajar. Kesulitan belajar individu itu tidak semata-mata karena panjangnya waktu untuk belajar, melainkan lebih berhubungan dengan faktor kelelahan serta kejemuan si pelajar dalam menghadapi atau mengerjakan bahan yang banyak itu.
Dengan bahan yang terlalu panjang atau banyak, hal ini membutuhkan waktu yang panjang pula dalam mempelajarinya. Panjangnya waktu belajar juga dapat menimbulkan beberapa “interferensi” atas bagian-bagian materi dipelajari. Interferensi dapat diartikan sebagai gangguan kesan ingatan akibat terjadinya pertukaran reproduksi antara kesan lama dengan kesan baru. Kedua kesan itu muncul bertukaran sehingga terjadi kesalahan maksud yang tidak disadari.

b. Kesulitan Bahan Pelajaran
Tiap-tiap bahan pelajaran mengandung tingkat kesulitan yang berbeda. Tingkat kesulitan bahan pelajaran mempengaruhi kecepatan pelajar. Makin sulit suatu bahan pelajaran, semakin lambatlah orang mempelajarinya. Sebaliknya, semakin mudah bahan pelajaran, makin cepatlah orang dalam mempelajarinya. Bahan yang sulit memerlukan aktivitas belajar yang lebih intensif, sedangkan bahan yang sederhana mengurangi intensitas belajar seseorang.

c. Berartinya Bahan Pelajaran
Belajar memerlukan modal pengalaman yang diperoleh dari belajar diwaktu sebelumnya. Modal pengalaman itu dapat berupa penguasaan bahasa, pengetahuan, dan prinsip-prinsip. Modal pengalaman ini menentukan keberartian dari bahan yang akan dipelajari diwaktu sekarang. Bahan yang berarti yang dapat dikenali. Bahan yang berarti memungkinkan individu untuk belajar, karena individu dapat mengenalnya. Bahan yang tanpa arti sukar dikenal, akibatnya tak ada pengertian individu terhadap bahan itu.

d. Berat-Ringannya Tugas
Mengenai berat atau ringannya suatu tugas, hal ini erat hubungannya dengan tingkat kemampuan individu. Tugas yang sama, kesukarannya berbeda bagi masing-masing individu. Hal ini disebabkan karena kapasitas intelektual serta pengalaman mereka tidak sama. Boleh jadi pula, berat-ringannya suatu tugas berhubungan dengan usia individu. Ini berarti, bahwa kematangan individu ikut menjadi indikator atas berat atau ringannya tugas bagi individu yang bersangkutan.
Dapat dibuktikan, bahwa tugas-tugas yang terlalu ringan atau mudah adalah mengurangi tantangan belajar, sedangkan tugas-tugas yang terlalu berat atau sukar membuat individu kapok (jera) untuk belajar.

e. Suasana Lingkungan Eksternal
Suasana lingkungan eksternal menyangkut banyak hal, antara lain: cuaca (suhu udara, mendung, hujan, kelembaban), waktu (pagi, siang, sore, petang, malam), kondisi tempat (kebersihan, letak sekolah, pengaturan fisik kelas, ketenangan, kegaduhan), penerangan (berlampu, bersinar matahari, gelap, remang-remang), dan sebagainya. Faktor-faktor ini mempengaruhi sikap dan reaksi individu dalam aktivitas belajarnya, sebab individu yang belajar adalah interaksi dengan lingkungannya.

2. Faktor-Faktor Metode Belajar
Metode mengajar yang dipakai oleh guru sangat mempengaruhi metode belajar yang dipakai oleh si pelajar. Dengan perkataan lain, metode yang dipakai oleh guru menimbulkan perbedaan yang berarti bagi proses belajar. Faktor-faktor metode belajar menyangkut hal-hal berikkut:

a. Kegiatan Berlatih atau Praktek
Seperti halnya pada bidang medis, kegiatan berlatih dapat diberikan dalam dosis besar ataupun kecil. Berlatih dapat diberikan secara marathon (non stop) atau secara terdistribusi dengan selingan waktu-waktu istirahat. Latihan yang diberikan secara marathon dapat melelahkan dan membosankan, sedangkan latihan yang terdistribusi menjamin terpeliharanya stamina dan kegairahan belajar.
Jam pelajaran atau latihan yang terlalu panjang adalah kurang efektif. Semakin pendek-pendek distribusi waktu untuk bekerja atau berlatih, semakin efektiflah pekerjaan atau latihan itu. Latihan atau kerja memerlukan waktu istirahat. Lamanya istirahat tergantung kepada jenis tugas atau keterampilan yang dipelajari, atau pada lamanya periode waktu pelaksanaan seluruh kegiatan.
Kegiatan berlatih secara marathon baru dimungkinkan, apabila tugas mudah dikenal, tugas mudah dilakukan, materiil pernah dipelajari sebelumnya, kegiatan memerlukan pemanasan terus-menerus.

b. Overlearning dan Drill
Untuk kegiatan yang bersifat abstrak misalnya menghapal atau mengingat, maka overlearning sangat diperlukan. Overlearning dilakukan untuk mengurangi kelupaan dalam mengingat keterampilan-keterampilan yang pernah dipelajari tetapi dalam sementara waktu tidak diprakktekkan. Overlearning yang terlalu lama menjadi kurang efektif bagi kegiatan praktek.
Apabila “overlearning” berlaku bagi latihan keterampilan motorik seperti main piano atau menjahit, maka “drill” berlaku bagi kegiatan berlatih abstraksi misalnya berhitung. Mekanisme “drill” adalah tidak berbeda dengan “overlearning”. Baik “drill” maupun “overlearning” berguna untuk memantapkan reaksi dalam belajar.

c. Resitasi Selama Belajar
Kombinasi kegiatan membaca dengan resitasi sangat bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan membaca itu sendiri, maupun untuk menghapalkan bahan pelajaran. Dalam praktek, setelah diadakan kegiatan membaca atau penyajian materi, kemudian si pelajar berusaha untuk menghapalnya tanpa melihat bacaannya. Jika ia telah menguasai suatu bagian, dapat melanjutkan ke bagian selanjutnya atau seterusnya. Resitasi lebih cocok untuk diterapkan pada belajar membaca atau belajar hapalan.

d. Pengenalan TentangHasil-Hasil Belajar
Dalam proses belajar, individu sering mengabaikan tentang perkembangan hasil belajar selama dalam belajarnya. Penelitian menunjukkan, bahwa pengenalan seseorang terhadap hasil atau kemajuan belajarnya adalah penting, karena dengan mengetahui hasil-hasil yang telah dicapai, seseorang akan lebih berusaha meningkatkan hasil belajar selanjutnya.

e. Belajar Dengan Keseluruhan dan Dengan Bagian-Bagian
Menurut beberapa penelitian, perbedaan efektivitas antara belajar dengan keseluruhan dengan belajar dengan bagian-bagian adalah belum ditemukan. Hanya apabila kedua prosedur itu dipakai secara simultan, ternyata belajar mulai dari keseluruhan ke bagian-bagian adalah lebih mengutungkan daripada belajar mulai dari bagian-bagian. Hal ini dapat dimaklumi, karena dengan mulai dari keseluruhan, individu menemukan set yang tepat untuk belajar. Kelemahan dari metode keseluruhan adalah membutuhkan banyak waktu dan pemikiran sebelum belajar yang sesungguhnya berlangsung.

f. Penggunaan Modalitas Indra
Modalitas indra yang dipakai masing-masing individu dalam belajar tidak sama. Sehubungan dengan itu, ada tiga impresi yang penting dalam belajar, yaitu: oral, visual, dan kinestetik. Ada orang yang lebih berhasil belajarnya dengan menekankan impresi oral. Dalam belajar, ia perlu membaca atau mengucapkan materi pelajaran dengan nyaring atau mendengarkan bacaan atau ucapan orang lain. Ada yang belajar dengan menekankan impresi visual, dimana dalam belajarnya ia harus lebih banyak mengguanakan fungsi indra pengelihatan. Begitu pula ada yang belajar dengan menekankan diri pada impresi kinestetik dengan banyak menggunakan fungsi motorik. Di samping itu, ada pula yang belajar dengan menggunakan kombinasi impresi indra.

g. Penggunaan Dalam Belajar
Arah perhatian seseorang sangat penting bagi belajarnya. Belajar tanpa set adalah kurang efektif.

h. Bimbingan Dalam Belajar
Bimbingan yang terlalu banyak diberikan oleh guru atau orang lain cenderung membuat si pelajar menjadi tergantung. Bimbingan dapat diberikan dalam batas-batas yang diperlukan oleh individu. Hal yang penting yaitu perlunya pemberian modal kecakapan pada individu sehingga yang bersangkutan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan dengan sedikit saja bantuan dari pihak lain.

i. Kondisi-Kondisi Insentif
Intensif adalah berbeda dengan motivasi. Motivasi berhubungan dengan penumbuhan kondisi internal berupa motif-motif yang merupakan dorongan internal yang menyebabkan individu berusaha mencapai tujuan tertentu.
Insentif adalah objek atau situasi eksternal yang dapat memenuhi motif individu. Insentif adalah bukan ttujuan , melainkan alat untuk mencapai tujuan. Insentif-insentif dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu:
 Insentif intrinsik; yaitu situasi yang mempunyai hubungan fungsional dengan tugas dan tujuan.
 Insentif ekstrinsik; yaitu objek atau situasi yang tidak mempunyai hubungan dengan fungsional dengan tugas.

3. Faktor-Faktor Individual
Kecuali faktor-faktor stimuli dan metode belajar, faktor-faktor individual sangat besar pengaruhnya terhadap belajar seseorang. Adapun faktor-faktor individual itu menyangkukt hal-hal berikut:

a. Kematangan
Kematangan dicapai oleh individu dari proses pertumbuhan fisiologisnya. Kematangan terjadi akibat adanya perubahan-perubahan kuantitatif di dalam struktur jasmani dibarengi dengan perubahan-perubahan kualitatif terhadap struktur tersebut. Kematangan memberikan kondisi dimana fungsi-fungsi fisiologis termasuk sistem saraf dan fungsi otak menjadi berkembang. Dengan berkembangnya fungsi otak dan sistem saraf, hal ini akan menumbuhkan kapasitas mental seseorang dan mempengaruhi hal belajar seseorang itu.

b. Faktor Usia Kronologis
pertambahan dalam hal usia selalu dibarengi dengan proses pertumbuhan dan perkembangan. Semakin tua usia individu, semakin meningkat pula kematangan berbagai fungsi fisiologisnya. Usia kronologis merupakan faktor penetu daripada tingkat kemampuan belajar individu.

c. Faktor Perbedaan Jenis Kelamin
Hingga pada saat ini belum ada petunjuk yang menguatkan tentang adanya perbedaan skill, sikap-sikap, minat, temperamen,bakat, dan pola-pola tingkah laku sebagai akibat dari perbedaan jenis kelamin. Ada bukti, bahwa perbedaan pola tingkah laku antara laki-laki dan wanita merupakan hasil dari perbedaan tradisi kehidupan, dan bukan semata-mata karena perbedaan jenis kelamin.
Barangkali yang dapat membedakan antara pria dan wanita adalah dalam hal peranan dan perhatiannya terhadap sesuatu pekerjaan, dan inipun merupakan akibat dari pengaruh kultural.

d. Pengalaman Sebelumnya
Lingkungan mempengaruhi perkembangan individu. Lingkungan banyak memberikan pengalaman kepada individu. Pengalaman yang diperoleh oleh individu ikut mempengaruhi hal belajar yang bersangkutan, tterutama pada transfer belajarnya

e. Kapasitas Mental
Dalam tahap perkembangan tertentu, individu mempunyai kapasitas-kapasitas mental yang berkembang akibat dari pertumbuhan dan perkembangan fungsi fisiologis pada sistem saraf dan jaringan otak. Kapasitas-kapasitas seseorang dapat diukur dengan tes-tes intelegensi dan tes-tes bakat. Kapasitas adalah potensi untuk mempelajari serta mengembangkan berbagai keterampilan/kecakapan. Akibat dari hereditas dan lingkungan, berkembanglah kapasitas mental individu yang berupa intelegensi. Karena latar belakang hereditas dan lingkungan masing-masing individu berbeda, maka intelegensi masing-masing individu pun bervariasi. Intelegensi seseorang ikut menentukan prestasi belajar seseorang.

f. Kondisi Kesehatan Jasmani dan Rohani
Orang yang belajar membutuhkan kondisi badan yang sehat. Orang yang badannya sakit akibat penyakit-penyakit tertentu serta kelelahan tidak akan dapat belajar dengan efektif. Juga gangguan serta cacat mental pada seseorang sangat mempengaruhi hal belajar orang yang bersangkutan. Bagaimana orang dapat belajar dengan baik apabila ia sakit ingatan, sedih, frustasi, atau putus asa?,

g. Motivasi
Motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan, motif, dan tujuan, sangat mempengaruhi kegiatan dan hasil belajar. Motivasi adalah penting bagi proses belajar, karena motivasi menggerakkan organisme, mengarahkan tindakan, serta memilih tujuan belajar yang dirasa paling berguna bagi kehidupan individu.


BAB III
GAYA BELAJAR


Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan seorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berpikir, dan memecahkan soal (Nasution, 2006:94). Gaya belajar adalah cara-cara setiap murid belajar yang berbeda dengan rekan sebayanya. (Dunn & Dunn, 1978:4). Menurut Dunn And Dunn ada beberapa faktor yang mendukung gaya belajar seseorang, yaitu:

 Lingkungan
 Emosional
 Sosiologis
 FisioLogis
 Psikologis

A. Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin. pembelajaran konstruktivitis dalam pengajaran menerapkan metode pembelajaran kooperatif secara ekstensif, atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka saling mendiskusikan konsep-konsep tersebut.
Model pembelajaran kooperatif learning dan interaktif learning adalah model pembelajaran yang terjadi sebagai akibat dari adanya pendekatan pembelajaran yang bersifat kelompok. (Prof. DR. H. Abuddin Nata, M.A. Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, 2009: 257).
Dalam melaksanakan proses pembelajaran kooperatif ada beberapa langkah yang harus dilakukan, yaitu:

 guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan memberikan motivasi kepada peserta didik
 menyampaikan informasi kepada peserta didik
 mengelompokkan siswa
 bimbingan kepada kelompok belajar
 Evaluasi
 menyampaikan hasil penilaian kepada masing-masing kelompok
Sementara itu, Arends (2001) mengemukakan empat macam model pembelajaran kooperatif, Yaitu:

1. Student Teams Achievement Division (STAD)
STAD adalah salah satu model pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen (4-5 orang), diskusikan bahan belajar-LKS-modul secara kolabratif, sajian-presentasi kelompok sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa atau kelompok, umumkan rekor tim dan individual dan berikan reward. Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota lain sampai mengerti.

2. Group Investigation
Group Investigationn merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok.

3. Jigsaw
Model pembeajaran ini termasuk pembelajaran koperatif dengan sintaks seperti berikut ini. Pengarahan, informasi bahan ajar, buat kelompok heterogen, berikan bahan ajar (LKS) yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan banyak siswa dalam kelompok, tiap anggota kelompok bertugas membahasa bagian tertentu, tiap kelompok bahan belajar sama, buat kelompok ahli sesuai bagian bahan ajar yang sama sehingga terjadi kerja sama dan diskusi, kembali ke kelompok asal, pelaksnaa tutorial pada kelompok asal oleh anggotan kelompok ahli, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

4. Penghargaan Kelompok
Langkah ini dimaksudkan untuk memberikan penghargaan kepada kelompok yang berhasil memperoleh kenaikan skor dalam tes individu. Kenaikan skor dihitung dari selisih antara skor dasar dengan sekor tes individual. Menghitung skor yang didapat masing-masing kelompok dengan cara menjumlahkan skor yang didapat mahasiswa di dalam kelompok tersebut kemudian dihitung rata-ratanya. Selanjutnya berdasarkan skor rata-rata tersebut ditentukan penghargaan masing-masing kelompok. Misalnya, bagi kelompok yang mendapat rata-rata kenaikan skor sampai dengan 15 mendapat penghargaan sebagai “Good Team”. Kenaikan skor lebih dari 15 hingga 20 mendapat penghargaan “Great Team”. Sedangkan kenaikan skor lebih dari 20 sampai 30 mendapat penghargaan sebagai “Super Team”.


BAB IV
MASTERY LEARNING (BELAJAR TUNTAS), DAN KEMAMPUAN BERPIKIR SERTA STRATEGI PEMBELAJARAN


A. Mastery Learning (belajar tuntas)
Belajar tuntas (mastery learning) adalah taraf pencapaian penguasaan minimal yang ditetapkan untuk setiap unit pelajaran baik secara perseorangan maupun kelompok. Dengan kata lain, apa yang dipelajari siswa dapat dikuasai sepenuhnya. Maksud utama mastery learning adalah memungkinkan 75% sampai 90% siswa untuk mencapai hasil belajar yang sama tingginya dengan kelompok terpandai dalam pengajaran klasikal maksud lain dari mastery learning adalah untuk menigkatkan efisiensi belajar, minat belajar, dan sikap siswa terhadap materi pelajaran yang sedang dipelajarinya. (Drs, Moh. Uzer Usman. Dra. Lilis Setiawati, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar, 1993: 96)
Strategi belajar tuntas pada abda ke-20 ini dipelopori oleh antara lain : Carleton Washburne (1922), Morison (1926), BF. Skiner (1954) Carroll (1983), Bloom (1971) dll.
Berdasarkan penemuan, Carroll merumuskan bahwa mastery learning ditentukan oleh variable-variabel sebagai berikut:

1. Aptitude (Bakat)
Bakat ialah sejumlah waktu yang diminta oleh siswa untuk mencapai penguasaan suatu tugas pelajaran. Asumsinya ialah berikan cukup waktu kepada semua siswa, mereka akan mencapai penguasaan semua tugas pelajaran yang diberikan kepadanya (Jhon Carroll, 1963).

2. Perseverance (Ketekunan)
Carroll mendefinisikan ketekkunan sebagai waktu yang diinginkan oleh siswa untuk belajar. Bila siswa membutuhkan sejumlah waktu untuk mempelajari bahan pelajaran tetapi ia hanya mendapat waktu kurang dari yang ia butuhkan, tingkat penguasaan bahan tidak akan mencapai harapan.



3. Ability To Understand Instruction
kemampuan untuk menerima dan memahami pelajaran bertalian erat dengan kemampuan untuk mengerti bahasa lisan dan tulisan

4. Time Allowed For Learning
Alokasi waktu tiap bidang studi telah ditentukan dalam kurikulum, yang tentunya telah disesuaikan dengan kebutuhan waktu belajar siswa dan perkembangan jiwanya. Jadi guru perlu mengantisipasi agar waktu belajar yang terbatas sesuai dengan kebutuhan sehingga waktu belajar untuk mempelajari materi pelajaran bidang studi terrsebut benar-benar efektif.

B. Kemampuan Berpikir
Keterampilan berpikir dapat didefinisikan sebagai proses kognitif yang dipecah-pecah ke dalam langkah-langkah nyata yang kemudian digunakan sebagai pedoman berpikir.
Terdapat tiga istilah yang berkaitan dengan keterampilan berpikir, yang sebenarnya cukup berbeda; yaitu berpikir tingkat tinggi (high level thinking), berpikir kompleks (complex thinking), dan berpikir kritis (critical thinking).
 Berpikir tingkat tinggi adalah operasi kognitif yang banyak dibutuhkan pada proses-proses berpikir yang terjadi dalam short-term memory. Jika dikaitkan dengan taksonomi Bloom, berpikir tingkat tinggi meliputi evaluasi, sintesis, dan analisis.
 Berpikir kompleks adalah proses kognitif yang melibatkan banyak tahapan atau bagian-bagian.
 Berpikir kritis merupakan salah satu jenis berpikir yang konvergen, yaitu menuju ke satu titik. Lawan dari berpikir kritis adalah berpikir kreatif, yaitu jenis berpikir divergen, yang bersifat menyebar dari suatu titik.

C. Strategi Pengajaran
Kata strategi sama maknanya dengan siasat, kiat atau taktik. Dalam arti umum menurut Gibbs "strategi adalah rencana untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dengan biaya sekecil mungkin". Sedangkan menurut IVOR K. Davies "strategi berarti rencana pokok mengenai pencapaian, beberapa tujuan yang lebih umum".
Strategi pengajaran adalah: siasat/taktik yang harus dipikirkan/direncanakan guru untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Strategi pengajaran ini akan menampak pada dimensi perencanaan ataupun pelaksanaan pengajaran. Dengan demikian cakupan strategi pengajaran sangat luas meliputi:
 Tik
 Bahan pelajaran
 Kegiatan belajar - mengajar (metode/teknik)
 Media
 Pengelolaan kelas
 Penilaian.

Strategi pembelajaran pada intinya kegiatan yang terencana secara sistematis Yang ditujukan untuk menggerakkan peserta didik agar mau melakukan kegiatan belajar dengan kemauan dan kemampuannya sendiri. Agar kegiatan pembelajaran tersebut berjalan dengan baik, maka seorang guru harus menetapkan hal-hal yang berkaitan tujuan yang diarahkan pada perubahan tingkah laku, pendekatan yang demokratis, terbuka, adil, dan menyenangkan, metode yang dapat menumbuhkan minat, bakat, inisiatif, kreativitas, imajinasi, dan inovasi, serta tolak keberhasilan yang ingin dicapai. Semua komponen yang terkait dengan strategi pembelajaran ini harus direncanakan dengan baik dan matang, yang dibangunberdasarkan teori dan konsep tertentu.


DAFTAR PUSTAKA


Eka Gunawan. Macam-Macam Metode Pembelajaran. http://nilaieka.blogspot.com.
Pembelajaran Kooperatif. http://www.ditnaga-dikti.org
Drs. Wasty Soemanto, M.Pd, Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. Cet 10. 2006
Drs.Moh. Uzer Usman, Dra. Lilis Setiawaati, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. 1993
Prof. DR. H. Abuddin Nata, M.A. Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar